Nasional

UAD Peringatkan: 1 dari 3 Remaja Indonesia Rentan Masalah Mental, Perguruan Tinggi Harus Berperan

Universitas Ahmad Dahlan (UAD) menyelenggarakan Seminar Nasional bertajuk “Pengembangan Potensi, Pencegahan, dan Penanganan Problem Kesehatan Mental Mahasiswa” pada Rabu, 17 Desember 2025. Kegiatan yang merupakan bagian dari rangkaian Milad ke-65 UAD ini menyoroti data mengkhawatirkan bahwa satu dari tiga remaja Indonesia usia 10-17 tahun mengalami masalah kesehatan mental. Seminar yang digelar di Ruang Amphitarium, Kampus 4 UAD, ini diikuti oleh sekitar 300 mahasiswa dari 20 perguruan tinggi di seluruh Indonesia.

Kepala Bidang Kemahasiswaan dan Alumni (Bimawa) UAD, Dr. Choirul Fajri, S.I.Kom., M.A., menegaskan pentingnya kesehatan mental sebagai fondasi bagi mahasiswa. Menurutnya, kondisi mental dan spiritual yang sehat akan sangat memengaruhi semangat belajar, produktivitas, serta kemampuan mahasiswa dalam menghadapi tantangan akademik dan kehidupan. “Kesehatan mental ini menjadi satu hal yang penting perlu kita perhatikan dan sebagai institusi perguruan tinggi kita memiliki tanggung jawab bersama, oleh karena itu Forum Bimawa Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) berkomitmen juga dengan seluruh perguruan tinggi yang ada di DIY untuk bersama sama memberikan pendampingan, penguatan kesehatan mental untuk mahasiswa di DIY,” tuturnya.

Dapatkan berita menarik lainnya di mureks.co.id.

Komitmen Perguruan Tinggi dalam Penguatan Kesehatan Mental

Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan UAD, Dr. Gatot Sugiharto, S.H., M.H., turut menyampaikan bahwa isu kesehatan mental mahasiswa adalah tanggung jawab kolektif perguruan tinggi. Ia menekankan komitmen Forum Bimawa DIY untuk memberikan pendampingan berkelanjutan. Lebih lanjut, UAD berencana meluncurkan hasil riset kesehatan mental mahasiswa di Yogyakarta, dengan tujuan menjadikan DIY sebagai rujukan nasional dalam penguatan kesehatan mental mahasiswa.

Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah V, Prof. Setyabudi Indartono, M.M., Ph.D., memaparkan data yang menunjukkan sekitar 15,5 juta remaja Indonesia berada dalam kondisi rentan masalah kesehatan mental. Angka ini, menurutnya, memerlukan sinergi kuat antara perguruan tinggi dan berbagai pemangku kepentingan untuk menyiapkan sumber daya manusia unggul menuju Indonesia Emas 2045. “Indonesia Emas 2045 digambarkan bahwa kita itu diharapkan sejajar dengan negara maju,” ujarnya.

Layanan Bimbingan dan Konseling sebagai Pilar Utama

Pada sesi materi, Dr. Beny Bandanadjaja, S.T., M.T., selaku Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan, menjelaskan urgensi layanan bimbingan dan konseling. Layanan ini berfungsi sebagai sarana komunikasi vital antara perguruan tinggi dan mahasiswa. Ia mengungkapkan bahwa satu dari tiga mahasiswa berpotensi mengalami kendala dalam proses pembelajaran yang dapat berdampak serius jika tidak ditangani secara tepat.

Materi selanjutnya disampaikan oleh Fathur Rahman, S.Pd., M.Si., Sekretaris Jenderal (Sekjen) Pengurus Besar (PB) Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN). Ia menekankan pentingnya integrasi layanan bimbingan dan konseling dalam sistem kepenasihatan akademik. Pendekatan inklusif ini, menurutnya, akan memperluas akses mahasiswa terhadap layanan pendampingan, mengingat tidak semua mahasiswa mampu menjangkau layanan konseling formal.

Membangun Ketangguhan dan Perencanaan Masa Depan Mahasiswa

Prof. Ahmad Muttaqin, S.Ag., M.Ag., M.A., Ph.D., dari Badan Pembina Harian (BPH) UAD, mengajak mahasiswa untuk menjadi pribadi yang tangguh dan berdaya. Ia menekankan pentingnya sikap positif serta keteguhan hati agar mahasiswa tidak mudah menyerah dalam menghadapi berbagai tekanan. Pesan ini diperkuat melalui kutipan QS. At-Taubah ayat 40 dan QS. Ar-Ra’d ayat 28, yang menegaskan pentingnya keyakinan, ketenangan batin, dan kedekatan spiritual dalam menghadapi kesulitan hidup.

Prof. Ahmad juga menyoroti pentingnya perencanaan masa depan. Ia menyampaikan bahwa masa depan adalah milik mereka yang mempersiapkannya sejak hari ini. Menurutnya, perencanaan yang baik di masa kini merupakan separuh dari keberhasilan. Mahasiswa didorong untuk menjadi pelopor kebaikan sekaligus inovator yang mampu memberikan kontribusi positif bagi lingkungan sekitar. Ia menegaskan bahwa mahasiswa yang berdaya adalah mereka yang memiliki keseimbangan antara karakter atau soft skills, kapabilitas atau kapasitas diri, serta kompetensi berupa hard skills.

Faktor Pemicu dan Penanganan Komprehensif Kesehatan Mental

Sementara itu, Prof. Dr. Dody Hartanto, M.Pd., Ketua Ikatan Bimbingan dan Konseling Perguruan Tinggi ABKIN, memaparkan urgensi penanganan kesehatan mental mahasiswa secara komprehensif. Ia mengungkapkan bahwa sekitar 34,9 persen remaja usia 10–17 tahun di Indonesia mengalami masalah kesehatan mental. Faktor utama yang memengaruhi kondisi tersebut antara lain tekanan akademik, ekspektasi keluarga, konflik rumah tangga, serta tekanan media sosial.

Ia menjelaskan bahwa stres yang dialami remaja dan mahasiswa berdampak pada berbagai aspek kehidupan. Dampak tersebut meliputi penurunan prestasi akademik, gangguan emosi sehari-hari, hingga terganggunya hubungan sosial. Dalam paparannya, ditampilkan pula keterkaitan antara berbagai persoalan mahasiswa di perguruan tinggi dengan pembentukan identitas diri serta pengalaman masa kecil, termasuk permasalahan manajemen waktu serta munculnya kecemasan dan depresi. Hal ini menunjukkan bahwa permasalahan mahasiswa perlu ditangani secara menyeluruh dan berkelanjutan.

Menutup rangkaian seminar, Dr. Gatot Sugiharto, S.H., M.H., menyampaikan bahwa kegiatan ini mendapatkan apresiasi dari Bimawa tingkat nasional. Diskusi yang berlangsung dinilai mampu menjadi contoh praktik baik bagi perguruan tinggi dalam mengembangkan program penguatan kesehatan mental mahasiswa secara berkelanjutan.

Mureks