Kubu Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU) berencana menghadirkan ahli hukum tata negara dalam sidang gugatan perdata yang menuntut ganti rugi Rp 125 triliun. Kehadiran ahli ini bertujuan untuk memperkuat argumen terkait kompetensi absolut pengadilan dalam menangani gugatan yang diajukan oleh Subhan, penggugat.
Pengacara Gibran, Dadang Herli Saputra, menyatakan bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dinilai tidak berwenang mengadili gugatan tersebut. Ia menegaskan bahwa permasalahan riwayat pendidikan Gibran sudah selesai dan tidak seharusnya dipermasalahkan lagi di ranah pengadilan negeri.
“Kami akan menghadirkan ahli yang berkaitan dengan hukum tata negara untuk menguatkan dalil kita soal kompetensi absolut,” ujar Dadang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (8/12/2025). Ia menambahkan, ahli tersebut diharapkan dapat membuktikan bahwa masalah ini bukan lagi kompetensi pengadilan negeri untuk diperiksa.
Sementara itu, penggugat Subhan memilih untuk tidak menghadirkan ahli atau saksi dalam sidang kali ini. Namun, ia menyerahkan salinan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait gugatannya terhadap KPU mengenai riwayat pendidikan SMA Gibran. “Bahwa saya pernah menggugat ke PTUN dan diputus dismissal. Berarti, PTUN sudah tertutup, berarti saya tidak bisa ke sana lagi,” jelas Subhan usai sidang.
Subhan berpendapat, setelah gugatannya di PTUN gagal, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjadi satu-satunya jalur hukum tersisa untuk membuktikan dugaannya. Sidang gugatan perdata ini akan dilanjutkan minggu depan dengan agenda mendengarkan keterangan ahli dari pihak tergugat.
Perkara nomor 583/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst. ini didaftarkan sejak 29 Agustus 2025. Gugatan tersebut menuntut Gibran dan KPU melakukan perbuatan melawan hukum karena dianggap tidak memenuhi syarat pendaftaran calon wakil presiden. Tuntutan ini merujuk pada riwayat pendidikan Gibran di sekolah setingkat SMA di Singapura dan Australia yang dinilai tidak sesuai persyaratan undang-undang.
Penggugat meminta majelis hakim menyatakan status Gibran sebagai Wakil Presiden tidak sah dan menghukum para tergugat membayar kerugian materiil serta immateriil sebesar Rp 125 triliun kepada negara.






