Nasional

Bareskrim Ungkap 600 WNI Masih Terjebak Sindikat Penipuan Daring di Kamboja, 9 Korban Dipulangkan

Advertisement

Sembilan warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban sindikat penipuan daring di Kamboja berhasil dipulangkan ke Tanah Air pada Jumat (26/12/2025). Pemulangan ini merupakan hasil koordinasi intensif antara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI melalui Direktorat Pelindungan WNI, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Phnom Penh, dan Bareskrim Polri.

Sebanyak tujuh dari sembilan WNI tersebut diketahui telah berada di Kamboja lebih dari satu tahun. Mereka diduga dipekerjakan sebagai scammer dalam jaringan penipuan daring di beberapa wilayah. “Sebanyak tujuh dari sembilan WNI diketahui telah berada di Kamboja lebih dari satu tahun dan diduga dipekerjakan sebagai scammer dalam jaringan penipuan daring di beberapa wilayah,” demikian keterangan tertulis Kemlu.

Klik mureks.co.id untuk tahu artikel menarik lainnya!

Seluruh WNI tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta pada pukul 18.50 WIB setelah menempuh penerbangan komersial rute Phnom Penh–Jakarta. Mereka telah menjalani proses keimigrasian setempat, termasuk penyelesaian deportasi dan penerbitan exit permit. “Mereka telah menjalani proses keimigrasian setempat, termasuk penyelesaian deportasi dan penerbitan exit permit,” tambah Kemlu.

KBRI Phnom Penh juga memfasilitasi penerbitan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) bagi enam WNI sebagai dokumen perjalanan pulang. Para WNI ini berasal dari berbagai daerah di Indonesia, meliputi Jawa Barat, DKI Jakarta, Riau, Sumatera Utara, Sulawesi Utara, dan Lampung.

Merespons kasus ini, Kemlu mengimbau masyarakat agar lebih waspada terhadap tawaran kerja ke luar negeri yang tidak melalui prosedur resmi. Hal ini penting guna menghindari risiko eksploitasi dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO). “Kementerian Luar Negeri mengimbau masyarakat agar lebih waspada terhadap tawaran kerja ke luar negeri yang tidak melalui prosedur resmi, guna menghindari risiko eksploitasi dan TPPO [tindak pidana perdagangan orang],” imbau Kemlu.

Kisah Pilu di Balik Jeruji Sindikat

Bareskrim Polri memaparkan, para WNI tersebut mengalami penyiksaan fisik dan psikis selama dipekerjakan oleh sindikat penipuan daring. Bahkan, salah satu korban, Saudari Aisyah, diketahui tengah hamil enam bulan saat ditemukan.

Direktur Tindak Pidana Tertentu (Dirtipidter) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Moh. Irhamni menjelaskan, para korban berhasil menyelamatkan diri dari lokasi kerja mereka sebelum melapor ke KBRI Phnom Penh. “Pada saat kami temukan, kesembilan orang tersebut telah berhasil lari dan menyelamatkan diri dari lokasi-lokasi mereka bekerja. Bahwa korban melarikan diri dari tempat pekerjanya masing-masing dikarenakan selalu mendapatkan perlakuan kekerasan, baik fisik maupun psikis di tempat mereka bekerja,” kata Irhamni saat konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Jumat (26/12).

Irhamni menuturkan, para korban saling bertemu saat melaporkan diri ke KBRI Kamboja pada akhir November 2025. Karena ketakutan, mereka memutuskan untuk tinggal bersama dan tidak kembali ke tempat kerja. “Para korban saling bertemu pada saat melaporkan diri ke KBRI Kamboja pada akhir bulan November 2025 dan selanjutnya memutuskan untuk tinggal bersama karena mereka ketakutan dan tidak mau kembali ke tempat mereka bekerja,” ujarnya.

Penyiksaan yang dialami para korban disebabkan karena tidak memenuhi target kerja yang ditetapkan oleh atasan mereka. Sebagian besar korban dipaksa bekerja sebagai pelaku online scam. “Kemudian penyiksaan yang dilakukan itu mereka terima karena ternyata mereka bekerja di online scam ataupun di judi online, tetapi rata-rata sebagian besar 90% adalah yang bermasalah ini di online scam. Mereka tidak sesuai target yang ditargetkan oleh bosnya. Makanya dia diberikan sanksi,” jelas Irhamni.

Bentuk penyiksaan yang diterima para korban bervariasi, mulai dari hukuman fisik ringan hingga berat. “Dari mulai teringan dia push up, kemudian sit up, kemudian lari di lapangan selama 300 kali di lapangan futsal. demikian,” lanjutnya.

Kesempatan untuk melarikan diri didapatkan para korban saat diajak keluar oleh atasan mereka. “Jadi peluang melarikan diri itu pada saat dia diajak makan ke luar bersama. Pada saat lengah bosnya ataupun pengamanannya itu, dia melarikan diri ke Phnom Penh ke KBRI,” kata Irhamni.

Saat ditemukan oleh penyelidik, seluruh korban dalam kondisi sehat. Namun, satu korban, Saudari Aisyah, diketahui tengah mengandung dengan usia kandungan enam bulan. “Alhamdulillah saat ditemukan oleh penyelidik, sembilan korban dalam keadaan sehat dan salah satu korban bernama Saudari Aisyah dalam keadaan mengandung dengan usia kandungan enam bulan,” ujar Irhamni.

Advertisement

Modus Penipuan Berkedok Janji Gaji Tinggi

Terkait modus keberangkatan, Irhamni mengungkap para korban berangkat dengan cara yang berbeda-beda. Salah satunya diiming-imingi pekerjaan dengan gaji tinggi. “Salah satunya adalah korban dan bersama suaminya diiming-imingi oleh seseorang yang mengaku sebagai operator di sana, untuk bekerja di perusahaan dengan dijanjikan gaji 9 juta rupiah per bulan,” kata Irhamni.

Korban dijanjikan bekerja sebagai operator komputer, dengan seluruh dokumen perjalanan difasilitasi oleh sponsor. “Bahwa sponsor menjelaskan mereka akan dipekerjakan sebagai operator komputer. Kemudian korban tertarik dengan ajakan tersebut dan seluruh dokumen seperti paspor, visa, dan tiket keberangkatan dibantu dan disiapkan,” jelasnya.

Ratusan WNI Masih Terjebak Jaringan Online Scam

Bareskrim Polri juga mengungkap bahwa masih ada sekitar 600 WNI yang berada di Kamboja dan diduga bekerja di jaringan online scam. Informasi ini diperoleh dari KBRI Phnom Penh.

Brigjen Pol. Moh. Irhamni mengatakan, pemulangan WNI tersebut tidak mudah dan membutuhkan koordinasi lintas instansi. “Setelah berkoordinasi dengan KBRI Kamboja dan otoritas Imigrasi Kamboja, kesembilan korban berhasil mendapatkan izin keluar. Karena tidak mudah, tentunya di sana masih ada warga negara kita kurang lebih 600 orang, menurut informasi dari kedutaan,” kata Irhamni.

Irhamni menjelaskan bahwa 600 WNI tersebut tidak seluruhnya berada di satu perusahaan yang sama dengan sembilan korban yang telah dipulangkan. Para WNI itu tersebar di beberapa tim dan lokasi berbeda. “Kemudian 600 orang yang masih di sana ini kurang lebih, ada satu dari saudara kita yang hadir di sini itu bergabung dengan 40 orang warga negara kita. Ada satunya lagi 30 orang. Jadi total kurang lebih 600 orang itu ada yang satu tim juga, tetapi tim-tim yang lain juga banyak di sana,” ujarnya.

Ia menambahkan, jaringan yang mempekerjakan para WNI tersebut dikendalikan oleh pihak asing, khususnya dari China. “Kebetulan bosnya adalah dari luar negeri juga, dari China. Tidak dari warga lokal Kamboja,” kata Irhamni.

Ke depan, Polri berharap data mengenai sekitar 600 WNI itu dapat dihimpun secara lengkap, mulai dari asal daerah, kondisi, hingga lokasi dan jenis pekerjaan mereka di Kamboja. “Harapannya ke depan, data 600 orang itu lengkap. Dari mana asalnya, bagaimana kondisinya di sana, kemudian bekerja di mana, lengkap sekali,” ujarnya.

Polri Ingatkan Bahaya TPPO Berkedok Gaji Tinggi

Kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) masih terus terjadi. Kabareskrim Polri Komjen Pol. Syahardiantono menilai masih banyak warga yang mudah tergiur janji kerja bergaji tinggi ke luar negeri, padahal berujung penipuan.

Syahardiantono mengatakan kondisi tersebut menjadi tantangan serius bagi aparat penegak hukum. “Ya itulah situasi yang harus kita hadapi. Apalagi tadi disampaikan masih ada beberapa TKI kita di sana. Inilah tantangan kita,” kata Syahardiantono usai konferensi pers pemulangan sembilan WNI korban TPPO di Bareskrim Polri, Jumat (26/12).

Menurut dia, modus yang digunakan para pelaku TPPO umumnya berawal dari penipuan dengan iming-iming gaji tinggi dan pekerjaan yang menjanjikan. Namun, kenyataannya jauh dari apa yang dijanjikan. “Jadi ya masih banyak yang mudah tergiur, tertipu. Ini sebenarnya kan awal mulanya dari modus menipu. Modus menipu dengan janji pekerjaan dan gaji yang tinggi, segala macam,” ujarnya.

“Tapi akhirnya di sana tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan. Gajinya juga tidak besar, tidak sesuai dengan janji pekerjaannya,” sambungnya, menekankan pentingnya kewaspadaan masyarakat terhadap tawaran kerja yang tidak realistis.

Advertisement
Mureks