Internasional

Bea Keluar Batu Bara Diterapkan Januari 2026, Pengusaha Ungkap Tantangan dan Strategi Mitigasi

Pemerintah berencana memberlakukan bea keluar untuk ekspor batu bara mulai 1 Januari 2026. Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan penerimaan negara dari sektor pertambangan, namun di sisi lain memicu beragam respons dari para pelaku usaha batu bara.

Pemerintah Targetkan Penerimaan Negara

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menjelaskan, pengenaan bea keluar terhadap komoditas batu bara sejalan dengan amanat Pasal 33 UUD 1945. Pasal tersebut menegaskan bahwa penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat.

Simak artikel informatif lainnya hanya di mureks.co.id.

“Nah, Pasal 33 itu di mana kita harus mampu memanfaatkan semua potensi dan peningkatan pendapatan negara. Termasuk dalamnya adalah bea keluar,” kata Bahlil, saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Bahlil menambahkan, bea keluar hanya akan dikenakan kepada perusahaan yang layak dan saat harga komoditas tersebut relatif tinggi. “Jadi kalau harganya rendah, perusahaan kan profitnya kan kecil. Kalau kita kenakan bea keluar, itu bukan kita membantu dia. Syukur kalau untungnya masih ada. Kalau rugi kan negara juga harus fair. Tapi kalau nilai jualnya besar, harga ekspornya besar, ya wajar,” ujarnya.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan bahwa pungutan bea keluar batu bara akan mulai berlaku pada 1 Januari 2026. Aturan teknis terkait kebijakan ini tengah disiapkan.

Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menargetkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang mengatur bea keluar batu bara dapat terbit sebelum akhir tahun 2025. “Kita sedang siapkan (PMK), sesuai hasil dengan DPR juga kemarin arahannya demikian,” tegas Febrio usai Konferensi Pers di Kemenko Perekonomian, Jakarta.

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa sebelumnya memastikan tarif bea keluar batu bara akan dikenakan sekitar 1%-5%. Target setoran tambahan ke penerimaan negara dari pengenaan tarif ekspor komoditas ini diperkirakan mencapai Rp 20 triliun pada tahun 2026.

“Tapi (BK batu bara) Januari langsung berlaku,” kata Purbaya di Istana Negara, Jakarta, Senin malam (15/12/2025). Ia menambahkan, pemberlakuan kembali bea keluar batu bara akan memperkuat sisi penerimaan negara, mengingat selama ini pemerintah dinilai seperti memberikan subsidi kepada pengusaha setelah bea keluar dihapuskan oleh UU Cipta Kerja. “Kita targetnya kan clear, berapa triliun harus dicapai, kira-kira gitu. Jadi kita balik ke status yang awal, jangan sampai kita memang subsidi industri batu bara,” ujar Purbaya.

Reaksi Pengusaha Batu Bara: Antara Dukungan dan Tantangan

Rencana pemerintah ini menuai beragam respons dari para pengusaha batu bara, yang sebagian besar menyatakan pemahaman atas tujuan kebijakan namun juga menyoroti potensi tantangan.

Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI)

Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) menyatakan memahami kebijakan bea keluar sebagai strategi pemerintah untuk mengamankan penerimaan negara di tengah kebutuhan anggaran yang besar. Namun, APBI juga mengingatkan pemerintah untuk melihat kondisi riil pelaku usaha.

“Pada prinsipnya, setiap kebijakan fiskal tentu memiliki potensi manfaat sekaligus konsekuensi. Rencana penerapan bea keluar batu bara pada Januari 2026 dapat dipahami sebagai salah satu upaya pemerintah untuk menjaga penerimaan negara, terutama di tengah kebutuhan fiskal yang cukup besar,” ungkap Plt. Direktur Eksekutif APBI Gita Mahyarani kepada CNBC Indonesia, dikutip Jumat (19/12/2025).

Gita menjelaskan, sepanjang tahun 2025, industri batu bara menghadapi tekanan berat akibat tren harga yang menurun, fluktuasi permintaan pasar global, dan membengkaknya biaya operasional. Kondisi ini mendorong perusahaan melakukan efisiensi.

“Dalam konteks tersebut, implementasi bea keluar tentu memiliki potensi tantangan, khususnya terhadap margin usaha, daya saing ekspor, serta keberlanjutan operasi, terutama bagi perusahaan dengan struktur biaya yang relatif ketat,” tambahnya. APBI berharap aturan teknis tidak memukul rata perusahaan dengan margin tipis. “Oleh karena itu, dari sudut pandang industri, aspek teknis kebijakan menjadi sangat krusial,” tandasnya. Hingga kini, APBI belum menerima informasi pasti mengenai besaran bea keluar yang akan dikenakan.

PT Bukit Asam Tbk (PTBA)

PT Bukit Asam Tbk (PTBA) menyatakan tengah memperhitungkan dampak regulasi bea keluar terhadap kondisi finansial dan operasional perusahaan. P.H. Corporate Secretary Division Head PTBA Eko Prayitno memahami bahwa kebijakan fiskal ini adalah upaya pemerintah mengoptimalkan penerimaan negara dan nilai tambah sumber daya alam.

“PTBA memahami bahwa setiap kebijakan fiskal yang dikeluarkan oleh Pemerintah, termasuk potensi penerapan bea keluar untuk komoditas ekspor seperti batu bara, merupakan bagian dari upaya holistik Pemerintah dalam mengoptimalkan penerimaan negara dan memastikan nilai tambah optimal dari sumber daya alam,” ungkap Eko kepada CNBC Indonesia, dikutip Jumat (19/12/2025).

Eko menambahkan, dampak langsung terhadap perusahaan akan sangat bergantung pada teknis regulasi, terutama besaran tarif, mekanisme penghitungan, dan ambang batas harga yang ditetapkan. “Jika bea keluar batu bara diterapkan, dampaknya pada industri, produksi, dan operasional akan bergantung pada besaran tarif, mekanisme penghitungan, dan ambang batas harga yang ditetapkan,” terangnya.

PTBA berkomitmen untuk terus memantau perkembangan aturan ini dan menyiapkan strategi mitigasi risiko agar kinerja operasional dan keuangan tetap terjaga. “Tentunya PTBA akan terus memonitor perkembangan regulasi ini, mengelola risiko secara terukur, dan berkomitmen untuk menjaga kinerja operasional dan keuangan yang berkelanjutan, serta memberikan kontribusi kepada penerimaan negara,” tandasnya.

PT United Tractors Tbk (UNTR)

PT United Tractors Tbk (UNTR) juga memantau rencana pengenaan bea keluar pada komoditas batu bara. Sekretaris Perusahaan UNTR Ari Setiyawan menyebutkan kebijakan ini berpotensi mempengaruhi biaya produksi.

“Pastinya kita harus antisipasi kebijakan ini pasti berdampak termasuk peningkatan royalti, atau pajak ekspor pasti berpengaruh pada peningkatan biaya produksi,” jelasnya saat ditemui di PLTM Besai Kemu, Lampung, dikutip Jumat (21/11/2025).

Ari menjelaskan, perusahaan akan mengantisipasi potensi penambahan biaya produksi dengan berbagai langkah efisiensi. “Kita lihat juga bagaimana kita meningkatkan efisiensi ya kan. Antisipasi kebijakan tersebut yang bisa meningkatkan biaya kan. Jadi harus kita antisipasi dengan meningkatkan efisiensi,” imbuhnya. UNTR akan terus menyesuaikan strategi operasional untuk menjaga kelancaran produksi dan efisiensi.

Mureks