Indonesia Sports Summit 2025 menjadi arena strategis untuk menjajaki pengembangan olahraga pelajar di tanah air. Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) memfasilitasi pertemuan antara Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti dengan CEO sekaligus Founder DBL Indonesia, Azrul Ananda. Forum ini berlangsung di Indonesia Arena, Jakarta, Minggu (7/12/2025).
Keduanya hadir sebagai narasumber dalam konferensi bertajuk “Sport Education, Building the Next Generations of Athletes”. Acara ini juga dihadiri Menteri Pemuda dan Olahraga Erick Thohir serta Wakil Menteri Pemuda dan Olahraga Taufik Hidayat. Dalam kesempatan tersebut, Abdul Mu’ti menyatakan Kemendikdasmen membuka pintu kolaborasi dengan DBL Indonesia.
Hal ini dilatarbelakangi oleh adanya dua domain keolahragaan di jenjang pendidikan dasar dan menengah, yaitu olahraga kesehatan dan olahraga prestasi. Kedua aspek ini kini tengah dioptimalkan melalui berbagai upaya, termasuk sinergi lintas sektor. Pengembangan tersebut membutuhkan dukungan komprehensif, termasuk dari sektor swasta seperti DBL Indonesia.
“Terkait olahraga prestasi, kami sedang menyiapkan sejumlah kebijakan pengembangan talenta dan mitigasi bakat keolahragaan sejak dini,” ujar Abdul Mu’ti.
Ia menambahkan, pengembangan talenta akan dilakukan melalui dua jalur utama, yakni di lingkungan sekolah dan di luar sekolah. “Pengembangannya melalui dua jalur, yaitu sekolah dan luar sekolah,” jelasnya.
Kesuksesan DBL Membuka Peluang Kerja Sama
Keberhasilan DBL Indonesia dalam mencetak atlet pelajar atau student athletes menjadi pertimbangan utama Mendikdasmen dalam membuka peluang kerja sama. Banyak alumni DBL yang kini telah meniti karier sebagai pebasket profesional, baik di liga IBL maupun sebagai punggawa Tim Nasional Indonesia.
“Kami sangat terbuka ya. Tadi saya contohkan yang sekolah kelas olahraga itu dia kerja sama dengan klub sepak bola,” tutur Abdul Mu’ti.
Ia memberikan gambaran, di mana satu kelas diisi oleh para pemain klub sepak bola yang memiliki kualitas berbeda. “Jadi satu kelas itu adalah para pemain di klub sepak bola itu yang dia memang kelasnya beda dengan kelas yang lain.”
Abdul Mu’ti juga merujuk pengalaman kolaborasi dengan klub asal Inggris. “Nah ada juga misalnya dulu pernah ada pengalaman juga kerjasama dengan salah satu klub di Inggris. Waktu itu dengan Portsmouth, dia punya program kick and learn. Itu juga sama. Sepak bola tapi juga mengajari bahasa Inggris, mengajari leadership.”
Potensi replikasi program semacam ini sangat terbuka untuk cabang olahraga lain, termasuk DBL. “Nah yang begini nanti bisa kita replikasi dengan cabang olahraga lain termasuk saya kira dengan DBL apalagi tokoh pentingnya ada di sini,” katanya.
Siap Mendukung Program Pengembangan Olahraga Pelajar
Menanggapi hal tersebut, CEO DBL Indonesia, Azrul Ananda, menyatakan kesiapan pihaknya untuk mendukung program pengembangan olahraga pelajar. Ia menyambut baik momen ini sebagai diskusi perdana antara DBL Indonesia dengan Kemenpora dan Kemendikdasmen.
“Saya hari ini sangat bahagia karena untuk kali pertama ada diskusi langsung dan perdebatan langsung antara Kementerian Pendidikan dan Kementerian Olahraga,” ujar Azrul.
Bagi Azrul, student-athlete adalah inti dari passion hidupnya. Ia menekankan pentingnya keseimbangan antara bakat atletik dan akademis bagi para pelajar.
“Itu karena saya sangat passion hidup saya adalah student-athlete bagaimana anak itu harus bisa seimbang antara kalau dia punya bakat jadi atlet tapi dia tetap harus mengutamakan, harus menyeimbangkan dengan akademiknya dan ini seperti mimpi saya 20 tahun terwujud,” tambahnya.
Menurut Azrul, pengembangan atlet berprestasi di Indonesia harus dimulai dari lingkungan sekolah. Hal ini dinilai lebih efektif dalam menemukan bibit-bibit unggul.
“Kami yakin dengan ini kita bisa berkolaborasi baik itu dari Kementerian Pendidikan, Kementerian Olahraga, dengan pihak-pihak swasta bukan hanya dengan DBL bagaimana membuat ekosistem olahraga di Indonesia ini sejak dini, sejak khususnya dari sekolah-sekolah itu bisa menjadi sesuatu yang lebih terarah, lebih terfokus,” papar Azrul.
Ia menambahkan, dengan jumlah penduduk Indonesia yang mencapai ratusan juta, seharusnya tidak sulit untuk menemukan atlet berprestasi. “Indonesia ini penduduknya ratusan juta orang, masa nggak bisa ketemu atlet dan yang paling gampang menemukannya itu di sekolah-sekolah,” tutupnya.






