Pemerintah Republik Indonesia secara resmi melakukan transformasi signifikan dalam pengelolaan sampah nasional. Di bawah arahan Presiden RI Prabowo Subianto, sampah yang selama ini menjadi sumber masalah lingkungan kini diubah menjadi sumber energi listrik melalui Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) yang akan dibangun di berbagai kota besar.
Langkah strategis ini ditandai dengan diterbitkannya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 109 Tahun 2025 tentang Penanganan Sampah Perkotaan Melalui Pengolahan Sampah Menjadi Energi Baru Terbarukan Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan. Aturan tersebut menjadi landasan hukum baru untuk mempercepat proyek waste to energy di Indonesia.
Dapatkan berita menarik lainnya di mureks.co.id.
Peran BPI Danantara dan Kementerian ESDM
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa terbitnya Perpres tersebut merupakan arahan langsung dari Presiden. Dalam skema ini, proyek PLTSa diprioritaskan untuk dikelola oleh Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara).
“Waste to Energy, Perpres sudah keluar dan kami siap untuk melakukan proses selanjutnya. Itu nanti diprioritaskan untuk dikelola oleh Danantara,” kata Bahlil di sela acara HIPMI-Danantara Business Forum 2025, di Jakarta, Minggu (28/12/2025).
Kementerian ESDM sendiri akan memproses semua perizinan terkait proyek PLTSa, termasuk perihal harga yang akan berlaku. Namun, pengelolaan utamanya akan tetap melalui Danantara.
“Nanti semua perizinan, termasuk Keputusan Menteri terkait dengan harga itu juga nanti di ESDM. Tetapi diprioritaskan untuk dikelola oleh Danantara,” imbuhnya.
Minat Investor Asing dan Efisiensi Teknologi
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung menyampaikan bahwa proyek PLTSa banyak dilirik oleh sejumlah investor dari berbagai negara. Pihaknya bersama BPI Danantara saat ini tengah melakukan identifikasi mitra teknologi untuk memastikan proyek tersebut berjalan efisien.
Setidaknya ada tiga negara yang menunjukkan ketertarikan untuk terlibat dalam proyek PLTSa ini. “Untuk mitra teknologi PLTSa, kita kan juga sudah melakukan identifikasi. Jadi untuk identifikasi yang kita lakukan, ini berdasarkan vendor teknologi. Ini ada dari Jepang, itu ada dari Eropa, dan juga dari China,” kata Yuliot ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (7/11/2025).
Yuliot menjelaskan, pemilihan mitra akan mempertimbangkan teknologi yang mampu menghasilkan energi paling efisien. Selain itu, mekanisme kerja sama juga harus memungkinkan listrik dari PLTSa diserap oleh PT PLN (Persero) sebagai offtaker.
“Jadi kalau untuk vendor teknologi nanti mana yang bisa menghasilkan energi yang lebih efisien dari PLTSA. Dan juga nanti bagaimana ini proses untuk PLTSA ini juga bisa diambil offtakernya oleh PLN,” ujarnya.
Lebih lanjut, Yuliot menyoroti bahwa implementasi waste to energy sudah cukup banyak dilakukan di berbagai negara, seperti Jepang dan China. “Dan juga kita melihat dari sisi ekosistem teknologinya sendiri, bagaimana juga bisa transfer teknologi dilakukan oleh badan usaha ke perusahaan-perusahaan mitra di Indonesia, termasuk Danantara,” tambahnya.
Investasi Rp 91 Triliun di 33 Kota
Sebelumnya, Chief Investment Officer Danantara Pandu Sjahrir menyebut antusiasme investor pada proyek pengelolaan sampah kota menjadi energi cukup besar. Ia mengatakan, ada lebih dari 100 perusahaan dari dalam negeri maupun asing, yang tergabung dalam 70 konsorsium, telah menyatakan minat terhadap proyek waste to energy.
“Kita sudah mulai prosesnya dari dua minggu lalu. Ya alhamdulillah bagus sekali,” ujar Pandu di Hotel JS Luwansa Jakarta, Kamis (15/10/2025).
Pandu optimistis terhadap masa depan proyek ini karena Perpres yang memayungi program energi bersih tersebut sudah terbit. Langkah selanjutnya adalah memilih pemain-pemain yang memiliki kapasitas dan kapabilitas yang tepat untuk sektor ini.
Proyek mengubah sampah menjadi energi ini diperkirakan membutuhkan investasi sebesar Rp 91 triliun. Rencananya, proyek ini akan dilaksanakan di 33 kota di seluruh Indonesia. Tahap awal akan dilakukan di 10 kota besar terlebih dahulu, seperti Tangerang, Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Bali, dan Makassar.
Proyek Pengolahan Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL) ini memiliki daya kapasitas yang mampu mengolah sebanyak 1.000 ton sampah per hari. Dalam pemilihan lokasi PSEL, akan dipertimbangkan sejumlah kriteria, tidak hanya dari segi sampahnya, tetapi juga dari kesediaan air, lahan, dan faktor lainnya.
“Ya, Insya Allah sih akhir tahun ini nanti kita sudah bisa launching,” pungkas Pandu Sjahrir.
Kedaruratan Sampah di Indonesia
Penanganan sampah perkotaan menjadi energi mempertimbangkan kondisi timbunan sampah di Indonesia pada tahun 2023 yang mencapai 56,63 juta ton per tahun. Capaian pengelolaan sampah nasional tahun 2023 hanya sebesar 39,01%, sementara sisa sampah sebesar 60,99% hanya dikelola dengan sistem pembuangan terbuka (open dumping).
Sampah tersebut telah menimbulkan pencemaran atau kerusakan lingkungan serta gangguan kesehatan masyarakat, sehingga mengakibatkan terjadinya kedaruratan sampah terutama di perkotaan. Kedaruratan sampah dinilai perlu ditangani secara cepat, khususnya pengolahan sampah dengan penggunaan teknologi ramah lingkungan.
Hasil pengolahan sampah dapat menjadi sumber energi terbarukan berupa listrik, bioenergi, bahan bakar minyak terbarukan, dan produk lainnya dengan menggunakan teknologi ramah lingkungan untuk mendukung ketahanan energi. Hal ini juga selaras dengan upaya mengatasi kegagalan pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan yang sebelumnya tidak berjalan efektif.






