Serial horor fantasi Stranger Things telah menemani penggemarnya selama hampir satu dekade. Sepanjang perjalanannya, serial ini membangun mitologi yang kian rumit, bahkan hingga mencapai titik di mana penjelasannya terasa menguras energi. Namun, kumpulan episode terbaru sebelum babak final, yakni Stranger Things Musim Kelima Volume 2, berupaya keras untuk merangkum kompleksitas tersebut.
Konten episode-episode terbaru ini dapat dikategorikan menjadi tiga bagian utama. Pertama, adegan aksi yang penuh adrenalin dan menghibur, menjadi daya tarik utama bagi sebagian besar penonton. Kedua, dialog antar karakter yang dinilai kurang efektif, sering kali menghentikan alur cerita dan memicu adu emosi, padahal fokus seharusnya tertuju pada ancaman kiamat yang membayangi. Ketiga, dan yang paling menonjol, adalah porsi penjelasan yang sangat dominan, seperti yang diulas oleh The Guardian.
Dapatkan berita menarik lainnya di mureks.co.id.
Perlu diingat, Stranger Things mulanya dirancang sebagai serial tunggal. Namun, kesuksesan besar yang diraih memaksa Duffer Brothers, kreator serial ini, untuk terus mengembangkan dan menambahkan alur cerita baru. Akibatnya, kompleksitas narasi meningkat drastis, bahkan diperkirakan 40 persen dari durasi serial dihabiskan untuk karakter-karakter yang saling mengingatkan kembali detail-detail plot yang telah terjadi.
Tingkat kerumitan ini mencapai puncaknya pada episode kedua dari volume terbaru. Karakter yang diperankan oleh Maya Hawke bahkan harus menghentikan alur cerita untuk menjelaskan plot secara perlahan, lengkap dengan penggunaan properti, “seolah-olah berbicara kepada anak-anak.” Momen ini, menurut ulasan, “sama sekali tidak terlihat menghibur.”
Inti Konflik dan Ancaman Vecna
Di balik beberapa kekurangan, seperti para pemeran yang kini terlihat terlalu dewasa untuk karakter anak-anak yang mereka perankan, serial ini tetap mempertahankan daya tariknya. Namun, setiap detiknya terus menambahkan detail cerita yang semakin memperumit. Inti dari episode-episode ini mengungkap bahwa Upside Down, dimensi paralel jahat yang selama ini menjadi pusat cerita, ternyata bukanlah dimensi paralel sejati. Sebaliknya, ia adalah sebuah lubang cacing yang mengarah ke dimensi yang jauh lebih buruk.
Di tengah kerumitan ini, Vecna, antagonis utama yang digambarkan sebagai “perpaduan menarik antara Grinch dan cuplikan iklan pembersih usus yang tidak layak ditayangkan,” berambisi menghancurkan dimensi tersebut demi menguasai dunia.
Para pahlawan muda, atau “agak muda” mengingat “pemeran pria sekarang 90 persen adalah jakun,” harus menghadapi ancaman ini. Mereka tersebar di berbagai lokasi: sebagian di dunia nyata, sebagian di Upside Down, dan sebagian lagi bahkan di dunia ingatan rahasia yang tersembunyi di dalam Upside Down. Uniknya, ada dua karakter yang secara misterius terjebak dalam sebuah ruangan yang perlahan-lahan terisi yogurt.
Kekuatan Visual dan Emosional yang Memukau
Mengingat segala kerumitan tersebut, fakta bahwa serial ini tidak menjadi “tak tertahankan” adalah sebuah keajaiban tersendiri. Stranger Things, pada dasarnya, adalah salah satu serial yang “ketika semuanya berjalan ke arah yang benar, benar-benar luar biasa.” Ia menyajikan tontonan besar dan penuh aksi, di mana setiap elemen dimaksimalkan hingga tingkat tertinggi.
Adegan aksinya dikoreografikan dengan indah, nuansa nostalgia tetap sangat efektif, dan intensitas emosi jarang sekali turun di bawah tingkat opera. “Dari detik ke detik, Stranger Things sungguh menakjubkan,” demikian ulasan tersebut menyimpulkan.
Strategi Rilis dan Kritik Terhadap Inkonsistensi
Namun, strategi rilis musim kelima yang memberikan jeda waktu antar episode justru menjadi kelemahan. Jeda ini memungkinkan penonton untuk berpikir dan menerapkan logika pada alur cerita, yang pada akhirnya “semuanya langsung berantakan.” Penonton akan menyadari bahwa hampir setiap karakter mengalami perubahan tingkat kecerdasan, menjadi lebih pintar atau kurang pintar, sesuai dengan tuntutan alur cerita.
Selain itu, evaluasi terhadap jumlah karakter menunjukkan bahwa “lebih dari setengahnya secara dramatis tidak diperlukan.” Kritik juga muncul terkait penampilan para pemeran anak-anak yang “terlihat tua dan lelah,” serta “pengabaian Winona Ryder tidak dapat dimaafkan.”
Perbandingan dengan Serial Ikonik Lain dan Tantangan Final
Berbeda dengan serial drama ikonik lainnya yang cenderung menyederhanakan narasi di tahap akhir, Stranger Things mengambil jalur yang berbeda. Serial seperti Breaking Bad, misalnya, memangkas elemen yang tidak perlu untuk memfokuskan episode terakhir pada penyelesaian dendam Walter White. Demikian pula The Sopranos, yang secara sistematis menyingkirkan karakter untuk mempersiapkan penonton pada nasib Tony di episode final. Bahkan Mad Men pun mengesampingkan citra industri periklanan demi konsentrasi pada kehancuran pribadi dan rehabilitasi Don Draper.
Namun, pendekatan ini tidak terlihat pada Stranger Things.
Episode final Stranger Things dihadapkan pada segudang tugas yang harus diselesaikan. Vecna harus dikalahkan, anak-anak harus diselamatkan, dan dunia harus diselamatkan. Para ilmuwan jahat, yang menjadi pemicu awal semua kekacauan ini, juga harus dihentikan. Setelah semua konflik besar ini teratasi, serial ini masih harus menemukan “penyelesaian emosional yang meyakinkan dan berbeda” untuk, jika dihitung dengan cermat, “17 karakter.”
Volume pekerjaan yang begitu besar dalam waktu yang terbatas menimbulkan pertanyaan besar tentang bagaimana Duffer Brothers dapat membungkus cerita yang begitu luas dan kompleks ini dengan memuaskan. Meskipun demikian, seperti yang diungkapkan dalam ulasan, “hal-hal yang lebih aneh pun pernah terjadi. Mari kita bahas lagi minggu depan.”






