Pemulihan psikososial bagi siswa dan guru yang terdampak bencana di Sumatera harus menjadi prioritas utama pemerintah. Penanganan pascabencana banjir di Sumatera Barat, Aceh, dan Sumatera Utara tidak boleh hanya berfokus pada pembangunan kembali infrastruktur pendidikan.
Wakil Ketua Komisi X DPR Kurniasih Mufidayati menyoroti pengalaman traumatis yang dialami anak-anak. “Kerusakan sekolah tidak hanya meruntuhkan ruang belajar, tetapi juga mengguncang rasa aman anak-anak. Kita harus ingat bahwa mereka baru saja melewati pengalaman traumatis, terjebak banjir, kehilangan barang, bahkan harus mengungsi,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (8/12/2025).
Laporan dari lembaga kemanusiaan menunjukkan banyak anak di pos pengungsian mengalami stres. Gejalanya bervariasi, mulai dari mudah menangis, takut berpisah dari orang tua, sulit tidur, hingga kehilangan konsentrasi belajar. Kurniasih menekankan pentingnya pendekatan yang ramah psikologis dalam pembelajaran di posko pengungsian.
“Pembelajaran di posko pengungsian tidak boleh disamakan dengan pembelajaran reguler. Fasilitas boleh sederhana, tapi pendekatannya harus ramah psikologis. Anak butuh aktivitas pemulihan, bukan tekanan,” tegasnya.
Pemerintah daerah didorong untuk menggandeng konselor sekolah, psikolog, dan tenaga pendidik guna mengadakan kegiatan trauma healing, kelas kreatif, seni, hingga permainan terstruktur. Hal ini penting untuk membantu anak-anak memulihkan diri dari dampak psikologis bencana.
Guru Juga Membutuhkan Perhatian Khusus
Kurniasih mengingatkan bahwa guru tidak hanya berperan sebagai fasilitator pendidikan, tetapi juga individu yang terdampak langsung oleh bencana. Banyak guru melaporkan kehilangan rumah, kendaraan, dokumen pribadi, serta perlengkapan mengajar.
“Guru juga mengalami trauma. Ada guru yang kehilangan rumah dan asetnya, tapi tetap mengajar anak-anak di pengungsian. Stres mereka berat dan kita tidak boleh mengabaikan kondisi mereka,” ungkap Kurniasih.
Oleh karena itu, guru membutuhkan pendampingan mental selain bantuan logistik. Komisi X mendesak Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) serta pemerintah daerah untuk menyediakan layanan dukungan psikososial khusus bagi tenaga pendidik dan siswa. Pemberian insentif tambahan bagi guru yang terdampak bencana juga diusulkan.
Bagi Komisi X, pemulihan psikososial merupakan aspek krusial dalam penanganan darurat bencana. “Anak yang trauma tidak siap belajar. Guru yang lelah secara emosional tidak siap mengajar. Maka pemulihan psikososial harus menjadi pilar utama pemulihan pendidikan pascabencana,” pungkas Kurniasih.
Ribuan Sekolah Terdampak Bencana
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah menyalurkan dana tanggap darurat tahap awal senilai sekitar Rp 4 miliar untuk kegiatan belajar pascabencana di Sumatera dan Jawa. Hingga Minggu (30/11/2025), tercatat 1.009 satuan pendidikan mulai dari PAUD hingga SLB terdampak bencana.
Rinciannya, Provinsi Aceh terdampak sebanyak 310 satuan pendidikan, Provinsi Sumatera Utara 385, dan Provinsi Sumatera Barat 314.
- Provinsi Aceh: PAUD (57), SD (91), SMP (55), SMA (65), SMK (34), PKBM/SKB (1), SLB (7).
- Provinsi Sumatera Utara: PAUD (76), SD (199), SMP (92), SMA (11), SMK (6), SLB (1).
- Provinsi Sumatera Barat: PAUD (51), SD (63), SMP (71), SMA (20), SMK (1), SLB (8).
Kemendikbudristek telah mendirikan tenda-tenda darurat dan merespons cepat kejadian ini dengan menggalang dana bantuan. Mitigasi serta pemetaan juga dilakukan untuk memastikan kegiatan belajar mengajar bagi murid di daerah terdampak banjir tetap berjalan.





