Badan Legislasi (Baleg) DPR RI memastikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materi Undang-Undang Hak Cipta akan disesuaikan dalam pembahasan revisi UU Hak Cipta. Penyesuaian ini bertujuan untuk menciptakan kepastian hukum, khususnya mengenai pembayaran royalti bagi para pencipta.
Wakil Ketua Baleg DPR RI, Martin Manurung, menegaskan bahwa putusan MK tersebut akan menjadi agenda utama dalam rapat Panitia Kerja (Panja) RUU Hak Cipta. “Ya pasti (putusan MK) akan dibahas atau diharmonisasi saat rapat Panja RUU Hak Cipta nanti,” kata Martin kepada wartawan di Jakarta, Kamis (18/12/2025).
Meski demikian, Martin belum dapat memberikan target pasti kapan RUU Hak Cipta akan rampung. Ia berharap draf revisi undang-undang ini dapat segera dibawa ke rapat paripurna DPR sebagai hak inisiatif DPR pada masa sidang berikutnya.
Lebih lanjut, Martin mengungkapkan bahwa pembahasan RUU Hak Cipta masih menghadapi sejumlah substansi krusial yang memerlukan format pengaturan yang tepat. Salah satu fokus utamanya adalah adaptasi terhadap perkembangan teknologi yang belum terakomodasi secara memadai dalam UU Hak Cipta yang berlaku saat ini.
“Ya masih kita cari format-format pengaturan yang tepat, misalnya soal artificial intelligence, pengaturan untuk digital platform, dan lain-lain, yang dalam UU existing masih belum diatur sesuai perkembangan zaman,” jelas Martin. Ia menambahkan, “Juga pengaturan royalti hak cipta di luar industri musik. Ini masih kita harus rumuskan. Hak Cipta kan bukan hanya soal lagu atau industri musik saja.”
Putusan MK Tegaskan Penyelenggara Pertunjukan Wajib Bayar Royalti
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi telah mengabulkan sebagian gugatan uji materi Undang-Undang Hak Cipta yang diajukan oleh sejumlah musisi. Putusan MK ini mengubah beberapa pasal dalam UU Hak Cipta, salah satunya menegaskan pihak yang bertanggung jawab atas pembayaran royalti.
MK dalam putusannya menyebutkan bahwa suatu pertunjukan pada prinsipnya melibatkan dua pihak utama, yakni penyelenggara pertunjukan dan pelaku pertunjukan. Mahkamah menilai frasa ‘setiap orang’ dalam Pasal 23 ayat (5) UU Hak Cipta berpotensi menimbulkan multitafsir dan ketidakpastian hukum mengenai siapa yang seharusnya membayarkan royalti, karena dapat ditafsirkan sebagai siapa pun yang terlibat dalam pertunjukan tersebut.
Mahkamah berpendapat bahwa keuntungan dari suatu pertunjukan komersial salah satunya ditentukan oleh jumlah penjualan tiket. Pihak yang memiliki pengetahuan dan kendali penuh atas penjualan tiket tersebut adalah penyelenggara pertunjukan.
Hakim MK Enny menegaskan, “Oleh karena itu, menurut Mahkamah, pihak yang seharusnya membayar royalti kepada pencipta atau pemegang hak cipta melalui LMK (Lembaga Manajemen Kolektif) ketika dilakukan penggunaan ciptaan dalam suatu pertunjukan secara komersial adalah pihak penyelenggara pertunjukan.”






