Inspektorat Kabupaten Bogor, Jawa Barat, memperketat pengawasan dan audit terhadap pengelolaan keuangan desa. Langkah ini diambil menjelang pelaksanaan pemilihan kepala desa (pilkades) serentak pada tahun 2027, sebagai upaya preventif terhadap potensi penyimpangan.
Kepala Inspektorat Kabupaten Bogor, Arif Rahman, menjelaskan bahwa fokus pengawasan ini bertujuan untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas penggunaan anggaran di tingkat desa. Ia menyampaikan hal tersebut di Cibinong pada Senin (29/12).
Simak artikel informatif lainnya hanya di mureks.co.id.
Mekanisme Pengawasan dan Audit
Arif merinci bahwa pengawasan dilakukan melalui dua mekanisme utama. Pertama, pemeriksaan ketaatan yang dikoordinasikan secara erat dengan pihak kecamatan. Kedua, pemeriksaan yang didasarkan pada aduan atau laporan dari masyarakat.
“Pemeriksaan ketaatan ini kami koordinasikan dengan kecamatan. Jadi kecamatan mengusulkan desa mana yang akan dijadikan sampel pemeriksaan ketaatan,” ujar Arif.
Selain itu, laporan dari warga juga menjadi dasar penting bagi Inspektorat untuk melakukan pemeriksaan. Aduan dapat disampaikan langsung ke kantor Inspektorat atau melalui aplikasi JAGA ID yang dikelola oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Ada yang langsung ke Inspektorat, ada juga yang melalui JAGA ID KPK,” kata Arif.
Hasil Audit dan Pencegahan Kerugian Negara
Dari hasil pengawasan yang telah dilakukan, Inspektorat Kabupaten Bogor mencatat adanya pengembalian dana desa sebesar Rp1,6 miliar. Angka ini menunjukkan tingkat pengembalian yang tinggi, mencapai sekitar 97 persen dari total temuan.
“Audit dana desa, pengembaliannya sebesar Rp1,6 miliar, dan sekitar 97 persen sudah dikembalikan,” jelasnya.
Lebih lanjut, Arif mengungkapkan bahwa dari sisi pencegahan, Inspektorat Kabupaten Bogor berhasil menyelamatkan potensi kerugian negara dengan nilai fantastis. Sepanjang tahun 2025, potensi kerugian yang berhasil dicegah mencapai antara Rp44,2 miliar hingga Rp44,5 miliar.
“Dari asas pengawasan, Inspektorat Kabupaten Bogor berhasil melakukan pencegahan potensi kerugian negara sekitar Rp44,2 miliar sampai Rp44,5 miliar,” ungkap Arif.
Potensi kerugian tersebut berasal dari berbagai sektor, termasuk dana desa, dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang diaudit secara investigatif, serta audit kinerja pada perangkat daerah.
“Bisa dari dana desa, kemudian dari dana BOS yang kemarin kami audit secara investigatif. Audit kinerja SKPD juga ada, meskipun nilainya tidak terlalu besar,” papar Arif.
Setiap temuan yang mengindikasikan kerugian segera ditindaklanjuti dengan mekanisme pengembalian ke kas daerah sesuai hasil pemeriksaan. “Setiap ada hasil temuan, langsung dilakukan pengembalian ke kas daerah. Selama 2025, totalnya sekitar Rp44,2 miliar,” tambahnya.
Jenis Temuan Penyimpangan
Arif merinci beberapa jenis temuan yang seringkali muncul dalam audit. Di tingkat desa, temuan umumnya berkaitan dengan ketidaksesuaian antara laporan pertanggungjawaban (SPJ) dengan pembelian barang yang sebenarnya.
Sementara itu, pada pengelolaan dana BOS, Inspektorat menemukan adanya pembelian barang yang tidak sesuai dengan peruntukan serta adanya SPJ fiktif.






