Internasional

Kepala Daerah Protes Pemangkasan TKD Rp 164 Triliun, Menkeu Soroti Dana Rp 234 T Mengendap di Bank

Advertisement

Pemerintah telah menetapkan alokasi Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp 684 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026. Angka ini menunjukkan penurunan signifikan sebesar Rp 164 triliun dibandingkan alokasi TKD pada 2025 yang mencapai Rp 848 triliun. Kebijakan pemangkasan ini sontak memicu reaksi keras dari sejumlah kepala daerah.

Pada Selasa, 7 Oktober 2025, perwakilan Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) mendatangi kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk bertemu Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Audiensi tersebut dihadiri oleh gubernur dari berbagai provinsi, termasuk Jambi, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Bangka Belitung, Banten, Kepulauan Riau, Jawa Tengah, Sulawesi Tengah, Maluku Utara, Sumatera Barat, DI Yogyakarta, Papua Pegunungan, Bengkulu, Aceh, Sumatera Utara, Lampung, Sulawesi Selatan, dan NTB.

Pantau terus artikel terbaru dan terupdate hanya di mureks.co.id!

Dalam pertemuan tersebut, tuntutan utama para gubernur adalah pembatalan pemangkasan TKD. “Semuanya kami mengusulkan supaya tidak dipotong. Anggaran kita tidak dipotong. Karena itu beban semua di provinsi kami masing-masing,” tegas Gubernur Aceh Muzakir Manaf, yang provinsinya mengalami pemangkasan TKD hingga 25%, dikutip Sabtu (27/12/2025).

Gubernur Sulawesi Tengah Anwar Hafid menambahkan bahwa pemangkasan tersebut memaksa pemerintah daerah melakukan efisiensi besar-besaran. “Hampir semua daerah kita mengalami efisiensi,” ujarnya. Anwar menyebut, kondisi ini memberatkan pemda mengingat banyaknya janji kampanye yang telah disampaikan kepada publik. Sulawesi Tengah sendiri terkena pemangkasan sebesar 45%.

Anwar mengungkapkan, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa berjanji akan mengevaluasi kebijakan tersebut secara bertahap. “Pak Menteri mendengar dan beliau menyampaikan, ayo kita ini sudah keputusan, kita jalani, kemudian kita lakukan evaluasi. Pak Menteri menyampaikan kalau itu benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat, nanti akan kita komunikasikan lagi dengan pemerintah daerah,” pungkas Anwar.

Sementara itu, Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi Ansharullah mengusulkan agar gaji Aparatur Sipil Negara (ASN) ditanggung oleh pemerintah pusat jika TKD tetap dipangkas. “Ya tentu harapan kita di daerah adalah bagaimana TKD ini dikembalikan lagi. Kalau enggak mungkin gaji pegawai bisa diambil oleh pusat. Karena ini kan kaitan dengan DAU kan juga pengurangan,” kata Mahyeldi, dikutip Jumat (26/12/2025).

Mahyeldi juga menyoroti beban pembiayaan pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang ditanggung daerah. “Sementara pembiayaannya itu adalah dikembalikan pada daerah. Maksudnya kita harapkan ini bisa seluruh gaji pegawai ini bisa dari pusat semuanya. Itu yang menjadi harapan kita,” terangnya.

Menanggapi protes tersebut, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan bahwa penolakan adalah hal yang wajar. Ia berpendapat, daerah seharusnya sudah membangun sejak lama agar anggaran tidak terbuang ke pos-pos yang tidak jelas. “Kalau mereka mau bangun daerahnya kan harusnya dari dulu udah bagus, anggarannya nggak ada yang hilang sana sini,” ujar Purbaya.

Purbaya menambahkan, Kemenkeu akan mempertimbangkan penambahan anggaran TKD tahun depan jika perekonomian membaik. “Memasuki pertengahan triwulan kedua tahun 2026 nanti kalau memang ekonominya sudah bagus, pendapatan pajaknya naik, coretax-nya udah bagus, biaya nggak ada bocor, pajaknya nggak ada bocor. Harusnya kan naik semua kan? Kalau naik semua kita bagi,” tegasnya.

Ia juga meminta para gubernur untuk menyelesaikan program-program yang diusulkan dengan baik guna meyakinkan pemerintah pusat menambah anggaran. “Saya bilang sih ya anda beresin aja dulu belanjanya dan buat kesan yang baik. Bukan saya kan, bukan saya yang ambil keputusan. Ini DPR di atas-atas sana. Nanti baru bisa dibalik lagi arahnya ke arah desentralisasi,” jelas Purbaya.

Dana Daerah Mengendap di Bank

Di sisi lain, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa turut menyoroti fenomena dana pemerintah daerah (Pemda) yang mengendap di perbankan. Per akhir kuartal III-2025, dana Pemda yang tercatat mengendap mencapai Rp 234 triliun. Angka ini meningkat sekitar 12,17% dari periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp 208,6 triliun.

Bersamaan dengan itu, realisasi belanja APBD seluruh daerah hingga akhir September 2025 baru mencapai Rp 712,8 triliun, atau turun 13,1% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Realisasi ini hanya sekitar 51,3% dari total pagu belanja APBD 2025 yang senilai Rp 1.389,3 triliun.

Purbaya mendesak para kepala daerah untuk segera mempercepat penyerapan belanja APBD guna mendorong perekonomian nasional. Langkah-langkah yang diminta meliputi percepatan penyerapan belanja daerah secara efisien dan efektif dengan tata kelola yang baik, pemenuhan belanja kewajiban pada pihak ketiga yang menjalankan proyek pemerintah daerah, serta pemanfaatan dana simpanan Pemda di perbankan untuk program dan proyek di daerah.

Advertisement

Kemenkeu akan melakukan monitoring berkala (mingguan/bulanan) terhadap pelaksanaan belanja APBD dan pengelolaan dana Pemda di perbankan hingga akhir 2025. Hal ini akan menjadi evaluasi untuk perbaikan pada 2026 agar sejalan dengan arah program pembangunan nasional yang ditetapkan Presiden.

Polemik Data Dana Mengendap Terkuak

Himbauan Purbaya terkait dana mengendap sempat mendapatkan respons beragam dari kepala daerah, terutama karena adanya perbedaan data antara Kemenkeu/Bank Indonesia (BI) dengan catatan kas masing-masing daerah. Polemik ini akhirnya menemukan titik terang setelah Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menjelaskan sumber masalahnya.

Tito mengungkapkan, perbedaan data yang sempat membuat Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mendatangi BI hingga BPK itu bermula dari kesalahan input data kas oleh Bank Pembangunan Daerah (BPD) serta masalah selisih waktu pencatatan. “Bank daerahnya meng-inputnya salah,” kata Tito, dikutip Sabtu (27/12/2025).

Khusus untuk perbedaan waktu pencatatan, Tito mencontohkan kasus kas mengendap Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Saat dicatat oleh perbankan, data untuk tahun berjalan hingga akhir September 2025 terekam senilai Rp 4,1 triliun (sesuai catatan BI, termasuk data BLUD). Namun, setelah pengecekan langsung ke kas per akhir kuartal III-2025, dananya sudah berkurang menjadi Rp 2,38 triliun, sesuai catatan Gubernur Jawa Barat.

“Jadi otomatis beda karena waktunya berbeda, uangnya sudah terbelanjakan sebagian. Sama dengan dari Bapak Menkeu menyampaikan Rp 2,3 triliun dari informasi dari BI, bank sentral. Itu timingnya Agustus, September. Sementara yang di data yang di Kemendagri Rp 2,15 triliun karena Rp 18 triliun sudah terpakai oleh daerah-daerah ini,” jelas Tito.

Polemik dana Pemda ini juga menarik perhatian Presiden Prabowo Subianto. Presiden memerintahkan Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi untuk segera mengkoordinasikan serta memeriksa penyerapan dan penggunaan anggaran yang ditransfer ke daerah menjelang akhir tahun.

“Presiden menugaskan Menteri Sekretaris Negara untuk segera mengkoordinasikan serta memeriksa penyerapan anggaran dan penggunaan transfer ke daerah yang dikelola oleh para kepala daerah menjelang akhir tahun ini,” tulis Sekretaris Presiden Teddy Indra Wijaya dalam unggahan resmi di akun Instagram @sekretariat.presiden, dikutip Sabtu (27/12/2025).

Kepada para menterinya, Presiden Prabowo menegaskan bahwa setiap rupiah uang rakyat yang dialokasikan harus tepat sasaran dan digunakan sesuai periode waktu yang ditetapkan, termasuk dana di daerah.

Kemenkeu Desak Percepatan Belanja Daerah

Kementerian Keuangan terus mendesak pemerintah daerah untuk menggenjot belanja jelang akhir tahun. Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dalam konferensi pers APBN KITA pada 18 Desember 2025, mengungkapkan bahwa dana pemerintah yang mengendap di perbankan mencapai Rp 218,2 triliun per akhir November 2025.

Suahasil juga melaporkan bahwa anggaran Transfer ke Daerah (TKD) telah terealisasi sebesar Rp 795,6 triliun pada akhir November 2025, atau setara dengan 91,5% dari pagu anggaran TKD 2025. Namun, realisasi belanja pemerintah daerah masih dinilai belum cukup cepat, tercermin dari angka Rp 922,5 triliun hingga November 2025, yang turun 12,9% secara tahunan (yoy) dan hanya mencapai 65,3% dari pagu APBD.

Meskipun demikian, Suahasil mengakui adanya percepatan belanja oleh pemerintah daerah. “Belanja Pemda itu harusnya bisa lebih tinggi lagi, karena realisasi belanja yang di atas Rp 922,5 triliun itu baru 65,3% dari pagu. Kita berharap Pemda akan terus mempercepat belanja di bulan Desember ini supaya manfaat kepada masyarakat bisa lebih cepat dan lebih tinggi lagi,” ujar Suahasil, dikutip Sabtu (27/12/2025).

Percepatan belanja tersebut ditandai dengan belanja sebesar Rp 114 triliun sepanjang November 2025, angka ini lebih tinggi dibandingkan besaran TKD yang ditransfer pada bulan yang sama, yakni Rp 82 triliun. “Selama bulan November saja, Pemda telah belanja Rp 114 triliun yang memang belanja ini lebih tinggi angka transfer selama November 2025 yang memang tadi saya sebut Rp 82 triliun,” pungkas Suahasil.

Advertisement
Mureks