Ketegangan di perbatasan Thailand dan Kamboja meningkat tajam pada Senin pagi, menyusul serangan udara yang dilancarkan militer Thailand di wilayah yang disengketakan. Insiden ini memicu tudingan balasan dari kedua negara terkait siapa yang memulai eskalasi terbaru.
Militer Thailand mengklaim pasukannya diserang oleh pasukan Kamboja di Provinsi Sisaket pada Minggu (7/12/2025), yang kemudian memicu bentrokan lain di Provinsi Ubon Ratchathani keesokan paginya. Jurubicara Angkatan Darat Kerajaan Thailand, Winthai Suvaree, menyatakan, “Pasukan Kamboja melepaskan tembakan menggunakan senjata ringan dan peluncur roket mulai sekitar pukul 05.05 pagi hingga sekarang, sehingga pihak Thailand merespons sesuai dengan aturan keterlibatan menggunakan senjata ringan dan peluncur roket.” Ia menambahkan, serangan ini menyebabkan satu personel militer Thailand tewas dan empat lainnya terluka.
Menanggapi insiden tersebut, Angkatan Darat Thailand memutuskan untuk mengerahkan pesawat tempur guna menyerang sasaran militer Kamboja. “Pihak Thailand telah mulai menggunakan pesawat untuk menyerang sasaran militer di berbagai area untuk menekan serangan dari senjata tembak pendukung pasukan Kamboja,” ujar Suvaree. Pasukan tambahan juga dikerahkan untuk membantu evakuasi warga sipil di wilayah terdampak.
Di sisi lain, Kementerian Pertahanan Kamboja melalui juru bicaranya, Maly Socheata, membantah tudingan tersebut. Kamboja justru menuduh pasukan Thailand melancarkan serangan terhadap posisi mereka di provinsi perbatasan Preah Vihear dan Oddar Meanchey pada Senin dini hari. “Kamboja mendesak Thailand untuk segera menghentikan seluruh aktivitas bermusuhan yang mengancam perdamaian dan stabilitas di kawasan,” tegas Socheata.
Malaysia Serukan Ketenangan
Menyikapi memanasnya situasi, Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim menyerukan kedua negara untuk menahan diri. Melalui unggahan di media sosial, ia mengingatkan pentingnya menjaga perdamaian di kawasan.
“Malaysia siap mendukung langkah-langkah yang dapat membantu memulihkan ketenangan dan mencegah insiden lebih lanjut. Kawasan kita tidak ingin membiarkan sengketa berkepanjangan jatuh ke dalam siklus konfrontasi,” tulis Anwar Ibrahim, seraya menyertakan foto pemimpin kedua negara saat menandatangani perjanjian damai Oktober lalu.
Sengketa Berakar Puluhan Tahun
Bentrokan terbaru ini kembali menyoroti sengketa perbatasan yang telah berlangsung puluhan tahun antara Thailand dan Kamboja. Kedua negara berbagi garis perbatasan sepanjang 800 kilometer yang sebagian besar melintasi wilayah jarang penduduk.
Titik panas utama adalah kawasan di sekitar beberapa candi bersejarah, termasuk Candi Preah Vihear. Situs Hindu berusia 1.000 tahun yang dibangun oleh Kekaisaran Khmer ini diklaim oleh kedua negara. Meskipun Mahkamah Internasional pada 1962 telah memutuskan bahwa candi tersebut berada di wilayah Kamboja, interpretasi peta tahun 1907 yang dibuat saat Kamboja di bawah kolonialisme Prancis masih menjadi sumber perselisihan.
Sengketa ini pernah memicu perang singkat selama lima hari pada Juli lalu, yang memaksa ratusan warga di kedua sisi mengungsi. Gencatan senjata yang berhasil dimediasi oleh Presiden AS Donald Trump dan PM Malaysia Anwar Ibrahim saat itu, dilaporkan berakhir pada pertengahan November. Thailand menuduh Kamboja menanam ranjau darat baru di wilayah sengketa sebagai penyebab berakhirnya gencatan senjata tersebut.






