Internasional

Iran Diguncang Protes Besar-besaran Akibat Rial Anjlok ke Rekor Terendah, Gubernur Bank Sentral Mundur

Republik Islam Iran menghadapi gelombang aksi protes massa terbesar dalam tiga tahun terakhir pada Senin (29/12/2025) waktu setempat. Demonstrasi ini dipicu oleh anjloknya nilai tukar Rial ke rekor terendah sepanjang sejarah terhadap dolar AS, yang berujung pada pengunduran diri Kepala Bank Sentral Iran.

Mata uang Rial Iran mencatat rekor terburuk pada Minggu (28/12/2025), menyentuh angka 1,42 juta per dolar AS. Meskipun sempat sedikit menguat ke 1,38 juta per dolar AS pada Senin, kondisi ini jauh berbeda dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Sebagai perbandingan, pada 2022, Rial masih berada di level 430.000 per dolar AS. Bahkan, pada masa kesepakatan nuklir 2015, Rial diperdagangkan di angka 32.000 per dolar AS.

Pantau terus artikel terbaru dan terupdate hanya di mureks.co.id!

Gubernur Bank Sentral Mundur di Tengah Kepanikan Pasar

Tak lama setelah krisis mata uang ini memuncak, stasiun televisi pemerintah melaporkan bahwa Mohammad Reza Farzin telah resmi menanggalkan jabatannya sebagai Gubernur Bank Sentral. Langkah ini diambil di tengah kepanikan pasar dan gelombang demonstrasi yang melumpuhkan pusat-pusat perdagangan di Teheran.

Kondisi ekonomi yang memburuk memicu kemarahan para pedagang. Di Jalan Saadi, pusat kota Teheran, serta wilayah Shush di dekat Grand Bazaar, para pedagang dan pemilik toko melakukan aksi mogok dan menutup usaha mereka. Komunitas pedagang pasar (bazaari) memiliki sejarah panjang sebagai motor penggerak politik di Iran, termasuk saat Revolusi Islam 1979.

Protes Meluas, Polisi Tembakkan Gas Air Mata

Saksi mata melaporkan polisi mulai menembakkan gas air mata untuk membubarkan massa di beberapa titik di Teheran. Aksi serupa juga dilaporkan pecah di kota-kota besar lainnya seperti Isfahan, Shiraz, dan Mashhad, menunjukkan meluasnya ketidakpuasan publik.

Depresiasi mata uang yang sangat cepat ini secara langsung memicu inflasi yang melonjak drastis. Berdasarkan data pusat statistik negara, tingkat inflasi pada Desember 2025 melonjak menjadi 42,2%. Kenaikan harga kebutuhan pokok bahkan jauh lebih mengerikan, dengan harga pangan naik 72% dibandingkan tahun lalu, sementara alat kesehatan dan medis naik 50% dibandingkan tahun lalu.

Tekanan hidup masyarakat semakin terjepit menyusul kebijakan penyesuaian harga bensin baru-baru ini dan rencana pemerintah untuk menaikkan pajak pada tahun baru Iran yang dimulai 21 Maret mendatang.

Tekanan Sanksi dan Risiko Perang Memperburuk Sentimen

Sentimen pasar semakin memburuk akibat faktor geopolitik. Ketidakpastian menyelimuti Iran pasca perang 12 hari dengan Israel pada Juni lalu. Warga Iran mengkhawatirkan konfrontasi lebih luas yang bisa menyeret Amerika Serikat.

Dari sisi ekonomi internasional, posisi Iran semakin terpojok setelah PBB memberlakukan kembali sanksi nuklir melalui mekanisme “snapback” pada September lalu. Langkah ini membekukan aset-aset Iran di luar negeri, menghentikan transaksi senjata, dan memberikan penalti pada program rudal balistik Teheran.

Aksi protes Senin ini merupakan yang terbesar sejak tahun 2022, ketika kematian Mahsa Jina Amini memicu demonstrasi nasional. Namun, kali ini, motor penggeraknya adalah isu perut dan kehancuran ekonomi yang mengancam stabilitas rezim.

Mureks