Kubu Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka membantah keras seluruh tudingan terkait riwayat pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) yang dianggap bermasalah oleh penggugat. Pihak Gibran menegaskan bahwa ijazah dan riwayat pendidikannya tidak menyalahi aturan.
Pengacara Gibran, Dadang Herli Saputra, menyatakan menghormati proses hukum yang diajukan oleh Subhan Palal yang menggugat kliennya secara perdata. Namun, Dadang menegaskan bahwa pihaknya menolak seluruh dalil dan tuntutan yang diajukan oleh penggugat.
“Kita menghormati gugatan dari penggugat. Kita juga melakukan jawaban-jawaban. Intinya, kita membantah seluruh dalil dan petitum yang disampaikan oleh penggugat,” ujar Dadang saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (8/12/2025).
Dadang menambahkan, pihaknya sangat yakin bahwa ijazah serta riwayat pendidikan Gibran di jenjang SMA tidak menimbulkan persoalan hukum apa pun. “Ijazah dan riwayat SMA Gibran tidak ada masalah,” tegas Dadang.
Sidang gugatan perdata yang melibatkan Gibran sebagai tergugat akan berlanjut dengan agenda mendengarkan keterangan ahli dari pihak tergugat. Majelis hakim memberikan tenggat waktu satu minggu bagi para pihak untuk mempersiapkan kehadiran saksi ahli. Sidang akan dilanjutkan kembali pada Senin, 15 Desember 2025.
Usai persidangan, perwakilan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang turut hadir sebagai Tergugat 2 menolak untuk memberikan komentar kepada awak media.
Isi Gugatan Perdata
Perkara dengan nomor 583/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst. ini, yang telah didaftarkan sejak 29 Agustus 2025, mencantumkan sejumlah tuntutan terhadap Gibran dan KPU RI.
Penggugat, Subhan Palal, menilai bahwa kedua tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum karena adanya dugaan syarat pendaftaran calon wakil presiden yang tidak terpenuhi. Berdasarkan data yang tercatat di KPU RI, Gibran sempat menempuh pendidikan di Orchid Park Secondary School Singapore pada periode 2002-2004, dilanjutkan di UTS Insearch Sydney pada 2004-2007.
Subhan berargumen bahwa kedua institusi pendidikan tersebut tidak sesuai dengan persyaratan yang diatur dalam undang-undang dan dianggap tidak sah sebagai penyetara jenjang SLTA. Atas dasar tersebut, Subhan meminta majelis hakim untuk menyatakan Gibran dan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Lebih lanjut, penggugat juga meminta status Gibran sebagai Wakil Presiden dinyatakan tidak sah. Selain itu, Gibran dan KPU dituntut untuk membayar ganti rugi sebesar Rp 125 triliun kepada negara.
“Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng membayar kerugian materiil dan immateriil kepada Penggugat dan seluruh Warga Negara Indonesia sebesar Rp 125 triliun dan Rp 10 juta dan disetorkan ke kas negara,” demikian bunyi salah satu petitum dalam gugatan tersebut.






