Lifestyle

Ulama Jelaskan Hukum Berdoa Setelah Sholat Pakai Bahasa Indonesia: Mana yang Diperbolehkan?

Advertisement

Setelah menunaikan salat wajib, umat Islam umumnya melanjutkan dengan memanjatkan doa kepada Allah SWT. Namun, pertanyaan mengenai kebolehan berdoa setelah salat menggunakan bahasa Indonesia kerap muncul di kalangan masyarakat.

Allah SWT sendiri menganjurkan hamba-Nya untuk berdoa dengan sungguh-sungguh. Perintah ini termaktub dalam Al-Quran surah Al-Furqan ayat 77:

Pantau terus artikel terbaru dan terupdate hanya di mureks.co.id!

قُلْ مَا يَعْبَؤُا بِكُمْ رَبِّيْ لَوْلَا دُعَاۤؤُكُمْۚ فَقَدْ كَذَّبْتُمْ فَسَوْفَ يَكُوْنُ لِزَامًا

Qul mā ya’ba’u bikum rabbī lau lā du’ā’ukum, faqad każżabtum fa saufa yakūnu lizāmā(n).

Artinya: “Katakanlah (Nabi Muhammad kepada orang-orang musyrik), ‘Tuhanku tidak akan mengindahkanmu kalau tidak karena ibadahmu. Padahal, sungguh kamu telah mendustakan-Nya? Oleh karena itu, kelak (azab) pasti (menimpamu).'”

Lalu, bagaimana hukumnya jika seorang muslim berdoa setelah salat menggunakan bahasa Indonesia? Berikut adalah penjelasannya berdasarkan pandangan ulama.

Hukum Berdoa Setelah Salat dengan Bahasa Indonesia

Menurut M. Khalilurrahman Al Mahfani dalam buku Pintar Shalat, waktu setelah salat wajib merupakan salah satu waktu yang mustajab untuk berdoa. Berdoa setelah salat dengan menggunakan bahasa Indonesia diperbolehkan dalam Islam. Doa tidak harus selalu dilafalkan dalam bahasa Arab.

Ini berarti, seseorang dapat berdoa menggunakan bahasa yang dipahaminya, asalkan doa tersebut dipanjatkan dengan sungguh-sungguh dan memahami maknanya. Doa merupakan bentuk pujian kepada Allah SWT dan kecintaan kepada Rasulullah SAW.

Advertisement

Perbedaan Pendapat Ulama tentang Doa Berbahasa Indonesia dalam Salat

Berbeda dengan doa setelah salat, penggunaan bahasa selain Arab saat berdoa di dalam salat memicu perbedaan pendapat di kalangan ulama. Imam Abu Wafa dalam buku Panduan Sholat Rasulullah 1 menjelaskan bahwa sebagian ulama mengharamkannya, sebagian memakruhkannya, dan sebagian lain membolehkannya, terutama bagi orang yang tidak mampu berbahasa Arab.

  • Ulama Mazhab Hanafi berpendapat bahwa berdoa di dalam salat dengan bahasa selain Arab hukumnya makruh. Pendapat ini didasarkan pada riwayat bahwa Umar bin Khattab RA melarang penggunaan bahasa selain Arab. Makruh yang dimaksud adalah makruh tanzihiyyah, yaitu perbuatan yang sebaiknya ditinggalkan, tetapi tidak berdosa jika dilakukan.
  • Ulama Mazhab Maliki berpendapat bahwa berdoa di dalam salat dengan bahasa selain Arab hukumnya haram.
  • Ulama Mazhab Syafi’i membedakan hukum doa menjadi dua jenis, yaitu doa yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadits, serta doa yang tidak berasal dari keduanya.

Doa yang Bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits:

  • Pendapat pertama: Diperbolehkan menggunakan bahasa selain Arab bagi orang yang tidak mampu berbahasa Arab, tetapi tidak diperbolehkan bagi orang yang mahir. Jika orang yang mahir tetap melakukannya, salatnya dianggap batal.
  • Pendapat kedua: Membolehkan penggunaan bahasa selain Arab bagi siapa pun.
  • Pendapat ketiga: Melarangnya secara mutlak karena tidak termasuk keadaan darurat.

Doa yang Tidak Bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits:

Mayoritas ulama Syafi’iyah berpendapat tidak boleh menggunakan bahasa selain Arab di dalam salat.

Namun, untuk bacaan zikir lain seperti tasyahud awal, salawat kepada Nabi Muhammad SAW, qunut, tasbih saat rukuk dan sujud, serta takbir perpindahan gerakan, terdapat pendapat yang membolehkan membacanya dengan terjemahan bagi orang yang tidak mampu berbahasa Arab.

Bahkan, bagi orang yang dibolehkan berdoa dengan bahasa selain Arab, doa tersebut boleh menggunakan bahasa yang dipahami sehari-hari, selama isinya baik, tidak mengandung permusuhan, tidak mengarah pada perbuatan dosa, dan tidak memutuskan silaturahmi.

Adab-adab dalam Berdoa Sesuai Ajaran Islam

KH Ahmadi Isa dalam buku Doa-Doa Pilihan menjelaskan bahwa berdoa memiliki adab-adab tertentu yang disusun oleh Imam Asy-Syaukani dalam kitab Tuhfah Az-Zakirin sebagai pedoman bagi umat Islam. Berikut adalah adab-adab tersebut:

  • Menjauhi perkara haram, baik dalam hal makanan, minuman, maupun pakaian. Kehidupan yang dipenuhi kemaksiatan dapat menjadi sebab doa tidak dikabulkan oleh Allah SWT.
  • Berdoa dengan penuh keikhlasan, semata-mata mengharapkan ridha Allah SWT.
  • Menyebutkan amal saleh sebagai perantara doa. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim tentang tiga orang yang terkurung di dalam gua. Masing-masing berdoa dengan menyebut amal saleh mereka, seperti berbakti kepada orang tua, ketakwaan kepada Allah SWT, dan kejujuran, hingga akhirnya Allah SWT menyelamatkan mereka.
  • Berwudhu dan melaksanakan salat dua rakaat sebelum berdoa. Rasulullah SAW bersabda, “Nabi Muhammad SAW pernah menerangkan bahwa barang siapa yang berwudhu dengan sempurna, lalu dia melakukan sholat dua rakaat. Kemudian, dia berdoa kepada Tuhannya, niscaya doanya itu dikabulkan, baik dengan segera maupun lambat.” (HR. Tabrani dalam Al-Kahir dari Abu Daud)
  • Menghadap kiblat saat berdoa. Sebagaimana dicontohkan Rasulullah SAW ketika berdoa dalam perang Badar dan saat memohon hujan.
  • Mengawali dan menutup doa dengan pujian kepada Allah SWT serta salawat kepada Nabi Muhammad SAW.
  • Memilih waktu-waktu yang mustajab untuk berdoa.
  • Mengangkat kedua tangan sejajar bahu dengan telapak terbuka secara sopan, lalu mengusap wajah setelah selesai berdoa.
  • Berdoa dengan hati yang khusyuk, tenang, dan tunduk, serta tidak mengangkat pandangan ke langit.
  • Menyebut nama-nama Allah SWT (Asmaul Husna) dalam doa.
  • Menggunakan doa-doa yang diajarkan Rasulullah SAW atau yang terdapat dalam Al-Quran.
  • Mengucapkan doa dengan suara sedang, tidak terlalu keras dan tidak terlalu pelan agar tidak mengganggu orang lain.
  • Mengawali doa dengan pengakuan dosa dan permohonan ampun kepada Allah SWT.
  • Mendoakan diri sendiri terlebih dahulu sebelum mendoakan orang lain. Namun, tidak dianjurkan hanya mendoakan diri sendiri ketika berdoa bersama orang banyak.
  • Berdoa dengan sungguh-sungguh, penuh keseriusan, dan harapan agar doa dikabulkan.
  • Mengulang permohonan doa sebanyak tiga kali.
  • Tidak berdoa untuk perbuatan dosa, memutuskan silaturahmi, atau meminta sesuatu yang mustahil.
  • Mengucapkan amin bagi orang yang mendengar atau turut serta dalam doa yang dipanjatkan.

Waktu-waktu Mustajab untuk Berdoa Selain Setelah Salat

Masih merujuk pada buku Doa-Doa Pilihan, berikut ini beberapa waktu yang dianjurkan dan dikenal sebagai waktu mustajab untuk berdoa selain waktu setelah salat:

  • Malam Lailatul Qadar, yakni malam-malam ganjil pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadan.
  • Sepanjang bulan Ramadan, baik pada siang maupun malam hari.
  • Hari Arafah, yaitu tanggal 9 Dzulhijjah.
  • Malam Jumat dan siang hari Jumat.
  • Saat pelaksanaan salat Jumat, sejak imam duduk di mimbar hingga salat Jumat selesai. Dalam riwayat An-Nasa’i, Abu Daud, dan Al-Hakim dari Jabir RA disebutkan pula waktu mustajab lainnya, yaitu pada akhir waktu Asar di hari Jumat.
  • Waktu malam hari, terutama tengah malam, sepertiga akhir malam menjelang sahur, serta sepertiga awal malam.
  • Saat azan dan iqamah, termasuk waktu di antara keduanya.
  • Ketika berlangsung peperangan di jalan Allah (fi sabilillah).
  • Pada sujud terakhir dalam salat.
  • Saat membaca Al-Qur’an, terlebih setelah imam selesai membaca akhir Surah Al-Fatihah.
  • Ketika meminum air Zamzam.
  • Pada saat ayam berkokok.
  • Ketika umat Islam berkumpul dalam majelis zikir.
  • Saat memejamkan mata jenazah yang baru meninggal dunia.
  • Ketika hujan turun.
Advertisement
Mureks