Kepolisian berhasil menggagalkan rencana aksi demo rusuh yang berujung kekerasan di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Rabu, 10 Desember 2025. Sebanyak enam bom molotov yang diduga akan digunakan dalam unjuk rasa tersebut berhasil disita.
Barang bukti berupa enam botol yang dirakit menjadi bom molotov ditemukan di rumah salah seorang tersangka, BDM (20), di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat. Penangkapan BDM dilakukan pada Sabtu, 7 Desember 2025.
“Dari hasil pemeriksaan terhadap saudara BDM dan berdasarkan bukti-bukti yang ada yaitu 6 botol yang dirakit untuk menjadi bom molotov,” ujar Kasubdit 3 Ditres Siber Polda Metro Jaya AKBP Rafles Langgak dalam konferensi pers pada Senin, 8 Desember 2025.
Pengakuan dan Penyelidikan Lebih Lanjut
Selain di Jakarta, bom molotov serupa juga ditemukan di kediaman tersangka lain berinisial YM (23) di Bandung, Jawa Barat. Penyelidikan awal mengarah pada unggahan YM di akun Instagram pribadinya, @catsrebel, yang menampilkan foto bom rakitan dengan keterangan ‘Sambil bersiap-siap’.
AKBP Rafles menjelaskan bahwa pemesanan bom molotov tersebut diduga dilakukan oleh pemilik akun Instagram @verdatius, yaitu TSF (22). Pertemuan antara BDM dan TSF yang mengarah pada pembuatan bom molotov ini disebut terjadi sekitar bulan September di sebuah kegiatan Pasar Gratis di Benhil.
Perubahan Konten Akun Instagram
Akun Instagram @verdatius yang awalnya rutin mengunggah konten seputar sejarah dan konspirasi sejak Juni 2025, belakangan dilaporkan berubah fungsi. Akun tersebut mulai menyuarakan ajakan untuk melakukan aksi demonstrasi yang berpotensi menimbulkan kerusuhan.
“Awalnya merupakan akun yang memposting tentang sejarah maupun konspirasi tapi belakangan berubah menjadi akun-akun yang menyuarakan aksi-aksi rusuh,” terang Rafles.
Salah satu seruan aksi yang diunggah adalah peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia, tuntutan pencabutan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang dianggap problematik, serta pembebasan tahanan politik pasca-demo akhir Agustus.
Bantahan dan Ancaman Hukuman
Namun, TSF membantah telah memesan bom molotov dari BDM melalui aplikasi percakapan Session. “Yang bersangkutan tidak mengakui pemesanan bom molotov kepada saudara BDM alias akun bahanpeledak,” kata Rafles.
Polisi masih terus menyelidiki akun-akun lain yang diduga terlibat dalam persiapan kerusuhan unjuk rasa. Upaya tersebut termasuk memantau postingan pembuatan bom pipa dan rencana penyerangan terhadap kantor polisi.
Dalam penangkapan ketiga tersangka, petugas menyita dua ponsel, satu unit laptop, masker gas respirator, pakaian, dan enam bom molotov. Mereka disangkakan melanggar Pasal 45 ayat 8 jo Pasal 27 B ayat (1) dan atau Pasal 45B jo Pasal 29 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, serta Pasal 335 dan 336 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Ketiganya terancam hukuman penjara maksimal enam tahun dan denda Rp 1 miliar.






