Internasional

WNI Alami Kecelakaan Kerja di Australia, Risiko Peserta WHV Dipertanyakan

Advertisement

Jaya Daud Munthe mengalami cedera serius akibat kecelakaan kerja di sebuah pabrik daging di New South Wales, Australia. Peserta Working Holiday Visa (WHV) asal Indonesia ini tertimpa kardus berisi ratusan kilogram daging domba saat bekerja.

“Saya sudah mau lari, tapi enggak keburu. Jadi saya tahan pakai tangan… Kaki kiri saya ke-twist… Saya dengar kakinya patah,” ujar Jaya kepada ABC Indonesia. Insiden ini memicu pertanyaan mengenai perlindungan keselamatan kerja bagi pemegang visa WHV.

Skema WHV dirancang Pemerintah Australia untuk mengisi kekosongan tenaga kerja, namun pakar khawatir terhadap lingkungan kerja para pesertanya. Laporan Migrant Workers Centre menyebutkan skema ini berpotensi menjadi “saluran yang secara faktual memberi upah rendah” tanpa perlindungan dan pengawasan yang memadai.

Lea Knopf, penulis laporan tersebut, menyatakan peserta WHV terpapar “risiko cedera yang lebih tinggi” karena jenis pekerjaan yang cenderung mereka ambil. Mereka juga seringkali tidak mendapatkan pelatihan dan informasi keselamatan kerja yang cukup.

Jaya pindah ke Australia dengan harapan mendapatkan upah lebih baik. Ia mulai bekerja di pabrik daging Southern Meats pada Februari 2025. Namun, sebulan kemudian, tulang tangan kirinya retak akibat tertimpa kardus daging di ruang pendingin.

“Teman saya yang dari belakang sana itu kan tugasnya mendorong, nah dia mendorongnya itu terlalu kencang… Akhirnya siku-siku box dagingnya itu kena tangan saya,” jelasnya. “Itu waktu pagi, sakit banget.”

Akibat cedera tersebut, Jaya tidak bisa bekerja selama dua minggu. Ironisnya, pada hari pertama kembali masuk kerja, ia mengalami kecelakaan lagi.

Peserta WHV Enggan Melapor

Insiden cedera serius seharusnya dilaporkan kepada otoritas keselamatan kerja setempat, dalam hal ini SafeWork NSW. Namun, juru bicara SafeWork NSW menyatakan mereka “belum menerima pemberitahuan tentang dugaan insiden” terkait Jaya.

Perusahaan yang lalai melaporkan insiden serius dapat didenda hingga 50.000 dollar Australia. Jaya mengaku telah memberi tahu agensi pemberi kerjanya, namun agensi tersebut tidak meneruskan laporan ke pihak berwenang.

ABC telah menghubungi Southern Meats, namun perusahaan tersebut menolak berkomentar. Jaya merasa terkejut karena perusahaannya tidak melaporkan kasus tersebut. “Mereka pasti menjaga track record, tapi kan kalau kenyataannya memang banyak kecelakaan kerja, ya seharusnya dilaporkan dong yang sesuai undang-undang yang berlaku,” katanya.

Meskipun merasa perusahaan bersalah, Jaya tidak berencana menindaklanjuti masalah ini karena sudah mengundurkan diri. Ia kini bekerja di supermarket.

Juru bicara Menteri Kesehatan dan Keselamatan Kerja NSW, Sophie Cotsis, menekankan bahwa Jaya perlu melaporkan insiden tersebut agar SafeWork NSW dapat menyelidikinya. “Setiap pekerja berhak untuk pergi bekerja dan pulang dengan selamat di pengujung hari,” ujarnya.

Advertisement

Pemerintah Australia telah menerbitkan ratusan ribu visa WHV setiap tahunnya. Visa ini memungkinkan pemegangnya bekerja di sektor-sektor krusial, namun seringkali dihadapkan pada kondisi kerja yang berisiko.

Menurut Lea, banyak peserta WHV enggan melaporkan pelanggaran hak kerja karena takut visa mereka dibatalkan. Thomas Costa dari Serikat Pekerja NSW menambahkan bahwa “sangat umum bagi pemberi kerja pekerja migran” untuk tidak melaporkan kecelakaan kerja demi menghindari inspeksi dan praktik kerja yang tidak aman.

“Sangat, sangat menyedihkan bahwa ada beberapa karyawan di luar sana yang lebih mengutamakan keuntungan daripada keselamatan,” katanya.

Kurangnya data spesifik mengenai cedera yang dialami pemegang visa liburan kerja menyulitkan regulator untuk bertindak. Safe Work Australia menyatakan data mengenai status visa tidak dikumpulkan dalam proses klaim.

Lea menyarankan pemerintah memperkenalkan program ketenagakerjaan yang lebih teregulasi. Dosen Kebijakan Publik Universitas Sydney, Anna Boucher, mengusulkan pelatihan di negara asal sebelum kedatangan ke Australia agar peserta WHV mengetahui hak-hak mereka.

Aini Rodianto, peserta WHV lain, menceritakan pengalamannya bekerja di pabrik daging di Victoria. Rekan kerjanya tidak sengaja menyiram air panas ke arahnya saat bersih-bersih, menyebabkan luka bakar permanen.

“Pas saya sadar, saya menengok, saya teriak. Dia belum sadar tuh pas saya teriak, dan air panas itu sudah masuk ke boots saya. Bayangkan saja boots itu kan tingginya sebetis,” kisahnya.

Meskipun biaya perawatan ditanggung agen kerja, Aini harus hidup dengan bekas luka. Ia menilai keselamatan kerja di perusahaannya “tidak 100 persen baik” karena minimnya fasilitas dan staf.

Seorang pekerja rumah potong hewan yang enggan disebutkan namanya, mengaku dipaksa bekerja dengan kecepatan tinggi dan mesin yang usang. Pelatihan penggunaan alat berbahaya juga minim.

Menanggapi hal ini, juru bicara Departemen Dalam Negeri Australia menyatakan visa lain sedang diuji coba untuk membantu pemegang WHV yang khawatir melaporkan praktik tidak aman.

Aini menekankan kontribusi signifikan peserta WHV terhadap ekonomi Australia. “Kami bisa bekerja tanpa pamrih,” ungkapnya.

Advertisement