Wakil Ketua DPRD Provinsi DKI Jakarta, Ima Mahdiah, memastikan pihaknya akan mengawasi ketat implementasi Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta 2026 yang telah ditetapkan sebesar Rp 5.729.876. Pernyataan ini disampaikan Ima menyusul penolakan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) terhadap besaran kenaikan upah tersebut.
Ima Mahdiah menghargai komitmen KSPI dalam memperjuangkan kesejahteraan buruh. Menurutnya, penetapan UMP Jakarta 2026 merupakan hasil dari proses tripartit yang transparan dan adil.
Dapatkan berita menarik lainnya di mureks.co.id.
“Kami menghargai komitmen KSPI dalam memperjuangkan kesejahteraan buruh. Penetapan UMP Jakarta 2026 adalah hasil dari proses tripartit yang transparan dan adil. Kenaikan 6,17 persen ini telah melampaui inflasi daerah Jakarta,” kata Ima kepada wartawan pada Sabtu (27/12/2025).
Selain kenaikan upah, Ima menambahkan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga menyiapkan berbagai program untuk meningkatkan kesejahteraan buruh. Program tersebut meliputi subsidi transportasi publik, bantuan pangan, layanan cek kesehatan gratis, serta akses air minum melalui PAM Jaya.
“DPRD DKI Jakarta berkomitmen untuk melakukan pengawasan ketat terhadap implementasi UMP ini, dan pemerintah akan memberikan sanksi tegas bagi perusahaan yang tidak menerapkannya,” tegas Ima.
Ia juga optimistis terhadap prospek kenaikan upah di masa mendatang. “Dengan pertumbuhan ekonomi Jakarta yang baik dan iklim investasi yang kondusif, kami yakin dapat memberikan kenaikan upah yang lebih signifikan di tahun-tahun mendatang,” imbuhnya.
KSPI Tolak UMP Jakarta, Sebut Lebih Rendah dari Bekasi
Sebelumnya, Presiden KSPI sekaligus Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, secara tegas menolak penetapan UMP DKI Jakarta 2026. Menurutnya, besaran Rp 5.729.876 tersebut terlalu rendah dan tidak sesuai dengan tuntutan buruh.
“Kami menolak. Saya ulangi, KSPI dan Partai Buruh menolak kenaikan upah minimum DKI Jakarta Tahun 2026 yang ditetapkan dengan indeks 0,75 sehingga UMP-nya hanya Rp 5,73 juta,” kata Said Iqbal kepada wartawan pada Jumat (26/12).
Said menjelaskan, seluruh aliansi buruh DKI Jakarta telah menyepakati tuntutan agar Gubernur DKI Jakarta menetapkan upah minimum sebesar 100 persen Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Ia menyebut, nilai 100 persen KHL versi Kementerian Ketenagakerjaan adalah Rp 5,89 juta per bulan. Angka ini menunjukkan selisih sekitar Rp 160 ribu dari UMP yang telah ditetapkan.
Lebih lanjut, Said Iqbal menyoroti perbandingan UMP DKI Jakarta dengan upah minimum di daerah penyangga. Ia menyebut UMP DKI Jakarta menjadi lebih rendah dibanding Upah Minimum Kabupaten (UMK) Bekasi dan Karawang yang telah mencapai sekitar Rp 5,95 juta.
“Apakah masuk akal upah minimum Jakarta lebih rendah dari Bekasi dan Karawang, sementara biaya hidup Jakarta jauh lebih mahal?” tanyanya.
Said juga mengkritik pernyataan Gubernur DKI Jakarta mengenai tiga insentif tambahan (transportasi, air bersih, dan BPJS) sebagai bagian dari upaya peningkatan kesejahteraan buruh. Menurut Said, insentif tersebut bukan bagian dari upah, tidak diterima langsung oleh buruh, dan memiliki kuota terbatas karena bergantung pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
“Buruh di Jakarta lebih dari satu juta orang. Tidak mungkin semua menerima insentif itu. Jadi itu bukan solusi,” tegas Said Iqbal.






