Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal (SEF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu mengumumkan rencana evaluasi kebijakan restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Langkah ini diambil menyusul beban signifikan yang ditimbulkan oleh pengembalian pajak terhadap penerimaan negara.
Data Kemenkeu menunjukkan, total restitusi pajak telah mencapai Rp 351,05 triliun per November 2025, melonjak 35,5% dibandingkan periode sebelumnya. Dari jumlah tersebut, restitusi terbesar berasal dari PPN dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) yang mencapai Rp 247,1 triliun.
Klik mureks.co.id untuk tahu artikel menarik lainnya!
Febrio mengakui bahwa PPN komoditas ekspor batu bara menjadi penyumbang dominan dalam angka restitusi tersebut. “Restitusi itu menurut peraturan perundang-undangan yang ada itu jelas adalah haknya WP (wajib pajak). Jadi itu harus di-honor (dihormati) sudah pasti. Nah, tapi kan kemudian kita lihat dari waktu ke waktu evaluasi kebijakannya,” ujar Febrio, saat ditemui usai Sidang Debottlenecking di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Selasa (23/12/2025).
Febrio menegaskan bahwa evaluasi akan difokuskan pada kebijakan secara keseluruhan, bukan pada permohonan restitusi per wajib pajak. “Nanti kita laporkan lagi perkembangannya gitu ya. Jadi yang dievaluasi itu lebih ke polisinya bukan permohonan restitusi per WP,” tambahnya.
Kondisi ini, menurut Febrio, merupakan konsekuensi dari Undang-Undang Cipta Kerja yang menghapuskan PPN untuk batu bara yang diekspor. Kebijakan ini, meskipun masih menyisakan Pajak Penghasilan (PPH), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan PPN untuk transaksi domestik, namun secara signifikan membatasi penerimaan pajak negara.
“Bahwa masih ada PPH betul, ada PBB, ada PPN betul. Tetapi karena ada restitusinya itu membuat penerimaan pajaknya jadi relatif terbatas,” jelas Febrio.
Untuk mengimbangi penurunan penerimaan ini, pemerintah berharap pada kebijakan bea keluar batu bara yang rencananya akan diterapkan mulai tahun depan. Febrio juga mengungkapkan bahwa pemerintah telah berdiskusi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terkait isu restitusi dan bea keluar batu bara ini.






