Uni Eropa menjatuhkan denda sebesar 120 juta euro, atau setara Rp 2,3 triliun, kepada platform media sosial X milik Elon Musk. Sanksi ini dijatuhkan Komisi Eropa atas tudingan praktik penipuan terhadap pengguna melalui sistem lencana centang biru berbayar.
Keputusan ini didasarkan pada temuan bahwa sistem verifikasi berbayar X dianggap menyesatkan. Perusahaan dinilai tidak melakukan verifikasi identitas pemilik akun secara memadai, meski pengguna telah membayar untuk mendapatkan tanda centang biru.
“Penipuan ini membuat pengguna terekspos pada penipuan, termasuk peniruan identitas, serta berbagai bentuk manipulasi oleh aktor jahat,” demikian bunyi pernyataan Komisi Eropa, yang mengutip laporan BBC.
Selain isu verifikasi, X juga disorot karena dianggap tidak transparan terkait penayangan iklan dan tidak memberikan akses data publik kepada para peneliti.
Tanggung Jawab X
Wakil Presiden Eksekutif Komisi Eropa untuk kedaulatan teknologi, Henna Virkkunen, menegaskan komitmen Uni Eropa untuk menahan X bertanggung jawab. “Kami menahan X bertanggung jawab atas upaya merusak hak pengguna dan menghindari akuntabilitas. Menipu pengguna dengan centang biru, menyembunyikan informasi iklan, dan menutup akses peneliti tidak memiliki tempat di internet di UE,” ujarnya.
Putusan ini menandai kasus pertama pelanggaran terhadap Undang-Undang Layanan Digital (Digital Services Act/DSA), sebuah regulasi baru yang mengatur konten dan periklanan di platform digital.
Platform X kini memiliki waktu 90 hari untuk menyerahkan rencana aksi (action plan) kepada Uni Eropa guna memastikan kepatuhan terhadap aturan. Kegagalan memenuhi tenggat waktu tersebut dapat berujung pada denda tambahan secara berkala.
Respons Keras AS
Keputusan Uni Eropa ini memicu reaksi keras dari Pemerintah Amerika Serikat. Washington menuduh Brussels melakukan sensor dan menyerang perusahaan teknologi AS dengan dalih regulasi.
Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, menyatakan, “Denda Komisi Eropa bukan sekadar serangan terhadap X, tetapi terhadap semua platform teknologi Amerika dan rakyat Amerika oleh pemerintah asing.” Pernyataan ini kemudian diunggah ulang oleh Elon Musk sebagai bentuk persetujuannya.
Ketua FCC (Komisi Komunikasi Federal), Brendan Carr, juga turut mengecam langkah Uni Eropa. “Eropa memungut pajak kepada orang Amerika untuk menyubsidi sebuah benua yang terhambat oleh regulasi Eropa yang mencekik,” tulisnya.
Komentar tersebut sejalan dengan pernyataan Wakil Presiden AS, JD Vance, sehari sebelumnya. “UE seharusnya mendukung kebebasan berbicara, bukan menyerang perusahaan Amerika atas hal-hal sampah,” katanya.
Perubahan Sistem Verifikasi X
Denda dari Uni Eropa berakar pada perubahan besar sistem verifikasi X sejak diakuisisi Elon Musk pada 2022. Sebelumnya, tanda centang biru hanya diberikan kepada tokoh publik dan lembaga terverifikasi.
Di bawah kepemimpinan Musk, siapa pun dapat memperoleh centang biru dengan berlangganan X Premium, asalkan akun aktif selama 30 hari dan memiliki nomor telepon. Namun, tanpa pemeriksaan identitas yang ketat, Uni Eropa menilai sistem ini rentan terhadap penipuan, termasuk munculnya akun palsu yang menyamar sebagai tokoh publik.
Pakar media sosial, Matt Navarra, mengomentari perubahan tersebut. “Di platform lain, verifikasi adalah sinyal kepercayaan, bukan transaksi. Tetapi di X hal itu dibalik,” katanya.
Navarra menambahkan, “Tidak ada pemeriksaan identitas yang berarti, tidak ada validasi ketat — dan saya pikir di situ UE menarik garis.”
Meskipun demikian, sejumlah pakar mengingatkan bahwa keputusan Brussels dapat memperburuk hubungan teknologi dan perdagangan antara Uni Eropa dan Amerika Serikat, terutama jika pemerintahan Donald Trump kembali berkuasa.
Namun, pejabat senior Uni Eropa menegaskan bahwa keputusan ini sepenuhnya independen dari tekanan politik internasional. Mereka menekankan bahwa ini adalah “hak kedaulatan Eropa untuk mengatur perusahaan teknologi yang beroperasi di wilayahnya.”
Hingga kini, X belum memberikan komentar resmi terkait denda dan kewajiban tindak lanjut yang diberikan oleh Uni Eropa.






