Tren

Kemenkes Soroti Lonjakan Kasus Campak Jelang Libur Akhir Tahun, Orang Tua Diminta Waspada

Libur akhir tahun yang identik dengan peningkatan mobilitas masyarakat memicu kekhawatiran akan lonjakan kasus infeksi virus, termasuk campak. Orang tua diimbau untuk meningkatkan kewaspadaan guna melindungi anak-anak dari risiko penularan penyakit ini.

Dokter Spesialis Anak RS Pondok Indah – Bintaro Jaya, dr. Caessar Pronocitro, Sp. A, M.Sc, mengingatkan bahwa campak tidak boleh dianggap remeh. “Meski campak bisa ditangani, sebaiknya tidak dianggap remeh karena komplikasinya tetap berisiko, terutama bagi anak yang imunitas tubuhnya belum sekuat orang dewasa. Vaksin menjadi gerbang utama untuk melindungi si kecil dari campak dan komplikasinya,” ujar dr. Caessar dalam keterangannya pada Selasa (29/12).

Dapatkan berita menarik lainnya di mureks.co.id.

Tren peningkatan kasus campak di Indonesia menjadi sorotan serius. Data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menunjukkan lebih dari 3.500 kasus campak tercatat sepanjang tahun 2024. Angka ini terus meningkat, dengan lebih dari 3.400 kasus hingga Agustus 2025, serta 46 Kejadian Luar Biasa (KLB) campak yang dilaporkan di berbagai daerah. Peningkatan kasus serupa juga terjadi di beberapa negara lain, termasuk Amerika Serikat.

Campak, atau measles, adalah penyakit infeksi virus yang sangat menular melalui saluran pernapasan. Penularan dapat terjadi melalui droplets atau percikan liur dari mulut dan hidung penderita saat batuk, bersin, atau berbicara. Virus ini juga bisa menyebar melalui sentuhan benda yang terkontaminasi droplets. Daya tular campak tergolong tinggi, bahkan disebut mirip dengan COVID-19. Individu yang terinfeksi dapat menularkan virus selama empat hari sebelum dan sesudah gejala muncul. Virus campak juga diketahui mampu bertahan di udara hingga dua jam, terutama di ruangan dengan sirkulasi yang tertutup.

Pada anak-anak, campak yang tidak ditangani dengan cepat berisiko menimbulkan komplikasi serius, berpotensi menyerang berbagai organ vital dan bahkan mengancam nyawa. Oleh karena itu, konsultasi segera dengan dokter spesialis anak sangat dianjurkan untuk penanganan dini dan pencegahan penularan lebih lanjut.

dr. Caessar juga mengingatkan orang tua untuk waspada terhadap gejala campak. “Waspada jika anak mengalami gejala campak seperti demam, batuk kering, pilek atau hidung tersumbat, lemas, muntah, tidak nafsu makan, dan diare,” pesannya. Beberapa hari setelah gejala awal, ruam kemerahan akan muncul, dimulai dari area wajah dan leher, kemudian menyebar ke seluruh tubuh. Ruam campak awalnya kecil, namun dapat menyatu membentuk ruam yang lebih besar.

Vaksinasi Kunci Pencegahan Campak

Hingga saat ini, belum ada antivirus spesifik untuk mengatasi campak. Penanganan yang diberikan bersifat suportif, berfokus pada peredaan gejala, seperti istirahat cukup, menjaga asupan cairan dan gizi, serta pemberian vitamin A dosis tinggi sesuai rekomendasi dokter untuk mencegah komplikasi pada mata dan mengurangi tingkat keparahan penyakit.

Campak sangat berbahaya bagi bayi karena sistem kekebalan tubuh mereka belum sempurna. Mengingat tidak adanya pengobatan antivirus, pencegahan menjadi krusial melalui vaksinasi lengkap dan menjaga imunitas bayi serta anak-anak.

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) merekomendasikan pemberian vaksin MR (measles rubella) pertama pada usia 9 bulan. Dosis kedua diberikan saat anak berusia 15-18 bulan, dan dosis ketiga pada usia 5-7 tahun. Apabila anak belum menerima vaksin MR hingga usia 12 bulan, dapat diberikan vaksin MR/MMR (Mumps + Measles Rubella), dengan dosis kedua setelah interval enam bulan, dan dosis ketiga pada usia 5–7 tahun.

Sayangnya, penolakan vaksinasi oleh sebagian orang tua masih menjadi tantangan. Kondisi ini berkontribusi pada penurunan cakupan imunisasi, yang pada gilirannya menyebabkan peningkatan kasus infeksi virus, termasuk campak. Satu anak yang tidak divaksinasi berpotensi menularkan virus kepada hampir semua orang di sekitarnya yang belum memiliki kekebalan.

Dampak paling ironis dari penurunan cakupan vaksin ini justru dirasakan oleh bayi di bawah usia sembilan bulan yang belum memenuhi syarat untuk divaksinasi. Perlindungan satu-satunya bagi mereka adalah herd immunity atau kekebalan kelompok, yaitu kondisi di mana mayoritas populasi di lingkungan sekitar telah terlindungi oleh vaksin.

Mureks