Pemerintah Indonesia tengah serius mengkaji konsep Work From Mall (WFM) sebagai bagian integral dari kebijakan Work From Anywhere (WFA). Gagasan ini muncul untuk memanfaatkan pusat perbelanjaan sebagai lokasi kerja alternatif, seiring dengan pergeseran pola kerja yang semakin fleksibel di era digital.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan wacana ini saat meninjau persiapan program WFA dan Belanja di Indonesia Saja (BINA) Great Sale 2025 di Pondok Indah Mall, Jakarta Selatan, pada Jumat (26/12). Menurut Airlangga, tren generasi muda, khususnya pekerja lepas dan pelaku ekonomi digital, tidak lagi terikat pada ruang kerja konvensional.
Pantau terus artikel terbaru dan terupdate hanya di mureks.co.id!
Airlangga mendorong Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (HIPPINDO) untuk berperan aktif dalam menyediakan fasilitas kerja di mal. “Nah gig economy kita tahu basisnya adalah anak muda yang work-nya from everywhere and from anywhere. Jadi itu yang kita dorong karena itu bisa disediakan oleh HIPPINDO untuk menyediakan workstation,” ujar Airlangga.
Ia menjelaskan bahwa penguatan ekonomi melalui pengembangan gig economy, yang melibatkan sektor digital dan pekerja lepas, menjadi dasar konsep WFM. Model ini dinilai sejalan dengan kebutuhan kelompok tersebut.
“Jadi ini adalah kolaborasi antara pemerintahan daerah dan pusat. Pusat nanti menyediakan mentornya, di mana gig economy itu anak muda disediakan untuk meja, wifi, dan kopinya disediakan mereka silahkan berkreasi selama 1 tahun,” jelas Airlangga. Ia menambahkan bahwa model ini memungkinkan mal menyediakan ruang kerja yang sesuai dengan gaya hidup masyarakat urban. “Nah itu bisa diadopsi di berbagai mall karena itu cocok dengan lifestyle yang ada di mall,” tambahnya.
Pusat Belanja Sambut Positif, Siap Beradaptasi
Respons positif datang dari Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APBI) Daerah Istimewa Yogyakarta. Ketua APBI DIY, Surya Ananta, menilai konsep WFM sejalan dengan evolusi fungsi pusat perbelanjaan yang kini melampaui sekadar aktivitas belanja.
Surya menjelaskan bahwa mal telah bertransformasi menjadi ruang publik multifungsi, mencakup hiburan, kuliner, hingga tempat pertemuan informal. “Kalau kami secara pengelolaan mal, kami menyambutnya positif, ya, karena kepentingan masyarakat sekarang ke mal itu tidak terbatas hanya belanja,” tutur Surya kepada Suara.com, pada Senin (29/12).
Menurut Surya, aktivitas bekerja dan pertemuan informal sebenarnya telah lama menjadi bagian dari kehidupan di pusat perbelanjaan, terutama di area restoran dan kafe. Oleh karena itu, program WFM dianggap dapat memperkuat praktik yang sudah berjalan secara alami. “Memang sementara ini sudah berjalan ke arah sana, sih. Kalau diarahkan ke work from mall, itu silakan, karena dampaknya juga positif,” lanjutnya.
Kesiapan pusat perbelanjaan di Yogyakarta, kata Surya, cukup baik mengingat karakter pekerjaan yang semakin fleksibel dan berbasis perangkat digital. Dukungan yang lebih krusial adalah penguatan fasilitas penunjang. “Mungkin punya sitting area yang cukup sesuai, dilengkapi dengan charging segala macam. Nah, selama itu terpenuhi, ya fasilitas itu ada, menurut saya sih siap-siap saja,” ucapnya.
Ia juga menyoroti keunggulan pusat perbelanjaan dari sisi kenyamanan, seperti pendingin ruangan, ketersediaan parkir, serta kemudahan menjamu klien, yang dinilai sangat mendukung implementasi konsep WFM.






