Nasional

BPOM Dorong Pengawasan Pangan Berbasis Komunitas, Desa dan Kelurahan Jadi Garda Terdepan

Advertisement

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) semakin serius dalam memperkuat keamanan pangan di tingkat akar rumput melalui kebijakan hukum pengawasan pangan berbasis komunitas. Program ini dirancang untuk meningkatkan kualitas dan keamanan pangan yang beredar dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat di desa dan kelurahan.

Landasan Hukum dan Tujuan Program Desa dan Kelurahan Pangan Aman

Kebijakan pengawasan pangan berbasis komunitas ini memiliki landasan hukum yang kuat, yakni Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (PERBPOM) Nomor 4 Tahun 2022. Regulasi tersebut secara eksplisit mendorong setiap desa dan kelurahan untuk membangun budaya pangan aman melalui peran serta aktif dari masyarakat setempat.

Klik mureks.co.id untuk tahu artikel menarik lainnya!

Tujuan utama dari program ini adalah memastikan bahwa pangan yang dikonsumsi oleh masyarakat benar-benar aman dan terhindar dari risiko berbahaya. Program Desa dan Kelurahan Pangan Aman ini menjadi upaya kolektif antara masyarakat, pemerintah desa/kelurahan, dan BPOM untuk menjaga keamanan pangan di level lokal, menjadikan komunitas sebagai aktor utama dalam proses pengawasan.

Sebagaimana tertulis pada Pasal 2 PERBPOM No. 4 Tahun 2022, program ini berfokus pada pencegahan peredaran pangan berisiko di lingkungan masyarakat. Tujuannya adalah membangun sistem pengawasan pangan yang partisipatif dan bertanggung jawab di tingkat desa dan kelurahan.

Strategi Pengawasan Pangan Berbasis Komunitas

Pengawasan pangan berbasis komunitas dijalankan melalui mekanisme yang terstruktur dan jelas. Komunitas didorong untuk berperan aktif dalam berbagai tahapan pengawasan, mulai dari pelaporan potensi pelanggaran hingga edukasi kepada sesama warga. Keterlibatan berbagai pihak ini diharapkan menjadikan pengawasan pangan lebih efektif dan menyeluruh.

Mekanisme kerja komunitas diatur dalam Pasal 10 PERBPOM No. 4 Tahun 2022, yang mencakup tahapan intervensi dan pendampingan. Melalui pembentukan kader-kader pengawasan pangan, sebagaimana diatur dalam Pasal 7, komunitas dapat melakukan pengawasan mandiri. Kader-kader ini bertugas memastikan pelaku usaha pangan di tingkat desa mematuhi standar keamanan yang telah ditetapkan.

Masyarakat berperan sebagai garda terdepan dalam mendeteksi pangan yang tidak aman. Mereka diberikan pelatihan dan informasi yang memadai agar mampu mengenali ciri-ciri pangan berbahaya serta melaporkannya kepada pihak berwenang. Untuk mendukung peran ini, desa dan kelurahan membentuk kelembagaan pengawasan pangan yang melibatkan tokoh masyarakat, kader desa, dan perangkat pemerintahan lokal, sesuai penjelasan Pasal 7.

Implementasi Program dan Tanggung Jawab Stakeholder

Implementasi kebijakan hukum pengawasan pangan berbasis komunitas menuntut sinergi yang kuat antara BPOM, pemerintah daerah, dan lembaga desa atau kelurahan. Setiap pihak memiliki peran yang saling melengkapi, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi program.

Advertisement

Tahapan pelaksanaan program ini dimulai dari sosialisasi kebijakan, pembentukan kelembagaan pengawasan, pemberian pelatihan kepada kader dan masyarakat, hingga pelaporan hasil pengawasan. Proses sistematis ini diatur secara rinci dalam Pasal 8 hingga Pasal 10 PERBPOM No. 4 Tahun 2022.

Dalam skema ini, BPOM bertanggung jawab menyediakan pedoman dan supervisi teknis. Sementara itu, pemerintah daerah bertugas memberikan dukungan kebijakan dan alokasi sumber daya yang diperlukan. Di lapangan, lembaga desa dan kelurahan menjadi pelaksana utama program, memastikan kegiatan pengawasan berjalan efektif di wilayah masing-masing.

Setiap pelaksanaan program wajib dimonitor dan dievaluasi secara berkala. Proses monitoring dan evaluasi ini bertujuan untuk memastikan seluruh tahapan berjalan efektif dan memungkinkan penyesuaian strategi jika ditemukan kendala di lapangan.

Tantangan dan Rekomendasi Penguatan Peran Komunitas

Meskipun memiliki potensi besar, pengawasan pangan berbasis komunitas juga menghadapi berbagai tantangan. Beberapa hambatan yang kerap muncul di lapangan meliputi keterbatasan pengetahuan masyarakat mengenai keamanan pangan, belum meratanya pelatihan yang diberikan, serta kurangnya sarana pendukung pengawasan di tingkat desa maupun kelurahan.

Untuk mengatasi tantangan tersebut, komunitas perlu terus mendapatkan pelatihan dan pembinaan berkelanjutan agar semakin mandiri dalam mengawasi keamanan pangan. Peningkatan kerja sama dengan lembaga terkait juga sangat dibutuhkan untuk memperkuat kapasitas komunitas.

Ke depan, peluang kolaborasi antara BPOM, pemerintah daerah, dan komunitas dapat diperkuat melalui pemanfaatan teknologi. Inisiatif seperti pelaporan digital dan edukasi daring dapat mengoptimalkan pengawasan pangan. Dengan sinergi yang baik, sistem pengawasan pangan di tingkat lokal diharapkan akan semakin efektif dan berkelanjutan.

Kebijakan hukum pengawasan pangan berbasis komunitas melalui Program Desa dan Kelurahan Pangan Aman merupakan langkah strategis dalam membangun sistem keamanan pangan yang kokoh di Indonesia. Partisipasi aktif komunitas tidak hanya memperkuat pengawasan, tetapi juga menumbuhkan kesadaran kolektif akan pentingnya pangan yang aman. Dengan dukungan regulasi dan pelibatan masyarakat, pengawasan pangan di tingkat lokal dapat berjalan lebih efektif dan berkelanjutan.

Advertisement
Mureks