Nairobi, Kenya – Wakil Menteri Lingkungan Hidup (LHK) Diaz Hendropriyono menyatakan kekecewaan mendalam atas mandeknya usulan resolusi Indonesia mengenai pengelolaan ekosistem karst berkelanjutan dalam sidang United Nations Environment Assembly (UNEA) ke-7 di Nairobi, Kenya. Sidang yang berlangsung pada 8-12 Desember 2025 ini gagal mencapai konsensus dari negara-negara anggota terkait draf yang telah dipersiapkan berbulan-bulan.
Kekecewaan Delegasi RI
Diaz Hendropriyono, yang memimpin delegasi Indonesia, menyampaikan kekecewaannya dalam pidato di hadapan perwakilan negara anggota. “Indonesia kecewa draf resolusi yang diusulkan Indonesia mengenai Ekosistem Karst tidak dapat mencapai konsensus setelah persiapan berbulan-bulan dan atas dukungan negara-negara anggota lainnya,” ujar Diaz, Selasa (16/12/2025).
Menurut Diaz, kurangnya fleksibilitas dan kemauan kompromi dari sebagian kecil negara anggota menjadi penyebab utama kegagalan adopsi resolusi tersebut. Beberapa negara anggota disebut menginginkan isu ketahanan air turut dimasukkan, sementara mayoritas negara lain berpendapat fokus resolusi seharusnya tetap pada ekosistem karst.
“Walaupun kita bisa mencapai konsensus atas pentingnya karst bagi planet dan kebutuhan atas kerja sama internasional untuk melindunginya, terdapat konflik antar negara lain yang menghambat resolusi ini untuk mencapai konsensus,” jelasnya.
Pentingnya Ekosistem Karst
Ekosistem karst, yang terbentuk dari pelarutan batuan seperti kapur dan dolomit, memiliki peran vital. Bentang alam ini menghasilkan gua, sungai bawah tanah, stalaktit, dan stalakmit. Lebih penting lagi, ekosistem karst berfungsi sebagai penyimpan cadangan air bersih dalam akuifer, yang menjadi sumber air minum utama bagi seperempat populasi dunia, serta habitat bagi keanekaragaman hayati yang unik.
Agenda UNEA-7 Lainnya
Meskipun resolusi karst tidak tercapai, sidang UNEA-7 berhasil mengadopsi 11 resolusi internasional lainnya dari total 17 yang diajukan. Beberapa resolusi yang disetujui antara lain Peningkatan Kerja Sama Pencegahan Kebakaran Hutan, Perlindungan Terumbu Karang, dan Penggunaan AI yang ramah lingkungan.
Komitmen Indonesia
Dalam pidatonya, Diaz Hendropriyono juga mengutip pidato Presiden Prabowo Subianto pada Sidang Umum PBB ke-80 September lalu. “Presiden Indonesia Prabowo Subianto telah menekankan pada Sidang PBB ke-80, ‘Planet kita ada di dalam tekanan. Kerawanan pangan, energi, dan air menghantui banyak negara.’ Dalam konteks ini, saya mengapresiasi tema UNEA-7 yang menangkap urgensi dari aksi kolektif dan merefleksikan realita yang kita hadapi,” ujarnya.
Ia menegaskan komitmen Indonesia dalam mentransformasikan ambisi global menjadi aksi konkret. “Indonesia telah menyerahkan Second Nationally Determined Contributions dan National Adaptation Plan ke UNFCCC. Di saat yang bersamaan, pengelolaan sampah tetap menjadi agenda prioritas nasional dengan target 100% sampah terkelola pada 2029,” katanya.
Sidang UNEA-7 dihadiri oleh sejumlah kepala negara dan menteri lingkungan dari 193 negara anggota PBB, yang menunjukkan urgensi isu lingkungan global.






