Dampak banjir yang melanda sejumlah wilayah Aceh sejak akhir November memaksa ratusan siswa Sekolah Rakyat (SR) di tiga kabupaten dipulangkan sementara. Sebanyak 225 siswa dari Sekolah Rakyat Terintegrasi (SRT) 25 Bireuen, Sekolah Menengah Rakyat (SMR) 33 Lhokseumawe, dan SRT 26 Pidie Jaya harus meninggalkan sekolah demi keselamatan dan kumpul bersama keluarga.
Keputusan pemulangan ini diambil menyusul keterbatasan logistik, terputusnya akses transportasi, serta meningkatnya risiko keselamatan bagi para siswa dan pendidik. Kondisi darurat bencana yang ditetapkan Bupati Bireuen menjadi dasar pengajuan pemulangan sementara kepada Pusdiklatbangprof melalui PPK.
Akses Sulit, Stok Menipis di Bireuen
Di SRT 25 Bireuen, hujan deras berhari-hari membuat akses menuju sekolah hampir tidak dapat dilalui. Kepala Sekolah Nidia Fitri mengungkapkan, orang tua yang khawatir sempat mencoba menjemput anak-anak, namun banjir yang kian meninggi dan pemadaman listrik hingga lima hari mempersulit upaya tersebut.
“Awalnya kami tahan karena banyak akses jalan yang putus dan sebagian orang tua justru berada di pengungsian,” ujar Nidia, Rabu (10/12/2025).
Situasi memburuk setelah seminggu pasca-banjir. Wali asuh yang biasanya menetap di sekolah turut terdampak. Kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) menyulitkan guru untuk datang, sementara harga bahan makanan melonjak drastis hingga stok persediaan tidak mencukupi. Beberapa siswa harus diseberangkan satu per satu melewati jembatan patah untuk mencapai titik aman.
Meskipun bangunan sekolah dilaporkan aman, Dinas Pendidikan setempat meliburkan kegiatan belajar hingga 20 Desember. Sebanyak 72 rumah siswa serta 18 rumah guru dan tenaga kependidikan terdampak banjir.
Vendor Makanan Tak Mampu di Lhokseumawe
Kondisi serupa terjadi di SMR 33 Lhokseumawe, di mana pemulangan sementara dilakukan karena vendor permakanan tidak lagi mampu menyediakan bahan makanan akibat kelangkaan pasokan.
“Karena waktu bencana terjadi, vendor makanan tidak sanggup menyediakan makanan. Bahannya langka dan mahal,” jelas Kepala Sekolah Ayadi.
Meskipun listrik masih sering padam, siswa dijadwalkan kembali pada 11 Desember dan sekolah tetap berkomitmen menggelar ujian pada 15 Desember. Genset bantuan dari Kementerian Sosial (Kemensos) tertahan di Bireuen akibat jembatan putus.
“Alhamdulillah di SR aman, hanya ada 33 orang tua siswa yang terdampak, serta enam guru dan satu tendik,” ujar Ayadi.
Banjir Bandang Menerjang Pidie Jaya
Di SRT 26 Pidie Jaya, hujan tak henti sejak 21 November disusul banjir bandang pada 26 November. Kepala Sekolah Dewi Juliana menuturkan, sejumlah orang tua yang datang menjemput anak justru mendapati rumah mereka terdampak parah.
“Selama banjir, wali asuh tidak masuk sekolah karena rumah mereka juga kena banjir bandang, dan guru menggantikan posisi wali asuh,” ungkap Dewi.
Setelah seminggu, kondisi memburuk dengan listrik padam total, jaringan internet terputus, dan vendor permakanan tidak mampu menyalurkan bahan masakan karena kelangkaan dan lonjakan harga, termasuk gas dan telur.
Setelah berkoordinasi dengan Dinas Sosial dan PPK, seluruh siswa dipulangkan. Guru-guru melakukan kunjungan rumah (home visit) untuk memastikan kondisi siswa, banyak di antaranya yang emosional dan ingin segera berkumpul dengan orang tua.
Kemensos RI terus berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk memastikan kebutuhan dasar siswa terpenuhi selama pemulangan sementara. Kegiatan belajar direncanakan kembali setelah situasi stabil dan logistik memadai.






