Internasional

Bimo Wijayanto: “Masa Tunggu 5 Tahun Cegah Persekongkolan Pegawai Pajak dengan Konsultan”

Advertisement

Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto mengumumkan kebijakan baru yang mewajibkan masa tunggu lima tahun bagi pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang mengundurkan diri sebelum dapat berprofesi sebagai konsultan pajak atau bekerja di bagian perpajakan korporasi. Aturan ini dirancang untuk mengatasi potensi persekongkolan antara petugas pajak, konsultan, dan wajib pajak.

Bimo Wijayanto menyoroti adanya modus persekongkolan yang kerap terjadi. Modus ini melibatkan pegawai pajak yang akan mengundurkan diri untuk bergabung dengan konsultan atau tim pajak wajib pajak tertentu, namun masih memiliki akses terhadap data-data negara yang berpotensi disalahgunakan untuk kecurangan.

Pantau terus artikel terbaru dan terupdate hanya di mureks.co.id!

Mencegah Konflik Kepentingan dan Penyalahgunaan Data

“Jadi ditengarai memang ada persekongkolan antara petugas pajak, kemudian konsultan yang kurang baik dengan wajib pajak,” kata Bimo dalam acara Tax Time CNBC Indonesia pada Rabu, 24 Desember 2025.

Untuk menanggulangi praktik tersebut, DJP telah menyiapkan rancangan aturan yang memberlakukan masa tunggu selama lima tahun. Bimo menjelaskan pentingnya kerangka aturan ini karena sebelumnya belum ada regulasi yang mengatur hal tersebut secara spesifik.

“Kami sudah mengeluarkan rancangan aturan yang terkait masa tunggu bagi pegawai-pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang akan resign. Kenapa begitu? Ini penting karena belum ada kerangka aturan itu sebelumnya,” tegas Bimo.

Ia menambahkan bahwa pegawai DJP harus menjaga independensi dan menghindari konflik kepentingan, terutama hubungan istimewa dengan pihak perantara.

Advertisement

“Karena mereka-mereka yang bekerja di Direktorat Jenderal Pajak ini harus menjaga independensinya. Tidak boleh ada conflict of interest, apalagi hubungan-hubungan istimewa dengan intermediaries,” papar Bimo.

Masa Tunggu dan Pengamanan Data

Masa tunggu lima tahun ini bertujuan agar mantan pegawai pajak tidak bisa langsung bekerja sebagai kuasa pajak, konsultan, atau di bagian perpajakan korporasi. Kebijakan ini didasari oleh fakta bahwa DJP belum dapat memusatkan seluruh kepemilikan data negara yang ada pada pegawai, termasuk data pengolahan analitik terkait perpajakan lainnya.

“Ada data-data yang masih bisa disimpan di stand alone laptop, stand alone tablet, maupun HP dari para pegawai kami. Maka itu data negara yang ada di mereka, itu tidak akan bisa digunakan apabila mereka resign dalam jangka waktu 5 tahun. Karena dalam jangka waktu 5 tahun itu, itu sudah kadaluarsa,” ungkap Bimo.

Selain masa tunggu, peraturan baru ini juga akan membatasi eks fiskus pajak agar tidak lagi bisa melakukan pelayanan perpajakan atau mengakses sistem perpajakan. Fiskus pajak adalah pegawai atau pejabat pemerintah yang bertugas mengurus, mengelola, dan menarik pajak dari wajib pajak.

“Kami sudah siapkan sistem dan kerangka regulasi untuk itu. Kami akan kunci NIK dan NPWP yang bersangkutan di Coretax, sehingga tidak bisa lagi mereka melakukan pelayanan perpajakan di luar pajak ketika mereka resign,” pungkas Bimo.

Advertisement
Mureks