Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan menunjukkan kapasitasnya sebagai koperasi modern berskala industri. Dengan produksi susu mencapai 80 ton per hari, koperasi ini kini didorong pemerintah untuk mengembangkan produksi susu UHT dan memperluas perannya dalam ekosistem program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Menteri Koperasi (Menkop) Ferry Juliantono menegaskan komitmen pemerintah untuk mendukung penuh langkah KPBS Pangalengan memproduksi susu UHT. Hal ini diharapkan tidak hanya memperluas jangkauan produk, tetapi juga mengurangi ketergantungan pada impor.
Pantau terus artikel terbaru dan terupdate hanya di mureks.co.id!
KPBS Pangalengan: Koperasi Modern dengan Produksi 80 Ton Susu Harian
Berdiri sejak tahun 1969, KPBS Pangalengan kini menaungi lebih dari 4.500 anggota dengan populasi sekitar 16 ribu ekor sapi perah. Skala produksi yang masif ini ditopang oleh tata kelola koperasi yang terintegrasi dan berbasis digital.
Untuk mendukung produksi dan pemasaran susu segar, KPBS Pangalengan mengoperasikan 28 Tempat Pelayanan Koperasi (TPK). Seluruh TPK ini dikelola melalui sistem Enterprise Resource Planning (ERP), dengan delapan di antaranya telah dilengkapi sistem pendingin susu.
“Mulai dari pengumpulan susu di tingkat peternakan hingga pengiriman ke industri pengolahan susu,” kata Ketua KPBS Pangalengan Aun Unawan, dalam keterangan tertulis pada Senin (22/12/2025).
Aun juga menyebutkan keterlibatan KPBS Pangalengan dalam program MBG terus berkembang. Saat ini, koperasi tersebut memasok susu ke 50 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dengan volume sekitar 700 ribu cup per bulan.
“Tapi, susu kita tidak didrop ke SPPG, tapi langsung ke sekolah bersamaan waktu dengan SPPG. Kita siapkan sekitar 700 ribu cup perbulan,” ujar Aun.
Dengan kapasitas dan tata kelola yang mumpuni, KPBS Pangalengan kini tidak hanya berperan sebagai produsen susu segar, tetapi juga siap masuk ke sektor Industri Pengolahan Susu (IPS).
Dukungan Pemerintah untuk Produksi Susu UHT dan Larangan Impor
Menteri Koperasi Ferry Juliantono menyatakan harapannya agar teknologi pasteurisasi di KPBS dapat dikembangkan untuk memproduksi susu UHT. “Saya berharap teknologi pasteurisasi disini bisa dikembangkan dengan membangun line pabrik baru untuk memproduksi susu UHT,” kata Ferry.
Dalam kesempatan yang sama, Ferry menyaksikan penandatanganan perjanjian kerja sama antara KPBS Pangalengan dengan SPPG Jayabaya 2 terkait pengadaan susu pasteurisasi dalam program MBG. Selain itu, juga ada kerja sama dengan Kopdes Merah Putih Margamulya untuk pelatihan koperasi.
Ferry meyakinkan bahwa produk susu UHT dan pasteurisasi dari KPBS Pangalengan akan dipasarkan melalui jaringan Kopdes Merah Putih di seluruh Indonesia. Untuk dukungan pembiayaan, ia memastikan, “Untuk keperluan industri UHT ini, saya juga pastikan LPDB Koperasi siap membantu bila KPBS Pangalengan membutuhkan tambahan pembiayaan.”
Menurut Ferry, penguatan koperasi pengolahan susu menjadi krusial karena selama ini industri pengolahan susu nasional masih bergantung pada impor susu bubuk skim. Namun, aturan yang memperbolehkan impor tersebut kini sudah tidak berlaku.
“Bila koperasi mampu membangun industri pengolahan susu, maka akan menyerap produk susu dari peternak sapi perah kita. Saya pastikan impor susu bubuk skim akan kita larang, karena itu akan mematikan para peternak sapi perah,” tegasnya.
Ia menambahkan, peningkatan kapasitas industri harus diiringi dengan penambahan populasi sapi perah nasional. “Kita akan dukung program pemerintah untuk menambah populasi sapi perah dan kemudian akan dukung advokasinya untuk menghambat masuknya susu bubuk skim impor,” jelasnya.
Ferry juga mendorong koperasi peternak sapi perah agar mampu bersaing dengan perusahaan swasta, termasuk dalam memproduksi susu bubuk sendiri. “Kita jangan mau kalah bersaing dengan yang punya swasta, agar dampaknya bisa langsung dirasakan masyarakat,” ucapnya.
Ekosistem Koperasi dalam Program Makan Bergizi Gratis
Dalam konteks program MBG, Ferry menilai keberadaan SPPG di berbagai daerah dapat menjadi penggerak terbentuknya rantai pasok berbasis koperasi. “Bukan hanya susu, tapi juga sayur-sayurannya juga nanti akan disuplai koperasi petani sayur dan lain sebagainya. Jadi, tujuan kita memang membangun ekosistem koperasi untuk mensuplai kebutuhan dari SPPG dalam program MBG,” katanya.
Kualitas dan sertifikasi menjadi fondasi utama penguatan koperasi produsen susu, mengingat susu merupakan produk pangan strategis yang berdampak langsung pada kesehatan masyarakat, khususnya anak-anak. “Oleh karena itu, pemenuhan standar mutu dan keamanan pangan, serta sertifikasi dari hulu hingga hilir, mulai dari produksi di tingkat peternak, pengolahan, hingga distribusi, harus menjadi perhatian utama koperasi,” jelasnya.
Kesiapan tata kelola koperasi menjadi kunci dalam mendukung keberlanjutan program MBG. “Suplai untuk MBG tidak hanya menuntut ketersediaan produk, tetapi juga kesiapan koperasi dalam tata kelola, pencatatan, ketelusuran, dan manajemen rantai pasok. Di sinilah koperasi diuji untuk naik kelas menjadi mitra strategis program nasional,” paparnya.
LPDB Koperasi Siap Dukung Pembiayaan
Dari sisi pembiayaan, Direktur Utama LPDB Krisdianto menyebut KPBS Pangalengan sebagai mitra LPDB dengan kinerja yang baik. “Mereka juga sudah memiliki mitra offtaker seperti Ultra Jaya dan Frisian Flag, dan beberapa SPPG dalam program MBG,” kata Krisdianto.
Krisdianto menambahkan, KPBS Pangalengan pernah mendapat pembiayaan dana bergulir sebesar Rp15 miliar dan sudah lunas. Ke depan, koperasi ini diharapkan dapat menjadi pemasok utama produk susu bagi jaringan Kopdes Merah Putih.






