Dinamika internal di tubuh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) terus bergulir, diwarnai isu sabotase, dugaan penetrasi kepentingan asing, hingga reposisi kepemimpinan. Perkembangan terbaru terungkap dalam rapat Syuriyah dan Tanfidziyah yang digelar di kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, pada Sabtu (13/12/2025).
Investigasi Sabotase Internal
Wakil Sekretaris Jenderal PBNU, KH Imron Rosyadi Hamid atau Gus Imron, menyatakan pihaknya telah menggandeng ahli teknologi informasi (IT) untuk menginvestigasi dugaan sabotase. “Iya, tadi sempat dibahas di rapat kita. Kita telah membentuk tim investigasi yang melibatkan ahli IT ya,” ujar Gus Imron kepada wartawan seusai rapat.
Ia menyebutkan dua nama telah muncul dalam pembahasan rapat, namun identitas mereka belum dapat diungkapkan ke publik sebelum ada Surat Keputusan (SK) dari pimpinan. Upaya sabotase ini dilaporkan telah terjadi sejak 21 November 2025, termasuk hilangnya hak stamping dari Rais Aam. “Bayangkan, pemimpin tertinggi di NU itu hak stamping-nya dihilangkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab,” tegas Gus Imron.
Tim investigasi saat ini masih bekerja dan hasilnya akan segera dilaporkan kepada Rais Aam PBNU serta publik.
Indikasi Penetrasi Zionis
Rais Syuriyah PBNU, Muhammad Cholil Nafas, mengungkapkan adanya indikasi penetrasi dari kelompok zionis ke dalam organisasi Islam terbesar di Indonesia tersebut. Ia menilai hal ini berpotensi merusak kredibilitas dan nama baik PBNU. “Ya, sebagaimana dari awal konsen dari Pengurus Besar, dari Syuriyah PBNU, lebih pada pertama, indikasi adanya penetrasi zionis di PBNU. Itu yang utama, sehingga persepsi ini akan merusak terhadap kredibilitas dan nama baiknya PBNU,” kata Cholil.
Cholil menegaskan sikap PBNU yang konsisten mendukung perjuangan Palestina. Ia mengkritik langkah mengundang tokoh pendukung zionis di tengah situasi genosida di Palestina. “Di tengah adanya genosida, kemudian perhatian yang paling tinggi di NU, itu menjadi pimpinan NU, lalu mengundang dari zionis. Yang awalnya oleh Rais Aam sudah diperingatkan dan diwanti-wanti agar juga mengundang dari tokoh-tokoh Islam kontemporer atau Islam yang tenang dari Timur Tengah itu tidak dilakukan,” tuturnya.
Ia juga menyoroti kurangnya harmoni dalam kepengurusan dan tata kelola internal organisasi, termasuk masalah legalitas beberapa cabang yang belum terselesaikan.
Reposisi Kepemimpinan PBNU
Di tengah konflik internal, PBNU melakukan restrukturisasi kepengurusan. Zulfa Mustofa kini menjabat sebagai Penjabat (Pj) Ketua Umum PBNU, sementara Muhammad Nuh ditunjuk sebagai Katib Aam. Penunjukan Zulfa Mustofa sebagai Pj Ketum dilakukan melalui rapat pleno PBNU di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, pada Selasa (9/12/2025).
Rapat pleno tersebut dihadiri oleh Menteri Sosial yang juga Sekjen PBNU Saifullah Yusuf (Gus Ipul), Menteri Agama Nasaruddin Umar, Ketua PBNU Khofifah Indar Parawansa, Ketua PBNU Ahmad Fahrur Rozi (Gus Fahrur), Mohammad Nuh, dan Muhammad Cholil Nafis. “Yang kedua, yaitu penetapan Pejabat Ketua Umum PBNU sisa sekarang ini, yaitu Yang Mulia Beliau Bapak Zulfa Mustofa,” ungkap pimpinan rapat pleno PBNU Mohammad Nuh.
Zulfa Mustofa akan memimpin PBNU hingga Muktamar PBNU yang rencananya digelar pada 2026. “Saya berharap dengan ditunjuknya saya dalam forum pleno ini sebagai Pejabat Ketua Umum, ketidakpastian itu selesai,” ujar Zulfa.
Selain itu, rapat Syuriyah dan Tanfidziyah pada Sabtu (13/12) juga memutuskan penunjukan Muhammad Nuh sebagai Katib Aam. “Di antara hasil yang tadi disepakati adalah adanya reposisi Katib Aam. Jadi, Katib Aam PBNU sejak hari ini ditetapkan adalah Bapak Prof. Dr. H. Mohammad Nuh,” kata Wakil Ketua Umum PBNU Mohammad Mukri.
Rapat juga membahas pembentukan panitia untuk Munas dan peringatan Harlah satu abad Masehi, dengan fokus persiapan Muktamar.
Kubu Gus Yahya Nilai Rapat Pleno Tidak Sah
Menanggapi keputusan pleno di Hotel Sultan, kubu Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) menyatakan rapat tersebut tidak sah dan bertentangan dengan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PBNU. Sekretaris Jenderal PBNU kubu Gus Yahya, Amin Said Husni, menilai tindakan tersebut tidak memiliki landasan konstitusional.
Amin merujuk pada arahan para kiai sepuh di Ploso dan Tebuireng yang menegaskan ketidakbolehan pemakzulan Ketua Umum PBNU. “Rapat Pleno yang diadakan oleh Rais Aam itu jelas sekali mengabaikan seruan mustasyar dan kiai sepuh di Ploso dan Tebuireng. Para kiai sepuh menegaskan bahwa pemakzulan Ketua Umum berlawanan dengan AD/ART, dan segala langkah yang bersumber dari sana juga melanggar aturan organisasi,” ujar Amin.
Ia juga mengklaim rapat pleno tersebut tidak memenuhi syarat formal karena hanya dihadiri sebagian kecil anggota pleno. “Yang disebut Rapat Pleno di Hotel Sultan tidak memiliki legitimasi apa pun, karena yang hadir hanya seperempat saja dari anggota pleno. Karena itu, mayoritas anggota menolak. Sebagian besar anggota pleno PBNU tetap taat pada arahan kiai sepuh di Ploso dan Tebuireng,” tuturnya.
Menanggapi klaim tersebut, Katib Aam PBNU, Mohammad Nuh, menyatakan bahwa rapat pleno tersebut sah secara aturan internal. Ia mengklaim rapat dihadiri lebih dari setengah plus satu dari jumlah peserta pleno. “Kalau kuorum ya kuorum, itu dia artinya kuorum itu di AD/ART-nya jelas sudah, pleno ya, itu 50% plus satu. Kalau 50% plus satu tidak terpenuhi, maka ditunda 30 menit. Nah, alhamdulillah kita nggak pake tunda karena dari awal sudah melebihi dari 50 plus satu, yaitu 55,39,” kata Nuh.
Nuh menambahkan bahwa daftar kehadiran peserta lengkap dimiliki pihaknya sebagai bukti keabsahan rapat.






