Nasional

Di Balik Euforia Libur Akhir Tahun: Mengapa Nataru Tak Selalu Identik dengan Kebahagiaan?

Perayaan Natal dan Tahun Baru (Nataru) kerap diidentikkan dengan kebahagiaan, liburan panjang, dan euforia akhir tahun. Namun, di balik gemerlap suasana tersebut, tak sedikit individu yang justru merasakan kecemasan, kelelahan emosional, dan perasaan campur aduk. Fenomena ini, yang sering kali tak terlihat di tengah hiruk pikuk media sosial, menjadi sorotan bagi sebagian pengamat psikologi.

Iffah Khairunnisa, seorang mahasiswa Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dalam tulisannya menyoroti bahwa momen Nataru tidak selalu tentang kebahagiaan semata. Banyak orang justru merasa cemas, lelah, dan emosinya campur aduk. Momen yang seharusnya penuh kehangatan ini justru sering memicu overthinking.

Simak artikel informatif lainnya hanya di mureks.co.id.

Refleksi Akhir Tahun dan Tekanan Sosial

Momen akhir tahun secara inheren seringkali menjadi waktu untuk refleksi diri. Tanpa disadari, individu mulai mengevaluasi pencapaian hidup mereka, seringkali dengan membandingkannya pada orang lain. Target yang belum tercapai, hubungan yang belum membaik, atau rencana yang tidak berjalan sesuai harapan, kerap muncul kembali dalam pikiran.

Dalam ilmu psikologi, refleksi diri sebenarnya merupakan proses yang sehat. Namun, ketika refleksi tersebut bergeser menjadi perbandingan sosial yang berlebihan, tekanan emosional yang signifikan dapat muncul. Media sosial, dengan representasi kehidupan yang seringkali hanya menampilkan sisi terbaik, memperkuat tekanan ini.

Rasa Sepi di Tengah Perayaan

Tidak semua orang menyambut Nataru dengan suasana hangat dan kebersamaan. Ada individu yang jauh dari keluarga, sedang dalam masa berduka, atau berada di fase hidup yang penuh tantangan. Rasa sepi di tengah perayaan sering kali menjadi perasaan yang tersembunyi dan jarang dibicarakan.

Banyak orang merasa tertekan untuk harus bahagia karena Nataru dianggap sebagai momen spesial. Padahal, perasaan manusia tidak dapat dipaksa untuk selalu sesuai dengan ekspektasi sosial. Kompleksitas emosi ini menunjukkan bahwa kebahagiaan bukanlah satu-satunya respons yang valid selama periode ini.

Validitas Perasaan Campur Aduk

Merasa lelah, sedih, atau bingung di momen akhir tahun bukanlah tanda ketidakbersyukuran. Emosi manusia memang kompleks; rasa senang dan sedih dapat hadir secara bersamaan. Psikologi menekankan pentingnya kesadaran emosi, yaitu kemampuan untuk mengenali dan menerima perasaan tanpa langsung menghakimi diri sendiri.

Mengakui bahwa diri sedang tidak baik-baik saja justru bisa menjadi langkah awal yang krusial untuk proses pemulihan dan kesejahteraan mental.

Menyikapi Nataru dengan Lebih Sehat

Nataru tidak harus selalu diisi dengan resolusi besar atau pencarian kebahagiaan yang sempurna. Beberapa pendekatan sederhana dapat membantu individu menghadapi akhir tahun dengan lebih tenang:

  • Mengurangi kebiasaan membandingkan diri dengan orang lain, terutama di media sosial.
  • Menjalani libur akhir tahun sesuai dengan kondisi dan kapasitas diri sendiri.
  • Memberi izin pada diri untuk beristirahat tanpa dibebani rasa bersalah.
  • Fokus pada hal-hal kecil yang masih dapat dikontrol dan memberikan ketenangan.

Akhir tahun dapat menjadi momen untuk merangkul diri sendiri, bukan terus-menerus menghakimi. Natal dan Tahun Baru adalah momen transisi, bukan garis akhir. Jika perasaan di akhir tahun terasa campur aduk, itu adalah hal yang manusiawi. Tidak apa-apa jika Nataru kali ini dijalani dengan lebih pelan. Yang terpenting, individu masih bertahan, masih mencoba, dan masih melangkah, dan itu sudah cukup.

Mureks