Berita

KPK Hentikan Kasus Korupsi Tambang Konawe Utara Rp 2,7 T, Publik Pertanyakan Alasan

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghentikan penyidikan dugaan korupsi terkait izin tambang di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra). Keputusan ini sontak menuai sorotan dan kritik tajam dari berbagai pihak terhadap lembaga antirasuah tersebut.

Kasus dugaan korupsi izin tambang di Konawe Utara ini pertama kali diumumkan KPK pada tahun 2017. Saat itu, Bupati Konawe Utara, Aswad Sulaiman (AS), ditetapkan sebagai tersangka. KPK menyebut kasus ini berpotensi merugikan negara hingga Rp 2,7 triliun.

Dapatkan berita menarik lainnya di mureks.co.id.

Setelah lama tidak ada kabar, KPK mengumumkan penghentian kasus ini pada penghujung tahun 2025. Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kasus ini disebut telah dikeluarkan sejak Desember 2024.

Kritik dari Berbagai Pihak

Keputusan KPK ini langsung mendapat respons negatif dari Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM). Peneliti Pukat UGM, Zaenur Rohman, menyatakan kekecewaannya dan menyebut penghentian kasus ini sebagai catatan buruk bagi KPK.

“Ini merupakan satu catatan prestasi buruk bagi KPK ketika KPK mengeluarkan SP3 dari zaman KPK didirikan itu KPK selalu selektif menetapkan sebuah perkara sampai di tahap penyidikan,” kata Zaenur kepada wartawan pada Minggu (28/12).

Menurut Zaenur, penghentian kasus ini harus menjadi evaluasi serius bagi KPK. Ia menekankan pentingnya KPK untuk lebih ketat dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka dengan alat bukti yang kuat. “Apapun ini cerita ini harus menjadi evaluasi bagi KPK ya agar KPK yang pertama harus jauh lebih ketat ketika menetapkan seseorang sebagai tersangka,” ujarnya.

Zaenur juga mendesak KPK agar tidak lagi menangani perkara secara berlarut-larut dan memastikan setiap kasus diselesaikan tepat waktu. “KPK itu harus melakukan evaluasi penanganan setiap perkara ketika perkara itu sudah ulang tahun KPK tidak boleh menangani perkara berlarut-marut harus ada evaluasi agar setiap perkara benar-benar diselesaikan tepat waktu tidak berlarut-larut dijamin kepastian hukum,” tambahnya.

Mantan penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, turut menyatakan keheranannya atas keputusan SP3 yang tiba-tiba ini. Yudi menilai KPK seharusnya membongkar kasus korupsi tambang ini secara tuntas.

“Ini benar benar aneh. Tidak ada hujan tidak ada angin KPK SP3. Apalagi baru diumumkan sekarang. Jadi KPK harusnya bongkar korupsi tambang ini malah SP3,” kata Yudi kepada wartawan, Minggu (28/12).

Yudi mendesak KPK untuk menjelaskan secara rinci alasan di balik penghentian kasus dengan kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp 2,7 triliun tersebut. “Apa faktor penyebab mereka SP3 kasus yang merugikan negara begitu besar tersebut. Termasuk siapa dugaan orang-orang atau perusahaan yang telah diperiksa terkait penyidikan tersebut, tanpa transparansi dan akuntabilitas terkait SP3 tersebut maka kecurigaan dari masyarakat kepada KPK akan meninggi,” jelasnya.

Ia juga meragukan alasan KPK yang menyebut kurangnya alat bukti, mengingat status kasus sudah naik ke penyidikan. “Tentu 2 alat bukti sudah ditemukan. Jadi kenapa nggak bertarung saja di pengadilan dibanding mengeluarkan SP3, yang mana masyarakat tidak tahu apa itu alat bukti yang dianggap KPK nggak ketemu kecukupannya kalau di pengadilan kan jelas,” ujar Yudi. “Terbuka KPK jangan bermain di ruang gelap, dia yang menyidik, dia yang SP3, tidak mungkin bukti kurang karena menaikkan status ke penyidikan dari penyelidikan,” imbuhnya.

Sementara itu, Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) menyatakan kekesalannya dan berencana berkirim surat ke Kejaksaan Agung (Kejagung) agar perkara ini ditangani dari awal lagi. “Saya menyesalkan penghentian itu karena sudah diumumkan tersangkanya itu bahkan diduga menerima suap,” ujar Koordinator MAKI Boyamin Saiman kepada wartawan, Minggu (28/12).

“Saya sudah berkirim surat ke Kejaksaan Agung untuk menangani perkara ini, untuk memulai penyidikan baru atau mulai penanganan baru berkirim surat,” imbuhnya. Boyamin juga akan menempuh jalur praperadilan untuk membatalkan SP3 tersebut, namun akan menunda jika Kejagung bergerak cepat.

Alasan KPK Hentikan Penyidikan

Menanggapi kritik tersebut, KPK melalui Budi (nama tidak disebutkan lengkap di artikel asli) membenarkan penerbitan SP3 kasus dugaan korupsi izin tambang di Konawe Utara sejak tahun 2024.

“Benar (SP3 sejak 2024),” kata Budi kepada wartawan, Minggu (28/12/2025). Ia menjelaskan bahwa penerbitan SP3 sudah tepat karena tidak terpenuhinya kecukupan alat bukti dalam proses penyidikan.

“Penerbitan SP3 oleh KPK sudah tepat karena tidak terpenuhinya kecukupan alat bukti dalam proses penyidikan yang dilakukan, Pasal 2, Pasal 3-nya (UU Tipikor), yaitu terkendala dalam penghitungan kerugian keuangan negara,” sebutnya.

Selain itu, faktor waktu juga menjadi pertimbangan. Kasus ini memiliki tempus perkara pada tahun 2009, yang menyebabkan kasus suapnya telah kedaluwarsa. “Kemudian, dengan tempus perkara yang sudah 2009, ini juga berkaitan dengan daluwarsa perkaranya, yakni terkait pasal suapnya,” pungkas Budi.

Mureks