Kubu Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka telah menyerahkan 14 bukti awal kepada majelis hakim untuk membantah gugatan perdata yang menyoal riwayat pendidikan SMA. Gugatan tersebut menuduh adanya masalah pada riwayat pendidikan Gibran yang setara SMA di luar negeri.
Pengacara Gibran, Dadang Herli Saputra, menyatakan bahwa bukti-bukti ini diserahkan untuk memperkuat argumentasi mengenai kewenangan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam mengadili gugatan yang diajukan oleh penggugat bernama Subhan. “Sidang hari ini kita menyerahkan bukti awal dari Tergugat 1, menyerahkan 14 bukti awal untuk membantah dalil-dalil yang disampaikan oleh penggugat,” kata Dadang usai sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (8/12/2025).
Ke-14 bukti tersebut mencakup sejumlah peraturan perundang-undangan yang relevan serta beberapa putusan pengadilan yang dinilai dapat memperkuat posisi hukum pihak tergugat. “Di antaranya peraturan perundangan-undangan yang terkait. Ada beberapa putusan pengadilan yang berkaitan dengan kasus,” ujar Dadang.
Dadang menegaskan bahwa salinan ijazah Gibran tidak termasuk dalam bukti yang diserahkan pada sidang kali ini. Fokus pembuktian bukan pada keabsahan ijazah, melainkan pada kompetensi absolut pengadilan untuk menyidangkan perkara tersebut. “Tidak (dilampirkan salinan ijazah). Artinya, kita di sini untuk membantah kompetensi absolut,” tegas Dadang.
Agenda Sidang Selanjutnya
Sidang gugatan perdata terhadap Gibran ini akan dilanjutkan dengan agenda mendengarkan keterangan ahli dari kubu tergugat. Majelis hakim memberikan waktu satu minggu bagi para pihak untuk menghadirkan saksi ahli. Sidang ditutup dan dijadwalkan akan kembali digelar pada Senin, 15 Desember 2025.
Usai persidangan, perwakilan Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku Tergugat 2 menolak untuk memberikan keterangan kepada awak media.
Isi Gugatan Perdata
Perkara dengan nomor 583/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst. ini didaftarkan pada 29 Agustus 2025. Penggugat, Subhan, mengajukan beberapa tuntutan terhadap Gibran dan KPU RI.
Tuntutan utama adalah menyatakan kedua tergugat, Gibran dan KPU, telah melakukan perbuatan melawan hukum karena diduga tidak memenuhi beberapa syarat pendaftaran calon wakil presiden (Cawapres). Berdasarkan data KPU RI, Gibran tercatat pernah bersekolah di Orchid Park Secondary School Singapore (2002-2004) dan UTS Insearch Sydney (2004-2007), yang merupakan sekolah setingkat SMA.
Namun, penggugat menilai kedua institusi tersebut tidak sesuai dengan persyaratan undang-undang dan dianggap tidak sah sebagai pendidik setingkat SLTA. Akibatnya, penggugat meminta majelis hakim menyatakan status Gibran sebagai Wakil Presiden tidak sah.
Selain itu, Gibran dan KPU dituntut untuk membayar ganti rugi kepada negara sebesar Rp 125 triliun. “Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng membayar kerugian materiil dan immateriil kepada Penggugat dan seluruh Warga Negara Indonesia sebesar Rp 125 triliun dan Rp 10 juta dan disetorkan ke kas negara,” demikian bunyi petitum gugatan tersebut.






