Menjelang akhir tahun 2025, Anggota DPD RI Daerah Pemilihan DKI Jakarta, Fahira Idris, menegaskan bahwa penanggulangan bencana harus menjadi catatan penting dan agenda utama pembangunan nasional ke depan. Pernyataan ini disampaikan Fahira di Jakarta pada Senin, 29 Desember 2025, menyusul serangkaian bencana banjir dan longsor yang melanda sejumlah wilayah di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
Menurut Fahira, kejadian bencana yang berulang kali terjadi bukan semata-mata persoalan alam, melainkan refleksi dari tantangan struktural dalam tata kelola pembangunan, perlindungan lingkungan, dan kesiapsiagaan masyarakat. Indonesia, sebagai negara yang secara geografis berada di kawasan rawan bencana, tidak bisa lagi bersikap reaktif dan parsial dalam menghadapi risiko kebencanaan.
Dapatkan berita menarik lainnya di mureks.co.id.
Bencana sebagai Risiko Permanen
Fahira Idris menekankan pentingnya perubahan paradigma dalam melihat bencana. “Sebagai negara yang secara geografis berada di kawasan rawan bencana, Indonesia tidak boleh lagi memandang bencana sebagai peristiwa insidental, melainkan sebagai risiko permanen yang harus dikelola secara sistematis dan terintegrasi,” ujar Senator Jakarta tersebut.
Dalam catatan akhir tahunnya, Fahira Idris mendesak agar penanggulangan bencana dijadikan arus utama pembangunan. Ini berarti setiap kebijakan dan program pembangunan, baik di tingkat pusat maupun daerah, wajib memasukkan analisis risiko bencana sejak tahap perencanaan. Pembangunan infrastruktur, tata ruang, perumahan, hingga fasilitas pendidikan dan kesehatan harus dirancang berbasis peta risiko dan prinsip pengurangan dampak bencana.
Aktivis perempuan ini juga mengingatkan bahwa kerusakan lingkungan akibat alih fungsi lahan, deforestasi, dan pembangunan yang mengabaikan daya dukung alam turut memperbesar risiko bencana. “Curah hujan ekstrem mungkin tidak bisa kita cegah, tetapi dampaknya bisa kita minimalkan jika pembangunan dilakukan secara lebih bijak dan berkelanjutan,” tegasnya.
Rekomendasi Strategis untuk Ketangguhan Bangsa
Sebagai bagian dari refleksi, Fahira Idris menyampaikan sejumlah rekomendasi strategis untuk memperkuat ketangguhan Indonesia dalam menghadapi bencana:
- Penguatan Mitigasi dan Kesiapsiagaan: Harus menjadi prioritas anggaran baik di pusat maupun di daerah, bukan sekadar fokus pada tanggap darurat.
- Sistem Peringatan Dini yang Terintegrasi: Harus diikuti dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang jelas hingga ke tingkat desa dan kelurahan agar informasi benar-benar berubah menjadi aksi penyelamatan.
- Koordinasi Lintas Sektor dan Lintas Wilayah: Perlu diperkuat, terutama di daerah hulu dan hilir yang saling terhubung secara ekologis.
Selain itu, Fahira mendorong pelibatan aktif masyarakat, dunia usaha, perguruan tinggi, dan komunitas lokal dalam membangun ketangguhan bencana. Literasi kebencanaan, pemanfaatan teknologi, serta penguatan kearifan lokal harus terus didorong agar masyarakat tidak hanya siap saat bencana datang, tetapi juga tangguh sebelum bencana terjadi.
Fahira Idris menegaskan bahwa bencana seharusnya tidak lagi menjadi faktor yang terus-menerus menghambat pembangunan. “Justru dari pengalaman bencana inilah kita harus belajar membangun dengan cara yang lebih aman, berkelanjutan, dan berkeadilan. Menjadikan penanggulangan bencana sebagai arus utama pembangunan adalah kunci agar Indonesia menjadi bangsa yang lebih tangguh di masa depan,” pungkasnya.






