Memberi dan menerima hadiah telah lama menjadi salah satu bentuk ekspresi kasih sayang dan perhatian yang universal. Aktivitas ini tidak hanya menciptakan kebahagiaan bagi kedua belah pihak, tetapi juga berfungsi sebagai jembatan untuk mempererat hubungan antar sesama.
Dalam ajaran Islam, praktik memberi hadiah sangat dianjurkan atau termasuk sunnah, karena diyakini dapat menumbuhkan rasa kasih sayang. Oleh karena itu, ketika seseorang menerima hadiah, seringkali muncul keinginan untuk membalas kebaikan tersebut. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, apakah hukum atau etika dalam Islam mewajibkan umatnya untuk membalas hadiah yang diterima?
Klik mureks.co.id untuk tahu artikel menarik lainnya!
Hukum Membalas Hadiah dalam Islam
Mengenai kebolehan membalas hadiah, Islam dengan tegas menyatakan bahwa hal tersebut tidak hanya diperbolehkan, tetapi juga sangat dianjurkan. Bahkan, umat Muslim didorong untuk membalas dengan hadiah yang lebih baik jika memiliki kemampuan, mengingat ini merupakan akhlak mulia Rasulullah SAW.
Islam mendorong umatnya untuk membalas hadiah sebagai bentuk penghargaan dan kebaikan. Balasan ini dapat diberikan segera atau ditunda hingga penerima memiliki kemampuan untuk memberikan hadiah serupa kepada orang lain.
Sebagaimana dikutip dari buku Kumpulan Hadits Canti Pilihan Jilid 2 oleh Yana Adam, anjuran ini diperkuat melalui kisah yang disampaikan oleh ‘Aisyah, yang menggambarkan bagaimana Rasulullah SAW menghargai pemberian dengan membalasnya:
وعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: “كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يَقْبَلُ الْهَدِيَّةَ، ويُثِيبُ عَلَيْهَا”. رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ.
“Dari Aisyah-radiallahu anhu-ia berkata: “Adalah Rasulullah-shallallahu alaihi wa sallam-suka menerima hadiah, dan membalasnya”. (HR. Al-Bukhari).
Hadits tersebut secara jelas menggambarkan kebiasaan mulia Rasulullah SAW dalam memperlakukan orang yang berbuat baik kepadanya. Ketika menerima hadiah, beliau tidak serta-merta menikmatinya begitu saja, melainkan berusaha membalasnya dengan pemberian yang setara. Sikap ini menunjukkan akhlak luhur beliau dalam menjaga hubungan baik dan menghargai kebaikan orang lain, memberikan teladan bahwa membalas hadiah adalah bentuk penghormatan terhadap pemberi.
Bahkan, dalam riwayat Ibnu Abi Syaibah disebutkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sering membalas hadiah dengan sesuatu yang lebih baik:
ويثيب عليها ما هو خير منها
“Dan Nabi membalas dengan hadiah yang lebih baik”. (H.R. Ibn Abi Syaibah).
Hal ini menegaskan bahwa beliau senantiasa berusaha membalas kebaikan dengan kebaikan yang lebih besar. Dari teladan tersebut, tampak bahwa Islam mengajarkan adab saling memberi sebagai cara untuk mempererat kasih sayang dan menjaga hubungan baik antar sesama.
Adab Menerima Hadiah Menurut Imam Al-Ghazali
Selain anjuran untuk membalas hadiah, Islam juga mengatur adab-adab yang perlu diperhatikan saat menerima pemberian. Dikutip dari Buku Putih Ihya Ulumuddin Imam Al-Ghazali oleh Syaikh Jamaluddin Al-Qasimi, terdapat tujuh adab penting ketika seseorang menerima hadiah:
آداب المهدى إليه: إظهار السرور بها وإن قلت ، والدعاء لصاحبها إذا غاب. والبشاشة إذا حضر ، والمكافأة إذا قدر ، والثناء عليه إذا أمكن ، وترك الخضوع له والتحفظ من ذهاب الدين معه ونفي الطمع معه ثانيا
Artinya: “Adab Pemberi Hadiah: memperlihatkan rasa gembira walaupun hadiahnya sedikit, segera mendoakan kebaikan atas diri pemberi ketika ia sudah pergi, menampakkan keceriaan saat berhadapan dengan sang pemberi, membalas jika mampu, memujinya jika mungkin, tidak tunduk kepadanya, menjaga jangan sampai pemberian tersebut mengakibatkan hilangnya agama dan jangan sampai berharap agar diberi hadiah lagi yang kedua kali dari orang yang sama.”
Berdasarkan kutipan Imam Al-Ghazali di atas, berikut adalah tujuh adab utama dalam menerima hadiah:
- Menampakkan Rasa Gembira
Penerima hadiah dianjurkan untuk menunjukkan rasa senang, meskipun nilai hadiah yang diterima kecil. Menolak atau menunjukkan kekecewaan dianggap tidak pantas karena dapat menyakiti pemberi dan menunjukkan kurangnya rasa syukur kepada Allah SWT.
- Mendoakan Pemberi Hadiah
Setelah pemberi hadiah pergi, penerima dianjurkan untuk mendoakan kebaikan baginya tanpa memandang besar kecilnya hadiah. Doa yang dipanjatkan diam-diam bahkan lebih utama, karena malaikat akan mendoakan hal serupa bagi orang yang berdoa.
- Menunjukkan Keceriaan di Hadapan Pemberi
Penerima hadiah hendaknya memperlihatkan ekspresi wajah yang ceria sebagai bentuk penghormatan kepada pemberi. Hal ini merupakan wujud dari kebahagiaan yang tulus, baik lahir maupun batin.
- Membalas Hadiah Jika Mampu
Jika memiliki kemampuan, dianjurkan untuk membalas hadiah dengan pemberian serupa sebagai bentuk penghargaan. Namun, jika tidak mampu, penerima tidak perlu memaksakan diri karena anjuran ini bersifat situasional dan tidak wajib.
- Memberikan Pujian yang Wajar
Penerima boleh memuji pemberi hadiah dengan ucapan yang sopan dan tidak berlebihan. Pujian yang berlebihan atau dibuat-buat tidak dianjurkan karena dapat menunjukkan sifat tamak atau tidak tulus.
- Tidak Tunduk karena Hadiah
Hadiah tidak boleh menjadi alasan bagi seseorang untuk tunduk atau mengikuti keinginan pemberi yang tidak benar. Sikap tunduk seperti ini dapat menyerupai gratifikasi atau suap, yang merupakan perbuatan terlarang dalam Islam.
- Menjaga Prinsip Agama dan Tidak Berharap Hadiah Lagi
Penerima harus memastikan bahwa hadiah tersebut tidak membuatnya melanggar nilai agama atau menjadikannya berharap pemberian berikutnya. Hadiah yang datang tanpa diminta harus diyakini sebagai rezeki dari Allah, sehingga penerima tetap menjaga ketakwaannya.






