Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan pemerintah telah mengalokasikan sejumlah dana dan menyiapkan berbagai kebijakan fiskal untuk penanganan dampak bencana banjir lumpur dan gelondongan kayu di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Langkah ini diambil untuk mempercepat pemulihan pascabencana di tiga provinsi tersebut.
Alokasi Dana Darurat dan Anggaran APBN 2026
Purbaya menjelaskan, pencairan dana awal telah dilakukan dalam bentuk Dana Kemasyarakatan Presiden senilai Rp 268 miliar. Dana ini terbagi untuk tiga provinsi sebesar Rp 20 miliar, serta masing-masing Rp 4 miliar untuk 52 kabupaten atau kota terdampak. “Ini program Pak Presiden, Rp 4 miliar per kabupaten atau kota. Itu sudah dicairkan semua,” kata Purbaya pada Selasa (30/12/2025).
Klik mureks.co.id untuk tahu artikel menarik lainnya!
Selain itu, pemerintah juga menyediakan dana siap pakai bencana yang dialokasikan kepada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebesar Rp 1,51 triliun. Dana ini dapat segera dicairkan untuk kebutuhan mendesak. “Jadi kalau besok atau hari ini BNPB mengajukan ke kami untuk pembayaran utang jembatan misalnya, besok bisa cair,” tegas Purbaya. Ia menekankan pentingnya percepatan pencairan. “Jadi uangnya ada, tinggal dipercepat kalau bisa hari ini, hari ini pak, jangan sampai tahun depan. Tahun depan beda lagi, jangan hangus tahun ini,” paparnya.
Untuk tahun anggaran 2026, pemerintah telah menyiapkan dana senilai Rp 51 triliun khusus untuk rekonstruksi di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Tambahan dana juga dialokasikan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp 1,63 triliun untuk daerah terdampak bencana. “Untuk pemanfaatan APBN 2026 untuk pembangunan kembali daerah terdampak estimasinya Rp 51 triliun, jadi kami sudah alokasikan itu,” ungkap Purbaya.
Pelonggaran Transfer ke Daerah (TKD)
Purbaya memastikan bahwa anggaran Transfer ke Daerah (TKD) khusus untuk pemerintah daerah di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat tidak akan dipangkas pada tahun 2026. Keputusan ini merupakan bentuk dukungan pemerintah pusat agar pemda dapat fokus pada rehabilitasi dan pembangunan kembali infrastruktur yang rusak pascabencana.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menambahkan, TKD sebesar Rp 43,8 triliun untuk tiga provinsi tersebut akan diberikan secara cepat tanpa syarat penyaluran. “Kami memahami teman-teman di Pemda membutuhkan gerak cepat. Jangan sampai terkendala administrasi, Jadi, total TKD tanpa syarat salur di 2026 adalah sebesar Rp43,8 triliun,” ujar Suahasil dalam konferensi pers APBN KITA, Kamis (18/12/2025).
Penghapusan Utang Infrastruktur Pemda
Menteri Keuangan juga menyiapkan insentif bagi pemerintah daerah yang terdampak bencana sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto, yaitu menghapuskan utang kredit pembangunan infrastruktur. Purbaya mengungkapkan, pihaknya akan menghapuskan pinjaman Pemerintah Daerah ke PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) untuk pembangunan jalan hingga jembatan yang rusak akibat bencana.
“Kalau di Kemenkeu kita hapusin apa ya, yang ada pinjaman Pemda ke SMI misalnya untuk bangun jembatan, bangun jalan, dan lain-lain, kita lihat kalau infrastrukturnya sudah hilang, ya dibebasin,” kata Purbaya di Kompleks Istana Kepresidenan, Senin (15/12/2025). Ia menegaskan, penghapusan ini tidak menyeluruh, melainkan berdasarkan tingkat kerusakan. “Tapi kalau masih ada yang akan dikurangi sesuai dengan kondisi di daerahnya. Kalau jembatannya masih butuh masa dibebasin?” ujarnya. “Kita lihat kondisinya tetapi kita siap untuk me-nolkan proyek-proyek yang memang hilang. Hilang, jalannya hancur kita nolkan,” tambah Purbaya.
Penghapusan Kewajiban Pajak Korban Bencana
Pemerintah juga menggugurkan kewajiban pajak bagi para korban bencana banjir dan longsor. Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu, menjelaskan bahwa tidak ada kewajiban pajak bagi wajib pajak yang terkena bencana dan kehilangan sumber pendapatan. “Karena kan kalau dia memang terkendala karena bencana, lalu operasinya berhenti, ya berarti profitnya akan berkurang, atau bahkan tidak ada. Jadi memang tidak ada kewajiban pajak,” ucap Febrio.
Ketentuan ini merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan Dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan. Pasal 4 PMK 81/2024 menyebutkan bahwa bencana merupakan salah satu penyebab pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan tidak dapat dilakukan oleh Wajib Pajak. Selain itu, Pasal 179 PMK tersebut juga menyatakan bahwa Wajib Pajak yang terkena bencana tidak akan mendapatkan sanksi administratif berupa denda. Bahkan, Pasal 219 mengecualikan pemungutan PPh Pasal 22 untuk barang kiriman hadiah/hibah yang ditujukan untuk kepentingan penanggulangan bencana.
Pembebasan PPN Donasi Pakaian
Kementerian Keuangan juga akan memberikan pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi perusahaan garmen yang ingin menyumbang pakaian ke daerah bencana. Kebijakan ini direstui oleh Presiden Prabowo Subianto dalam Rapat Kabinet Senin (15/12/2025).
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian sebelumnya menyampaikan adanya dua perusahaan garmen di kawasan ekonomi khusus (KEK) yang ingin menyalurkan 125.000 potong pakaian reject sisa ekspor ke wilayah bencana, namun terkendala izin dari Bea Cukai dan Kementerian Perdagangan. “Tapi untuk keluar harus dapatkan izin dari 2 instansi dari bea cukai dan Kemendag. Kalau kami sarankan ini ada UU-nya, ada pasalnya. Dalam rangka, kepentingan bencana dapat digunakan, jadi asal ada surat resmi dari instansi,” ujar Tito dalam Rapat Kabinet.
Menanggapi hal tersebut, Presiden Prabowo Subianto menilai inisiatif ini bagus dan meminta PPN atas pakaian yang akan disalurkan dibebaskan. Namun, pengawasan harus ketat dan Kementerian Dalam Negeri harus bertanggung jawab. “Saya kira bagus itu Menkeu ya, ya, dan oke dibebaskan PPN tapi diwaspadai harus diserahkan ke instansi, ke Kemendagri yang menerima bertanggung jawab. Dan harus segera dikirimkan ke bencana,” tegas Prabowo.






