Manchester United menghadapi tantangan besar setelah kapten sekaligus pilar utama tim, Bruno Fernandes, dipastikan absen lebih dari satu bulan. Gelandang asal Portugal itu menderita cedera hamstring saat berlaga melawan Aston Villa pada pekan ke-17 English Premier League (EPL) 2025/2026. Absennya Fernandes menjadi pukulan telak, mengingat ia adalah salah satu pemain paling konsisten yang tidak pernah absen lebih dari dua laga berturut-turut sejak bergabung pada Januari 2020.
Kehilangan Fernandes bukan hanya berarti hilangnya seorang gelandang kreatif, melainkan juga pusat gravitasi permainan tim. Statistik menunjukkan kontribusinya sangat vital dengan 51 peluang tercipta, 5 gol, dan 7 assist hingga pekan ke-17. Ia juga merupakan pengatur utama set-piece dan organisasi tim di bawah sistem Ruben Amorim. Kondisi ini memaksa Manchester United mencari solusi fungsional, bukan sekadar pengganti individu.
Dapatkan berita menarik lainnya di mureks.co.id.
Absennya Fernandes Berbarengan dengan AFCON 2026 dan Jadwal Padat
Dalam skema 3-2-4-1 racikan Ruben Amorim, Bruno Fernandes memiliki peran krusial yang melampaui definisi gelandang serang biasa. Ia berfungsi sebagai penghubung antarlini, pengatur tempo transisi, dan pengambil risiko vertikal melalui umpan langsung ke lini depan. Data Premier League menegaskan dominasinya, di mana Fernandes memimpin tim dalam expected goals (xG), peluang tercipta, dan big chances created, serta menjadi eksekutor utama bola mati.
Pendekatan Amorim yang sangat mengutamakan sistem membuat absennya Fernandes menjadi masalah struktural, bukan sekadar kehilangan individu. Amorim menuntut gelandangnya untuk memiliki mobilitas tinggi, kemampuan membaca momen transisi, dan kecepatan dalam mengambil keputusan dengan sentuhan minimal. Oleh karena itu, mencari pengganti sang kapten berarti harus menemukan pemain yang mampu menjaga fungsi sistem tetap berjalan.
Kompleksitas situasi semakin meningkat karena absennya Fernandes bertepatan dengan Piala Afrika (AFCON) 2026, yang membuat Bryan Mbeumo, Amad Diallo, dan Noussair Mazraoui tidak dapat bermain. Ditambah lagi, Kobbie Mainoo juga tengah memulihkan diri dari cedera betis. Kombinasi faktor ini memaksa Amorim mengandalkan solusi internal dengan potensi kompromi peran di tengah jadwal padat, termasuk laga-laga krusial melawan Newcastle United, Wolverhampton Wanderers, Manchester City, hingga Arsenal.
Amorim Perlu Sesuaikan Sistem untuk Maksimalkan Potensi Kobbie Mainoo
Kobbie Mainoo sering disebut Ruben Amorim sebagai kompetitor langsung Bruno Fernandes, namun realitas di lapangan menunjukkan paradoks. Mainoo merupakan pemain yang paling sering diasosiasikan sebagai suksesor, tetapi justru paling sulit mendapatkan tempat dalam skema dua gelandang Amorim. Musim ini, ia hanya sekali menjadi starter di Carabao Cup 2025/2026 sebelum cedera kembali menghambat momentumnya.
Profil fungsional Mainoo dan Fernandes cukup kontras. Fernandes mengandalkan direct passing, tempo tinggi, dan keberanian mengambil risiko vertikal untuk memecah blok lawan. Sebaliknya, Mainoo lebih unggul dalam ball retention, kontrol tempo, dan progresi bertahap melalui carry atau kombinasi pendek. Karakteristik ini membuat Mainoo lebih cocok mengendalikan permainan daripada menjadi pengatur tempo.
Dalam skema double pivot 3-2-4-1, Mainoo sering kehilangan kemampuan terbaiknya. Ruang kreasi yang sempit dan tuntutan bermain secara vertikal membuat kekuatan utamanya tidak tereksplorasi maksimal. Mengutip BBC, Amorim sendiri menyiratkan bahwa Mainoo akan lebih optimal jika Manchester United bermain dengan tiga gelandang, sebuah indikasi bahwa ia bukan pengganti langsung Fernandes, melainkan katalis perubahan struktur.
Jika Amorim bersikeras mempertahankan sistem saat ini, Mainoo akan dipaksa bermain di luar keterampilannya. Namun, jika Amorim berani mengubah struktur menjadi back four dengan midfield three, Mainoo justru menjadi solusi paling alami untuk menjaga kontrol dan progresi. Dalam situasi ini, Mainoo bukan pengganti langsung Bruno Fernandes, melainkan indikator bahwa sistem mungkin harus berubah, bukan pemainnya.
Mason Mount, Solusi Pragmatis Meski Bukan Pengganti Langsung Fernandes
Mason Mount muncul sebagai opsi paling pragmatis untuk menggantikan Bruno Fernandes, meski bukan yang paling kreatif. Ruben Amorim menilai Mount memiliki fleksibilitas peran yang tinggi, mulai dari wing-back hingga gelandang serang, serta memahami tuntutan intensitas permainan modern. Dalam beberapa laga terakhir, Mount juga menunjukkan performa positif dengan mencetak gol melawan Crystal Palace dan Wolves.
Kesesuaian Mount dengan sistem Amorim terletak pada intensitas lari dan pressing awareness. Mount mampu beroperasi sebagai number 10 yang turun ke lini kedua, persis seperti yang Amorim sebutkan saat menjelaskan variasi peran di lini tengah. Ia tidak mendikte permainan seperti Fernandes, tetapi menjaga ritme dan keseimbangan struktur tetap stabil.
Perbandingan Mount dengan Fernandes menegaskan perbedaan fungsi, bukan kualitas. Fernandes adalah pengambil risiko utama yang mendikte arah serangan, sementara Mount lebih aman dalam sirkulasi bola dan disiplin secara posisi. Dalam sistem yang mengutamakan pola dan jarak antarlini, karakter Mount justru meminimalkan kekacauan struktural.
Efek domino dari penempatan Mount di tengah cukup signifikan. Perannya membuka ruang bagi pemain seperti Joshua Zirkzee atau Matheus Cunha untuk beroperasi lebih tinggi sebagai number 10, tanpa harus terlalu sering turun menjemput bola. Risiko utamanya adalah hilangnya kreativitas murni dan ancaman umpan vertikal langsung. Namun, sebagai penjaga stabilitas sistem, Mount menawarkan solusi paling fungsional selama Fernandes absen.
Lisandro Martinez: Stabil Defensif, Kurang Progresi Serangan
Tak banyak yang menduga Lisandro Martinez akan diturunkan sebagai pengganti Bruno Fernandes saat melawan Aston Villa. Keputusan tersebut menguatkan status Martinez sebagai solusi darurat, sesuai dengan pernyataan Ruben Amorim sebelumnya yang hanya akan memainkannya sebagai gelandang dalam kondisi tertentu. Namun, performanya di laga tersebut menunjukkan dimensi alternatif dalam struktur Manchester United.
Kelebihan Martinez di lini tengah terletak pada ball circulation, positional discipline, dan defensive anticipation. Pengalamannya sebagai bek tengah membuatnya piawai membaca permainan dan menjaga jarak antarlini tetap rapat. Statistiknya sejak di Ajax Amsterdam menunjukkan ia piawai menjaga akurasi umpan tinggi sekaligus kontribusi defensif yang solid di area tengah.
Namun, kekurangan krusial Martinez juga jelas terlihat. Ia minim progresi kreatif dan hampir tidak memberikan ancaman di final third. Tanpa kemampuan umpan vertikal ala Fernandes, Manchester United kehilangan dimensi serangan cepat dan variasi umpan langsung ke belakang garis pertahanan lawan.
Secara struktural, Martinez bisa membuat Setan Merah lebih aman secara defensif, tetapi kurang ofensif. Opsi ini cocok untuk laga-laga tertentu yang menuntut kontrol atau pertahanan rendah, bukan sebagai solusi jangka menengah. Absennya Harry Maguire dan Matthijs de Ligt membuat opsi menurunkan Martinez sebagai gelandang berpotensi mengorbankan stabilitas pertahanan. Dalam konteks ini, Martinez adalah penstabil darurat, bukan jawaban atas kehilangan otak permainan.
Jack Fletcher: Opsi Berisiko Tinggi dalam Sistem Amorim
Debut Jack Fletcher di Premier League terjadi dalam konteks yang relatif minim tekanan, tetapi sarat makna simbolik. Di tengah krisis gelandang, Ruben Amorim memberi kesempatan kepada pemain berusia 18 tahun itu sebagai bagian dari solusi internal. Keputusan ini sejalan dengan filosofi Amorim yang tidak ragu memberi ruang bagi pemain muda.
Profil Fletcher menunjukkan energi tinggi, passing range yang cukup matang, dan karakter box-to-box yang dinamis. Ia mampu bergerak antarlini dan menjaga intensitas, tetapi bukan tipe playmaker yang mengatur arah serangan. Karakter ini membuatnya lebih cocok sebagai pelengkap, bukan pusat permainan.
Risiko taktis Fletcher cukup besar jika dimainkan terlalu dini. Intensitas Premier League dan tanggung jawab organisasi tanpa Bruno Fernandes bisa menjadi beban berlebih. Amorim sendiri menekankan bahwa kesempatan bagi pemain muda tidak serta-merta mengubah hierarki peran dalam tim utama.
Ketimbang sebagai pengganti struktural, Fletcher lebih ideal sebagai pemain pengubah momentum atau pendamping pemain senior. Perannya lebih relevan sebagai aset pengembangan dan simbol regenerasi daripada solusi siap pakai. Krisis ini menempatkan Fletcher sebagai gambaran masa depan, sedangkan Manchester United tetap dihadapkan pada kebutuhan akan stabilitas jangka pendek.
Lebih dari sekadar kehilangan pemain kunci, absennya Bruno Fernandes menciptakan masalah baru bagi stabilitas struktur taktik Ruben Amorim. Tantangan utama sang pelatih terletak pada kemampuannya mempertahankan fungsi sistem secara keseluruhan, alih-alih sekadar mencari replika peran sang kapten.






