Tren

Ruben Amorim dan Evolusi Manchester United: Antara Kemenangan, Pertahanan Solid, dan Hilangnya Kontrol di Laga Krusial

Proyek Ruben Amorim di Manchester United perlahan mulai menunjukkan bentuknya. Sejak kedatangannya pada November 2024, perubahan struktur permainan mulai terlihat, diiringi dengan hasil positif, termasuk kemenangan tipis atas Newcastle United di Old Trafford pada Sabtu, 27 Desember 2025.

Namun, di balik capaian tersebut, ada satu isu yang terus berulang dan menjadi sorotan: Manchester United masih kesulitan mengontrol pertandingan, terutama ketika sudah unggul dan dipaksa bertahan dalam waktu lama. Amorim sendiri menyadari tantangan ini, menilai bahwa fondasi tim sudah mulai terbentuk, tetapi evolusi skuadnya belum sepenuhnya selesai.

Simak artikel informatif lainnya hanya di mureks.co.id.

Filosofi Evolusi Amorim: Bukan Sekadar Mengubah Formasi

Amorim menegaskan bahwa perubahan tidak akan terjadi secara instan. Dalam sebuah konferensi pers pada September, ia pernah mengibaratkan pergantian sistem seperti “Paus yang diminta mengubah keyakinan,” sebuah metafora yang menekankan pentingnya proses dan tahapan. Menurutnya, evolusi adalah keniscayaan, namun setiap langkah harus diperhitungkan dampaknya terhadap tim secara menyeluruh.

Pendekatan ini tercermin dalam fleksibilitas taktik Manchester United. Meski dikenal dengan sistem tiga bek, Amorim tidak kaku. Struktur permainan bisa berubah sesuai fase laga, mulai dari build-up, pressing tinggi, hingga bertahan dalam blok rendah.

Variasi Bentuk Taktik Manchester United

Di atas kertas, Manchester United sering terlihat menggunakan tiga bek. Namun, dalam praktiknya, bentuk tim kerap bergeser. Dalam beberapa laga awal, United bahkan menekan lawan dengan struktur 4-4-2. Melawan Bournemouth, misalnya, Amad tampil lebih tinggi dibandingkan Diogo Dalot dalam skema menyerupai 3-4-3 yang timpang.

Saat menang 1-0 atas Newcastle United, struktur menyerupai 4-2-3-1 terlihat jelas ketika United menguasai bola, dengan Matheus Cunha bergerak bebas dari sisi kiri. Perubahan paling mencolok justru muncul saat bertahan di blok menengah. Dalam beberapa laga terakhir, United meninggalkan pola lima bek, sempat bertahan dengan 4-4-2, 4-3-3, hingga 4-2-3-1, tergantung lawan dan konteks pertandingan.

Disiplin Bertahan di Babak Pertama Melawan Newcastle

Keputusan Amorim menggunakan struktur 4-2-3-1 saat bertahan melawan Newcastle bukan tanpa alasan. Tiga gelandang lawan dikenal agresif dan dinamis, sehingga United memilih pendekatan penjagaan ketat. Di babak pertama, Mason Mount, Manuel Ugarte, dan Casemiro bekerja disiplin. Mereka menempel pergerakan Bruno Guimaraes, Jacob Ramsey, dan Sandro Tonali, sementara Lisandro Martinez atau Ayden Heaven naik menekan penyerang lawan yang turun ke tengah.

Pendekatan ini terbukti efektif. Newcastle kesulitan menemukan ruang di antara lini, dan ancaman mereka sebagian besar bisa diredam. Bahkan ketika lini belakang United harus bergeser akibat overload di sisi sayap, Casemiro dan Ugarte sigap menutup celah. Dari sisi defensif, babak pertama itu menjadi salah satu penampilan terbaik Manchester United di era Amorim.

Babak Kedua: Ketika Kontrol Mulai Hilang

Masalah muncul setelah jeda. Intensitas bertahan yang tinggi mulai menggerus stamina dan konsentrasi. Amorim melakukan pergantian dengan memasukkan Joshua Zirkzee dan Leny Yoro, sambil mengubah profil pemain sayap untuk menahan tekanan dari sisi lapangan. Dalot didorong lebih tinggi di kanan, sementara Patrick Dorgu berpindah ke kiri, bertujuan memberikan perlindungan ekstra bagi bek sayap menghadapi ancaman lebar Newcastle.

Sayangnya, seiring waktu, United mulai kehilangan kendali. Gelandang Newcastle tidak lagi dijaga seketat babak pertama. Pergerakan tanpa bola Guimaraes dan Tonali menciptakan ruang, terutama di 10 menit terakhir, ketika United bertahan sangat dalam. Amorim mengakui situasi itu selepas laga. Ia menilai timnya “harus menderita lebih banyak dibandingkan pertandingan lain,” meski ada kepuasan melihat para pemain rela mengorbankan tubuh demi menghalau setiap bola.

Dalam pandangan Amorim, kunci persoalan ada pada satu kata: “kontrol.” Minimnya penguasaan bola di babak kedua memaksa Manchester United terus bertahan, kondisi yang cepat menguras tenaga dan fokus para pemain.

Mureks