Lifestyle

Hukum Lupa Niat Sholat Tahajud: Sahkah Ibadah Tanpa Lafaz Niat Lisan?

Lupa melafalkan niat sholat Tahajud merupakan kondisi yang kerap dialami umat Islam, terutama saat terbangun di sepertiga malam terakhir dalam keadaan mengantuk. Situasi ini seringkali menimbulkan keraguan mengenai keabsahan sholat Tahajud yang dikerjakan tanpa mengucapkan niat secara lisan.

Sholat Tahajud, secara etimologis, berasal dari kata “tahajjada” yang berarti terjaga atau bangun dari tidur, serta “istaiqadza” yang bermakna sengaja terbangun atau tidak tidur. Ibadah sunah ini dilaksanakan pada malam hari setelah seseorang tidur terlebih dahulu, meski hanya sebentar. Dalam sejarah Islam, sholat Tahajud bahkan disebut sebagai ibadah mahdhah pertama yang diperintahkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW sebelum kewajiban ibadah lainnya.

Simak artikel informatif lainnya hanya di mureks.co.id.

Esensi Niat dalam Sholat Menurut Pandangan Ulama

Untuk memahami sah atau tidaknya sholat Tahajud ketika lupa niat, penting untuk meninjau penjelasan para ulama terkait hakikat niat dalam sholat serta perbedaan antara niat di hati dan pelafalan niat secara lisan.

Dalam Islam, niat merupakan amalan hati yang menjadi dasar sah atau tidaknya suatu ibadah. Hal ini ditegaskan oleh Rasulullah SAW dalam hadits yang sangat masyhur:

إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى … رواه البخاري ومسلم

“Setiap amal itu hanya ditentukan oleh niat dan bagi seseorang tergantung oleh niatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

M. Quraish Shihab dalam bukunya Quraish Shihab Menjawab 1001 Soal Keislaman yang Patut Anda Ketahui menjelaskan bahwa para ulama memiliki perbedaan pendapat mengenai posisi niat dalam sholat.

  • Mazhab Hanafi dan Hanbali, serta mayoritas ulama Maliki, memandang niat sebagai syarat sholat, bukan bagian dari rangkaian sholat itu sendiri. Oleh karena itu, niat tidak harus dilakukan tepat bersamaan dengan takbiratul ihram, selama tidak ada jeda yang lama atau aktivitas yang membatalkannya. Mazhab Hanafi bahkan membolehkan niat dilakukan sebelum berwudu atau sebelum berangkat ke masjid, asalkan niat tersebut masih tersambung dengan pelaksanaan sholat dan tidak diselingi aktivitas lain seperti makan atau minum. Mazhab Hanbali memiliki pandangan serupa, dengan catatan tidak ada jeda waktu yang terlalu lama antara niat dan takbir.
  • Berbeda dengan itu, Mazhab Syafi’i dan sebagian ulama Maliki mewajibkan niat dilakukan bersamaan dengan takbiratul ihram. Menurut mazhab ini, niat dipahami sebagai kehendak hati yang harus hadir bersamaan dengan aktivitas sholat. Jika niat dihadirkan sebelum sholat dimulai, hal tersebut dianggap sebagai azam (tekad), bukan niat. Oleh karena itu, niat harus ada di awal sholat, tepat ketika takbiratul ihram dilafalkan.

Pendapat Mazhab Syafi’i ini diperkuat dalam buku Ahkam Ash-Sholah: Panduan Lengkap Hukum-Hukum Seputar Sholat karya Syaikh Ali Raghib. Dijelaskan bahwa sholat merupakan bentuk taqarrub (pendekatan diri) yang murni kepada Allah, dengan metode berupa perbuatan-perbuatan tertentu. Oleh sebab itu, niat sebagai fardhu paling awal dalam sholat harus dilakukan bersamaan dengan takbiratul ihram.

Dalam sholat fardhu, niat harus ditentukan secara jelas, seperti niat sholat Zuhur atau Ashar, guna membedakan antara satu sholat dengan sholat lainnya. Demikian pula pada sholat sunnah rawatib, seperti sholat Witir atau sholat sunnah Fajar, niat harus ditentukan agar tidak tercampur dengan sholat sunnah lainnya.

Adapun sholat sunnah nafilah (sunnah mutlak) yang tidak terikat waktu atau sebab tertentu, maka cukup dengan niat sholat sunnah secara umum, tanpa harus menentukan jenis sholatnya secara rinci.

Sebagaimana dikutip dari buku Fikih Empat Madzhab Jilid 1 karya Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi, pada dasarnya niat diwajibkan secara tegas ketika hendak melaksanakan sholat fardhu, baik fardhu ‘ain maupun fardhu kifayah, termasuk sholat wajib lainnya dan sholat nazar. Adapun pada sholat sunnah, tidak disyaratkan adanya niat secara khusus dan rinci, kecuali jika sholat tersebut terputus atau batal di tengah pelaksanaan sehingga harus diulang.

Dengan demikian, apabila seseorang bangun pada malam hari untuk beribadah lalu melaksanakan sholat Tahajud tanpa melafalkan niat secara lisan atau tanpa merinci niatnya, maka sholat tersebut tetap sah. Hal ini berlaku selama niat di dalam hati telah hadir dan bersamaan dengan pelaksanaan sholat itu sendiri.

Al-Qur’an juga menegaskan pentingnya keikhlasan dalam beribadah. Allah SWT berfirman dalam surah Al-Bayyinah ayat 5:

وَمَآ اُمِرُوْٓا اِلَّا لِيَعْبُدُوا اللّٰهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ ەۙ حُنَفَاۤءَ وَيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوا الزَّكٰوةَ وَذٰلِكَ دِيْنُ الْقَيِّمَةِۗ

Latin: Wa mā umirū illā liya’budullāha mukhliṣīna lahud-dīn(a), ḥunafā’a wa yuqīmuṣ-ṣalāta wa yu’tuz-zakāta wa żālika dīnul-qayyimah(ti).

Artinya: Mereka tidak diperintah, kecuali untuk menyembah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya lagi hanif (istikamah), melaksanakan sholat, dan menunaikan zakat. Itulah agama yang lurus (benar) (Al-Bayyinah: 5)

Ayat ini menunjukkan bahwa esensi ibadah terletak pada keikhlasan dan kesadaran hati, bukan pada lafaz semata.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa lupa melafalkan niat tidak membatalkan sholat Tahajud, selama di dalam hati sudah ada kehendak untuk melaksanakan sholat tersebut. Maka, seseorang tidak perlu ragu atau waswas, sholat Tahajud tetap sah, karena niat sejatinya berada di hati, bukan di lisan.

Lafaz Niat Sholat Tahajud

Sholat Tahajud dikerjakan paling sedikit dua rakaat, sedangkan jumlah maksimalnya tidak dibatasi, sesuai dengan kemampuan dan keikhlasan masing-masing. Adapun lafaz niat sholat Tahajud yang biasa dibaca, dikutip dari buku Bukti Rahmat Allah Tidak Pernah Putus oleh Muhammad Syukron Maksum, adalah sebagai berikut:

أصَلَّى سُنَّةَ التَّهَجُّدِ رَكْعَتَيْنِ لِلَّهِ تَعَالَى

Latin: Ushallii sunnatat tahajjudi rak’ataini lillaahi ta’aalaa

Artinya: “Aku niat sholat sunah Tahajud dua rakaat karena Allah Ta’ala”

Doa setelah Sholat Tahajud

Setelah melaksanakan sholat Tahajud, dianjurkan untuk membaca doa berikut:

اللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ قَيِّمُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَنْ فِيْهِنَّ . وَلَكَ الْحَمْدُ لَكَ مُلْكُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَنْ فِيْهِنَّ وَلَكَ الْحَمْدُ نُورُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ, وَلَكَ الْحَمْدُ أَنْتَ الْحَقُّ وَوَعْدُكَ الْحَقُّ وَلِقَاءُكَ حَقٌّ وَقَوْلُكَ حَقٌّ وَالْجَنَّةُ حَقٌّ وَالنَّارُ حَقٌّ وَالنَّبِيُّونَ حَقٌّ وَمُحَمَّدٌ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَقٌّ وَالسَّاعَةُ حَقٌّ اللَّهُمَّ لَكَ أَسْلَمْتُ وَبِكَ أَمَنْتُ وَعَلَيْكَ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْكَ أَنَبْتُ وَبِكَ خَاصَمْتُ وَإِلَيْكَ حَاكَمْتُ فَاغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ أَنْتَ الْمُقَدِّمُ وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ أَوْ لَا إِلَهَ غَيْرُكَ وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيمِ

Latin: Allaahumma lakal hamdu anta qayyimus samaawaati wal ardli wa man fiihinn, wa lakal hamdu laka mulkus samaawaati wal ardli wa man fiihinn, wa lakal hamdu nuurus samaawaati wal ardli, wa lakal hamdu antal haqq, wa wa’dukal haqq, wa liqaa-uka haqq, wa qauluka haqq, wal jannatu haqq, wan naaru haqq, wan nabiyyuuna haqq, wa muhammadun shallallaahu ‘alaihi wa sallama haqq, was saa’atu haqq. Allaahumma laka as-lamtu, wa bika aamantu, wa ‘alaika tawakkaltu, wa ilaika anabtu, wa bika khaashamtu, wa ilaika haakamtu, faghfir lii maa qaddamtu wa maa akhkhartu, wa maa as-rartu wa maa a’lantu, antal muqaddimu wa antal mu-akhkhiru, laa ilaaha illaa anta aw laa ilaaha ghairuka, wa laa haula wa laa quwwata illaa billaahil ‘aliyyil ‘azhiim.

Artinya: “Ya Allah, bagi-Mu segala puji, Engkaulah penegak langit dan bumi serta segala isinya. Bagi-Mu segala puji, bagi-Mu kera-jaan langit dan bumi beserta isinya. Bagi-Mu segala puji, Peman-car cahaya langit dan bumi. Bagi-Mu segala puji, Engkaulah Yang Haq, janji-Mu adalah benar, perjumpaan dengan-Mu adalah be-nar, firman-Mu adalah benar, surga-Mu adalah benar, neraka-Mu adalah benar, nabi-nabi adalah benar, dan Nabi Muhammad saw. adalah benar, serta saat hari kiamat adalah benar. Ya Allah, kepada-Mu-lah kami berserah diri, kepada Engkau-lah kami kembali, ke-pada-Mu lah kami rindu, dan kepada-Mu lah kami berhukum. Ampunilah kami atas kesalahan yang telah kami lakukan…, baik yang kami sembunyikan maupun yang kami nyatakan. Engkaulah Tuhan yang terdahulu dan Tuhan yang terakhir. Tiada Tuhan se-lain Engkau, Tuhan sekalian alam. Tiada daya dan upaya kecuali dengan (pertolongan) Allah.”

Setelah membaca doa tersebut, lebih baiknya disambung dengan bacaan istighfar. Bacaan istighfar yang lengkap, yang dikenal juga dengan sebutan sayyidul istighfar, yaitu:

اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُاعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ وَأَبُوْءُ بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ

Latin: Allaahumma anta rabbii, laa ilaaha illaa anta, khalaqtanii wa ana ‘abduka wa ana ‘alaa ‘ahdika wa wa’dika mas-tatha’tu, a’uudzu bika min syarri maa shana’tu, abuu-u laka bi ni’matika ‘alayya wa abuu-u bidzambii, faghfir lii, fainnahuu laa yaghfirudz dzunuuba illaa anta.

Artinya: “Ya Allah, Engkaulah Tuhanku, tiada Tuhan melainkan Eng-kau, Engkaulah yang menciptakanku, dan aku adalah hamba-Mu dan aku berada dalam ketentuan dan janji-Mu sedapat yang aku lakukan. Aku berlindung kepada-Mu dari keburukan apa saja yang telah aku lakukan, aku megakui kenikmatan-kenikmatan-Mu yang telah Engkau limpahkan kepadaku, dan aku pun mengakui dosa-dosaku, maka ampunilah aku, Ya Allah, karena sesungguhnya tia-da yang dapat mengampuni dosa kecuali Engkau.”

Adab dan Persiapan sebelum Melaksanakan Sholat Tahajud

Masih merujuk pada sumber yang sama, terdapat sejumlah adab yang dianjurkan untuk dilakukan sebelum melaksanakan sholat sunah Tahajud. Beberapa amalan ini bertujuan agar ibadah yang dikerjakan lebih tertata, khusyuk, dan sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW.

  1. Meniatkan sebelum Tidur

    Sebelum tidur, dianjurkan untuk menanamkan niat dalam hati untuk bangun di malam hari guna melaksanakan sholat Tahajud serta bersiap untuk berwudu. Rasulullah SAW menjelaskan keutamaan niat tersebut dalam sebuah hadits:

    “Barangsiapa yang hendak tidur (mendatangi tempat tidurnya) sedang ia bemiat akan bangun malam lalu ia tertidur (karena diserang kantuk yang sangat berat) sampai pagi, maka telah dituliskan baginya apa-apa yang diniatkan dan tidurnya menjadi sedekah kepadanya dari Tuhannya.” (HR. An-Nasai dan Ibnu Majah)

    Hadits ini menunjukkan bahwa niat yang sungguh-sungguh memiliki nilai ibadah, meskipun seseorang tidak terbangun karena faktor yang tidak disengaja.

  2. Membersihkan Diri dan Berdoa

    Setelah terbangun dari tidur, dianjurkan untuk membersihkan diri, seperti mengusap wajah, bersiwak, serta menengadahkan pandangan ke langit sambil merenungi kebesaran Allah SWT. Dalam keadaan tersebut, disunahkan membaca doa berikut:

    لَا إِلَهَ إِلَّا أَنتَ سُبْحَانَكَ أَسْتَغْفِرُكَ لِذَنبِي وَأَسْأَلُكَ رَحْمَتَكَ اللَّهُمَّ زِدْنِي عِلْمًا وَلَا تُزِغْ قَلْبِي بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنِي وَهَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ الْحَمْدُ لِلَّهِ أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُورُ

    Latin: Laa ilaaha illaa anta subhaanaka astaghfiruka lidzanbii wa as-aluka rahmatak. Allahumma zidnii ‘ilman walaa tuzigh qalbii ba’da idz hadaitanii wa hablii min ladunka rahmah, innaka antal wahhaab. Alhamdulillaahilladzii ahyaanaa ba’da maa amaatana wailahin nuyuur.

    Artinya: “Tiada Tuhan melainkan Engkau, Maha Suci Engkau, aku memohan ampunan-Mu, dan aku memohon kepada-Mu akan rahmat-Mu. Ya Allah, Tuhan kami, tambahkanlah ilmu dan janganlah Engkau palingkan hatiku setelah Engkau memberi petunjuk padaku, dan karuniakanlah rahmat dari-Mu padaku, karena sesungguhnya Engkau Maha Pemberi Karunia. Segala puji bagi Mu yang telah menghidupkan setelah mematikan dan kepada-Nyalah (kami) kembali,”

    Setelah membaca doa tersebut, disunnahkan pula membaca sepuluh ayat terakhir dari Surah Ali Imran, yakni ayat 190 hingga 200. Agar makna ayat-ayat tersebut lebih meresap, dianjurkan membacanya dengan penuh penghayatan dan kesadaran. Inilah amalan yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW ketika bangun di malam hari.

  3. Berwudu

    Tahapan berikutnya adalah melaksanakan wudu sebagai bentuk penyucian diri sebelum sholat. Tata cara wudu dilakukan sebagaimana ketentuan yang telah dijelaskan dalam pembahasan tentang wudu pada umumnya.

  4. Sholat Pembuka

    Setelah berwudu, dianjurkan untuk mengawali sholat malam dengan melaksanakan dua rakaat sholat ringan sebagai sholat pembuka. Rasulullah SAW bersabda:

    “Rasulullah SAW apabila bangun di malam hari maka selalu membuka sholat malamnya dengan sholat dua rakaat yang ringan.” (HR. Abu Dawud, Muslim dan Ahmad)

    Sholat ini berfungsi sebagai persiapan sebelum melanjutkan sholat malam dengan rakaat yang lebih panjang.

  5. Membangunkan Keluarga

    Salah satu amalan yang dianjurkan adalah membangunkan anggota keluarga untuk bersama-sama melaksanakan qiyam al-layl, baik dengan sholat Tahajud maupun sholat sunnah lainnya. Rasulullah SAW bersabda:

    “Apabila seseorang membangunkan keluarganya di malam hari, lalu kedua-duanya menegakkan sholat atau sholat sendirian dua rakaat, maka dituliskan baginya ke dalam golongan orang-orang yang ingat kepada Allah.” (HR. Abu Dawud)

    Hal ini menunjukkan keutamaan menghidupkan suasana ibadah di dalam keluarga.

  6. Tidur Jika Selesai Sholat Tahajud

    Apabila rasa kantuk sudah terlalu berat hingga mengganggu konsentrasi dan kekhusyukan dalam sholat, dianjurkan untuk menghentikan ibadah dan kembali tidur hingga kondisi tubuh kembali segar. Rasulullah SAW bersabda:

    “Apabila salah seorang di antara kalian bangun di malam hari menjalankan sholat malam, lalu ia sukar membaca Al-Qur’an (tidak mengerti apa yang dibacanya), maka hendaklah ia tidur.” (HR. Muslim).

    Anjuran ini bertujuan agar ibadah tetap dilakukan dalam keadaan sadar dan penuh penghayatan.

  7. Jangan Memberatkan Diri

    Dalam melaksanakan sholat Tahajud, umat Islam dianjurkan untuk tidak memaksakan diri melebihi kemampuan. Sholat dilakukan sesuai kesanggupan dan dijaga konsistensinya, meskipun jumlah rakaatnya sedikit. Rasulullah SAW bersabda dalam hadits yang diriwayatkan dari Aisyah RA:

    “Ambillah sebanyak yang kalian sanggupi dari beraneka pe-kerjaan yang baik. Demi Allah, Dia tidak pernah memutuskan pahala-Nya, sehingga kalian sendirilah yang memutuskan ibadah kepada-Nya.” (HR. Muttafaq Alaih)

    Hadits ini menegaskan bahwa amal yang sedikit namun istiqamah lebih dicintai daripada amal banyak tetapi memberatkan dan tidak berkelanjutan.

Dengan demikian, lupa melafalkan niat sholat Tahajud tidak membatalkan sholat, selama niat tersebut sudah ada di dalam hati ketika memulai sholat. Umat Islam dianjurkan untuk tetap menghadirkan kesadaran dan keikhlasan dalam beribadah tanpa berlebihan dalam keraguan yang dapat mengganggu kekhusyukan.

Mureks