Berita

Gubernur Lemhannas: Negara Lindungi Pers, Tapi Jangan Sampai Mengontrolnya

Advertisement

Jakarta – Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Ace Hasan Syadzily menekankan pentingnya negara melindungi pers sebagai pilar demokrasi. Namun, ia mengingatkan bahwa perlindungan tersebut tidak boleh berubah menjadi bentuk pengungkungan atau kontrol yang justru membatasi kebebasan pers.

Pernyataan ini disampaikan Ace dalam Diskusi Publik bertajuk ‘Negara dan Tanggung Jawab Menjadi Pilar Demokrasi’ yang digelar di Kantor Dewan Pers, Jakarta Pusat, pada Rabu (10/12/2025). Menurut Ace, demokrasi Indonesia hanya dapat berdiri kokoh jika pers tetap independen dan bebas dari intervensi penguasa.

Pers Harus Bebas dari Kungkungan Negara

“Saya mengidealkan pers sebebas-bebasnya. Dan harus independen. Termasuk dari kungkungan negara,” ujar Ace. Ia mengakui bahwa setiap kekuasaan, termasuk dirinya sebagai kepala lembaga negara, cenderung merasa nyaman tanpa kritik. Oleh karena itu, media yang independen menjadi alarm penting dalam sistem demokrasi.

“Kalau tidak ada kritik dari luar, itu bahaya. Tidak ada alarm,” ungkapnya.

Waspada Bantuan Dana Pemerintah untuk Media

Menanggapi kondisi industri media yang tengah terpuruk dan maraknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di berbagai perusahaan pers, Ace mengaku memahami beratnya situasi. Namun, ia menyuarakan kehati-hatian terkait wacana bantuan dana dari pemerintah untuk media.

Menurutnya, bantuan semacam itu berpotensi menjadikan media berutang budi kepada negara. “Saya punya kekhawatiran. Ada interest tertentu. Dikasih (bantuan), tapi nanti kalau tidak sejalan, dicabut. Itu bisa membuat pers kehilangan independensi,” jelasnya.

Ace menegaskan bahwa pers harus tetap berdiri di atas kredibilitas, objektivitas, dan integritasnya, bukan di atas dukungan finansial dari negara yang penuh risiko politis. Ia tak menampik bahwa pemerintah pasti menyukai media yang dapat dikendalikan.

Advertisement

“Pemerintah pasti senang, iya. Tapi kita bicara hal yang lebih besar: negara ini harus tegak karena dialektika yang sehat,” tuturnya.

Adaptasi Media di Era Disrupsi Teknologi

Ace juga menyoroti perubahan pola konsumsi informasi masyarakat akibat disrupsi teknologi. Ia menilai dinamika ini menimbulkan tantangan serius bagi media arus utama, baik dari sisi bisnis maupun eksistensi.

“Kalau tidak adaptasi, media akan hilang. Tapi saya percaya masyarakat tetap mencari berita yang kredibel,” ungkapnya. Ia meyakini pada akhirnya publik akan melakukan self-censorship, memilah sendiri informasi yang layak dipercaya dan meninggalkan media yang menyebarkan hoax atau tidak objektif.

Independensi Media adalah Nilai Jual Utama

Anggota Komisi I DPR, Nurul Arifin, yang turut hadir dalam forum tersebut, sepakat bahwa media tidak boleh bergantung kepada bantuan negara. Menurutnya, independensi media justru menjadi nilai jual utama kepada publik.

“Media yang independen menjaga marwahnya sendiri. Publik bisa menilai mana yang jujur, mana yang tidak,” kata Nurul.

Advertisement