Pihak kepolisian telah menetapkan pemilik wedding organizer (WO) Ayu Puspita sebagai tersangka dalam kasus dugaan penipuan dan penggelapan. Total lima orang telah ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat Pasal 372 dan 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang dugaan penggelapan dan penipuan, yang masing-masing terancam pidana penjara selama empat tahun. Kelima tersangka kini ditahan oleh pihak kepolisian.
Desakan Ganti Rugi Tambahan
Dalam perkembangan proses hukum ini, muncul desakan agar para pelaku tidak hanya dikenakan sanksi pidana penjara, tetapi juga sanksi tambahan berupa kewajiban membayar ganti rugi kepada para korban. Ketua Komisi Advokasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Fitrah Bukhari, mendorong agar penyidik dan penuntut umum memanfaatkan Pasal 63 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK).
“Kami mendorong penyidik dan penuntut umum untuk menggunakan Pasal 63 UUPK yang memungkinkan hakim menjatuhkan pidana tambahan berupa kewajiban membayar ganti rugi kepada konsumen,” kata Fitrah Bukhari kepada wartawan, Rabu (10/12/2025).
Fitrah memperkirakan setidaknya ada 200 pihak yang menjadi korban dalam kasus ini. Besarnya total kerugian yang dialami para korban dinilai cukup masif, sehingga memerlukan sanksi tambahan untuk memulihkan hak-hak mereka.
Fenomena Puncak Gunung Es Industri WO
Menurut Fitrah, kasus yang melibatkan WO Ayu Puspita ini merupakan gambaran dari lemahnya tata kelola dalam industri wedding organizer di Indonesia. Ia menyoroti beberapa faktor penyebab, seperti tidak adanya standar minimal layanan, minimnya perjanjian baku yang melindungi konsumen, serta rendahnya pengawasan yang kerap membuat kasus serupa terulang.
“Di lapangan, kami banyak mendengar keluhan oknum pelaku usaha WO yang gagal menepati janji dengan vendor seperti dekorasi, katering, hingga MUA. Industri ini membutuhkan standardisasi nasional, termasuk mekanisme pembayaran aman, sertifikasi usaha, dan pengawasan lebih ketat,” jelas Fitrah.
Ia menambahkan bahwa negara tidak seharusnya membiarkan konsumen terus menjadi korban akibat regulasi yang lemah dan sanksi yang tidak memberikan efek jera. Fitrah menjelaskan bahwa Pasal 63 UUPK membuka ruang bagi empat jenis pidana tambahan, salah satunya adalah kewajiban membayar ganti rugi. Tiga jenis lainnya meliputi penarikan barang atau jasa dari peredaran, penghentian kegiatan tertentu, dan pengumuman putusan hakim.
Penanganan Kasus Diambil Alih Polda Metro Jaya
Kasus dugaan penipuan dan penggelapan yang dilakukan oleh WO Ayu Puspita kini ditangani sepenuhnya oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya. Sebelumnya, berkas kasus Ayu Puspita dan seorang pria berinisial D ditangani oleh Polres Metro Jakarta Utara.
“Iya betul, penanganan perkara tersebut ditangani Ditreskrimum Polda Metro Jaya dan disiapkan posko layanan pengaduan bagi korban WO tersebut,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol. Budi Hermanto, Rabu (10/12).
Polda Metro Jaya telah membuka posko pengaduan bagi korban penipuan WO Ayu Puspita. Polisi mengindikasikan bahwa jumlah korban dan pelaku dalam kasus ini masih berpotensi bertambah. Kelima tersangka saat ini ditahan di Ditreskrimum Polda Metro Jaya, sementara polisi masih mendalami peran masing-masing tersangka berinisial A, D, B, H, dan R. Sejauh ini, peran Ayu Puspita sebagai pemilik dan pengelola WO, serta D yang bertugas membujuk korban untuk menambah uang muka (DP), telah teridentifikasi.
Kerugian Capai Rp 16 Miliar
Kombes Pol. Budi Hermanto menyebutkan bahwa korban dalam kasus penipuan WO Ayu Puspita tidak hanya berasal dari wilayah Jakarta, tetapi juga dari daerah lain seperti Bekasi. Polisi masih terus memeriksa laporan polisi (LP) dari korban yang tersebar di Jakarta Utara, Jakarta Timur, Jakarta Selatan, Bekasi, dan yang melapor langsung ke Polda Metro Jaya.
“Itu masih didalami (jumlah korban). Kita beri ruang penyidik, karena kemarin kan baru gelar perkara untuk penarikan seluruh perkara-perkara dari wilayah ditangani oleh Polda Metro Jaya,” ucap Kombes Pol. Budi.
Polisi memperkirakan total kerugian dari kasus ini mencapai Rp 16 miliar. Namun, angka tersebut masih dalam proses pencocokan dan verifikasi. “Karena kalau kemarin kan sempat disampaikan kerugian itu mencapai Rp 16 miliar. Tetapi kan kita harus mencocokkan dari setiap korban berapa dana yang ditransfer, berapa yang diterima oleh si tersangka. Ini harus kita sinkronkan,” jelasnya.






