Bank investasi global Goldman Sachs Group Inc. memproyeksikan harga emas akan terus mengalami kenaikan signifikan hingga tahun 2026. Analis bank tersebut bahkan memperkirakan harga komoditas logam mulia ini dapat mencapai rekor baru, menembus level US$ 4.900 per troy ons.
Daan Struyven dan Samantha Dart, analis dari Goldman Sachs, dalam laporan terbaru mereka yang dikutip pada Minggu (21/12/2025), menjabarkan skenario dasar bahwa harga emas akan melonjak hingga US$ 4.900 per troy ons pada tahun depan. Prediksi ini didasari oleh beberapa faktor pendorong utama.
Klik mureks.co.id untuk tahu artikel menarik lainnya!
Faktor Pendorong Kenaikan Harga Emas
Struyven dan Dart menjelaskan bahwa meskipun harga komoditas secara keseluruhan diperkirakan naik moderat tahun depan, emas menunjukkan kinerja fundamental yang kuat. Kenaikan harga emas didorong oleh pembelian masif dari bank sentral global, ekspektasi pemotongan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed), serta arus masuk investasi ke dana yang diperdagangkan di bursa (ETF) berbasis emas.
Para analis tersebut menambahkan, penurunan suku bunga di Amerika Serikat telah memicu persaingan antara investor ETF dan bank sentral untuk mendapatkan pasokan emas batangan yang terbatas. Fenomena ini semakin memperkuat posisi emas sebagai aset lindung nilai.
“Kami memperkirakan dua pendorong yang sama pada emas, yaitu permintaan bank sentral yang secara struktural tinggi dan dukungan siklikal dari pemotongan suku bunga The Fed akan semakin menaikkan harga emas,” jelas Struyven dan Dart.
Berbeda dengan emas, harga minyak mentah justru tertekan oleh kekhawatiran meluas mengenai kelebihan pasokan yang besar di pasar global.
Kinerja Emas Terkini
Pada perdagangan Jumat (19/12/2025), harga emas mencatatkan penguatan mingguan yang solid. Emas spot naik 0,15% menjadi US$ 4.339,25 per ons troi. Secara akumulatif, emas membukukan kenaikan sekitar 0,83% sepanjang pekan ini. Dalam sebulan terakhir, harganya melejit 6,29%, dan sepanjang tahun 2025 telah melesat sebesar 65,84%.
Penguatan ini didorong oleh meningkatnya ekspektasi pasar terhadap pemangkasan suku bunga The Fed. Sentimen pelonggaran moneter kian menguat setelah rilis data inflasi dan tenaga kerja AS menunjukkan perlambatan, memberikan sinyal positif bagi bank sentral untuk melonggarkan kebijakan moneternya.






