Komisi XII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) bersiap kembali membahas revisi Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi (RUU Migas). Fraksi Partai Gerindra DPR RI menyatakan dukungan penuh terhadap percepatan penyelesaian beleid tersebut.
“Fraksi Partai Gerindra mendorong percepatan revisi UU Migas,” kata Sekretaris Fraksi Gerindra DPR, Bambang Haryadi, saat dikonfirmasi pada Senin (22/12/2025).
Simak artikel informatif lainnya hanya di mureks.co.id.
Bambang Haryadi menjelaskan, dorongan revisi ini didasari oleh beberapa alasan krusial. Salah satunya adalah pembatalan Badan Pelaksana Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) oleh Mahkamah Konstitusi (MK) yang dinilai bertentangan dengan konstitusi.
“UU No. 22 Tahun 2001 tentang Migas yang saat ini berlaku sudah tidak relevan dengan kondisi terkini, apalagi setelah pasca putusan MK No. 36 tahun 2012,” tegas Bambang.
Lebih lanjut, Bambang mengungkapkan bahwa Komisi XII DPR RI berencana mengundang berbagai elemen masyarakat dan pelaku usaha. Tujuannya adalah untuk mendapatkan masukan komprehensif dalam pembahasan RUU Migas.
“Kita akan mulai mengundang semua elemen masyarakat dan pelaku usaha untuk mendapatkan masukan dalam masa sidang yang akan datang,” ujar Bambang, seraya menambahkan bahwa rapat akan digelar segera setelah DPR menyelesaikan masa reses.
Ia juga menyebutkan bahwa draf RUU Migas sebenarnya sudah tersedia. Pihaknya akan fokus pada penyempurnaan rancangan undang-undang tersebut dalam pembahasan mendatang.
“Draft RUU sebenarnya sudah ada, tinggal penyempurnaan untuk diusulkan menjadi usul inisiatif DPR,” jelas Bambang.
Penguatan penguasaan negara di sektor migas menjadi salah satu tujuan utama revisi ini. “Kita ingin menguatkan penguasaan negara di sektor Migas, sesuai amanat UUD 1945 pasal 33,” imbuh Bambang.
Sebagai informasi, RUU Migas memiliki sejarah pembahasan yang panjang. Pada periode 2014-2019, RUU ini sempat selesai dibahas di DPR dan diserahkan kepada pemerintah. Namun, meskipun surat presiden (surpres) terkait RUU Migas terbit pada Januari 2019, pemerintah disebut tidak menyertakan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) sebagai lampiran, sehingga pembahasan terhenti.
Rancangan beleid ini juga kembali dibahas pada periode DPR 2019-2024. Setelah disinkronisasi dan diharmonisasi di tingkat Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, RUU tersebut diserahkan ke Komisi VII DPR. Sayangnya, Komisi VII tidak melanjutkan pembahasan ke tingkat Badan Musyawarah (Bamus) untuk diparipurnakan, menyebabkan RUU Migas tetap berstatus rancangan hingga kini.






