Lima Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) resmi disahkan dan ditetapkan menjadi Peraturan Daerah (Perda) dalam rapat paripurna di penghujung tahun 2025. Pengesahan ini berlangsung di Gedung DPRD Jawa Barat, Bandung, pada Senin malam, 30 Desember 2025.
Perda yang baru ditetapkan tersebut mencakup berbagai sektor krusial bagi Provinsi Jawa Barat. Kelima Perda itu adalah Perda tentang Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral, Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan, Pengelolaan Barang Milik Daerah, Tata Kelola Badan Usaha Milik Daerah, serta Perda tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 9 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Dapatkan berita menarik lainnya di mureks.co.id.
Ketua DPRD Provinsi Jawa Barat, Buky Wibawa Karya Goena, yang memimpin rapat paripurna tersebut, menjelaskan bahwa penetapan Perda ini merupakan hasil pembahasan intensif oleh lima Panitia Khusus (Pansus). Pansus-pansus tersebut meliputi Pansus V, VI, VII, VIII, dan X, yang masing-masing mengkaji Raperda terkait.
Pembahasan Raperda Pertambangan Mineral
Sebelum penetapan, setiap Pansus menyampaikan laporannya secara langsung dalam rapat paripurna. Salah satunya adalah laporan dari Pansus V yang membahas Raperda tentang Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral, dibacakan oleh Anggota Pansus V, Asep Syamsudin.
Dalam laporannya, Asep Syamsudin merinci bahwa Pansus V telah melaksanakan pembahasan Raperda melalui rapat internal, rapat kerja dengan perangkat daerah terkait, serta kunjungan lapangan ke sejumlah lokasi tambang di Jawa Barat. Ia menegaskan bahwa Raperda tersebut telah memenuhi persyaratan formal dan material untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah.
“Pembahasan dilakukan secara objektif dan transparan, sehingga substansi Ranperda ini layak disahkan sebagai dasar hukum pengelolaan pertambangan mineral di Jawa Barat,” kata Asep Syamsudin.
Asep Syamsudin juga menambahkan bahwa Perda ini penting untuk segera ditindaklanjuti dengan aturan turunan. Hal ini bertujuan untuk memperkuat pengawasan, menjaga keberlanjutan lingkungan, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar wilayah pertambangan. “Kami berharap Perda ini menjadi instrumen pengelolaan sumber daya mineral yang berkeadilan dan memberi manfaat sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat,” ucap dia.
Tantangan dalam Administrasi Kependudukan
Selanjutnya, laporan Pansus VI terkait Raperda tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan dibacakan oleh Anggota Pansus VI, Elly Farida. Ia menyampaikan bahwa Pansus telah melakukan serangkaian kunjungan kerja ke Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) kabupaten/kota se-Jawa Barat, Badan Pusat Statistik (BPS), studi komparatif ke Provinsi DKI Jakarta, serta koordinasi dengan Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat.
Elly Farida menyoroti hambatan utama yang ditemukan, yakni keterbatasan blangko e-KTP, kondisi peralatan perekaman yang sudah usang, serta lemahnya sinkronisasi data antar instansi. Permasalahan ini, menurutnya, berdampak pada ketidaktepatan sasaran bantuan sosial. “Permasalahan administrasi kependudukan ini tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga berpengaruh pada pelayanan publik dan perlindungan sosial masyarakat,” ujar Elly Farida.
Selain itu, Pansus VI juga menyoroti tingginya mobilitas penduduk di wilayah Jakarta, praktik penggandaan KTP, serta keterbatasan infrastruktur dan pembiayaan digital yang menghambat optimalisasi layanan. Meskipun demikian, Pansus VI mengapresiasi berbagai inovasi pelayanan kependudukan yang telah dikembangkan sejumlah daerah di Jawa Barat. “Ranperda ini kami nilai sangat dibutuhkan sebagai instrumen hukum untuk mewujudkan pelayanan administrasi kependudukan yang lebih akurat, terintegrasi, dan modern,” pungkasnya.






