Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PKS, Riyono, mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KemenLHK) untuk segera mengungkap sindikat illegal logging yang diduga menjadi salah satu penyebab bencana banjir dan tanah longsor di Aceh dan Sumatra. Desakan ini muncul menyusul hasil Rapat Kerja (Raker) Komisi IV dengan KemenLHK beberapa waktu lalu yang mengindikasikan adanya pelanggaran oleh perusahaan atau individu.
Riyono menyatakan bahwa kesimpulan Raker Komisi IV dengan KemenLHK secara spesifik meminta kementerian untuk menindak perusahaan pemegang izin usaha atau Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan dan Tambang ilegal. “Artinya segera itu ya secepatnya, mungkin maksimal 1 bulan ya. Itu pendapat saya,” tegas Riyono dalam keterangan tertulisnya, Selasa (9/12/2025).
Ia menambahkan bahwa paparan dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (MenLHK) dalam Raker tersebut belum sepenuhnya memuaskan para wakil rakyat. Data dan angka lapangan yang disajikan perlu divalidasi lebih lanjut, mengingat skala kerusakan alam yang menyebabkan bencana tersebut sangat besar.
Bencana alam hebat di Aceh dan Sumatra dilaporkan telah menelan korban jiwa lebih dari 800 orang dan menimbulkan kerugian material mencapai lebih dari Rp10 triliun, baik pada sektor infrastruktur maupun ekonomi. Banyak daerah dilaporkan masih terisolasi dan sulit dijangkau bantuan.
Menanggapi video viral yang menunjukkan tumpukan kayu terbawa arus banjir, Riyono menduga kayu-kayu tersebut berasal dari pemegang izin usaha yang justru melakukan penebangan liar atau illegal logging. “Sampai sekarang KemenLHK belum bisa jelaskan, siapa pemilik kayu – kayu yang terbawa oleh arus banjir ini? Apakah dari aktivitas illegal atau legal? Mungkin jumlahnya bisa ratusan kubik? Semua belum jelas sampai saat ini?!” ungkapnya.
Riyono juga menyoroti pernyataan MenLHK Raja Juli yang menyebutkan ada 12 objek hukum yang sedang dalam proses. “Siapa saja mereka? Belum ada yang disampaikan kepada publik,” imbuhnya.
Oleh karena itu, Riyono mendesak MenLHK untuk bertindak tegas dan cepat, sesuai tenggat waktu 30 hari yang bertepatan dengan dimulainya kembali masa sidang DPR pada tahun 2026. “Jangan sampai dalam Raker 2026 belum ketemu siapa yang bertanggung jawab atas kerusakan sehingga bencana besar ini,” tutup Riyono.





