Nasional

Demokrasi dalam Bingkai Syariat: Menelaah Keselarasan Prinsip Kedaulatan Rakyat dengan Hukum Islam

Demokrasi menjadi salah satu isu krusial dalam kajian hukum Islam kontemporer. Perdebatan mengenai keselarasan prinsip demokrasi dengan ajaran Islam serta implementasinya dalam kehidupan umat Muslim terus bergulir. Artikel ini akan menelaah secara ringkas pengertian demokrasi dalam perspektif Islam, dasar hukumnya, hingga relevansinya menurut tafsir Al-Qur’an.

Memahami Demokrasi dalam Bingkai Islam

Pembahasan demokrasi dalam Islam tidak dapat dilepaskan dari perbedaan konseptual antara pandangan Barat dan Islam itu sendiri. Dalam buku Demokrasi Dalam Islam: Tinjauan Tafsir Maudhu’i karya Mgs.A.Defrizal, Achmad Zulham, dan Solihin, dijelaskan bahwa “demokrasi dalam Islam bersandar pada prinsip syura atau musyawarah sebagai metode pengambilan keputusan bersama.” Nilai-nilai ini telah mengakar sejak masa Nabi Muhammad SAW dan menjadi fondasi dalam mengatur kehidupan umat.

Dapatkan berita menarik lainnya di mureks.co.id.

Konsep demokrasi dalam Islam berlandaskan pada nilai musyawarah, keadilan, dan persamaan hak. Setiap individu memiliki hak untuk menyampaikan pendapat, sementara keputusan kolektif diambil demi kemaslahatan bersama. Dengan demikian, tidak ada dominasi satu pihak atas pihak lain dalam penentuan arah kebijakan.

Perbedaan mendasar antara demokrasi Barat dan Islam terletak pada batasan kedaulatan. Demokrasi Barat kerap menekankan kedaulatan rakyat secara penuh tanpa batasan agama. Sebaliknya, demokrasi dalam Islam tetap menempatkan syariat sebagai pedoman utama. Kebebasan berpendapat tetap dijamin, namun selalu dalam koridor nilai-nilai Islam dan moralitas.

Landasan Al-Qur’an dan Hadis

Al-Qur’an memuat prinsip-prinsip musyawarah dan keadilan yang relevan dengan kehidupan bermasyarakat. Surah Asy-Syura ayat 38, misalnya, secara eksplisit menekankan pentingnya bermusyawarah dalam urusan bersama. Hadis-hadis Nabi Muhammad SAW juga menganjurkan para pemimpin untuk melibatkan umat dalam pengambilan keputusan.

Berikut kutipan Surah Asy-Syura ayat 38:

walladzînastajâbû lirabbihim wa aqâmush-shalâta wa amruhum syûrâ bainahum wa mimmâ razaqnâhum yunfiqûn

“(juga lebih baik dan lebih kekal bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan dan melaksanakan salat, sedangkan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah di antara mereka. Mereka menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka.”

Urgensi Sikap Demokratis bagi Umat Islam

Sikap demokratis memiliki peran vital dalam kehidupan umat Islam. Melalui musyawarah, keputusan yang dihasilkan cenderung lebih adil dan mampu mengakomodasi beragam kepentingan. Selain itu, nilai-nilai keadilan dan kesetaraan yang sangat dijunjung dalam Islam mendorong masyarakat untuk bersikap terbuka dan menghargai perbedaan pendapat.

Musyawarah menjadi metode utama dalam menyelesaikan berbagai permasalahan bersama. Ketika sebuah keputusan diambil melalui diskusi dan mufakat, hasilnya akan lebih mudah diterima oleh semua pihak, sekaligus menjaga keharmonisan di antara anggota masyarakat.

Islam mengajarkan keadilan sebagai fondasi kehidupan. Dalam praktik demokrasi, setiap individu memiliki hak suara yang setara. Prinsip ini selaras dengan ajaran Islam yang menolak diskriminasi dan menekankan pentingnya menghargai sesama manusia.

Relevansi Demokrasi dengan Al-Qur’an

Pertanyaan mengenai kesesuaian demokrasi dengan Al-Qur’an telah menjadi topik perdebatan panjang. Namun, mayoritas ulama sepakat bahwa musyawarah dan keadilan merupakan nilai inti yang juga ditemukan dalam sistem demokrasi.

Beberapa ayat Al-Qur’an, seperti Asy-Syura ayat 38 dan Ali Imran ayat 159, secara tegas menggarisbawahi pentingnya musyawarah dalam pengambilan keputusan. Ayat-ayat ini menjadi landasan kuat bagi penerapan prinsip demokrasi dalam Islam.

Berikut kutipan Surah Ali Imran ayat 159:

fa bimâ raḫmatim minallâhi linta lahum, walau kunta fadhdhan ghalîdhal-qalbi lanfadldlû min ḫaulika fa‘fu ‘an-hum wastaghfir lahum wa syâwir-hum fil-amr, fa idzâ ‘azamta fa tawakkal ‘alallâh, innallâha yuḫibbul-mutawakkilîn

“Maka, berkat rahmat Allah engkau (Nabi Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Seandainya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka akan menjauh dari sekitarmu. Oleh karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam segala urusan (penting). Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakal.”

Dalam buku yang sama, Demokrasi Dalam Islam: Tinjauan Tafsir Maudhu’i, Mgs.A.Defrizal, Achmad Zulham, dan Solihin juga menjelaskan bahwa “musyawarah merupakan inti dari sistem pemerintahan Islam.” Hal ini mengindikasikan bahwa demokrasi yang berlandaskan nilai-nilai syariat tetap relevan untuk diterapkan.

Batasan dan Implementasi Demokrasi dalam Hukum Islam

Demokrasi dalam Islam memiliki batasan yang jelas, yakni harus selaras dengan syariat. Setiap keputusan dan kebijakan publik wajib sejalan dengan nilai-nilai agama, sehingga tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Al-Qur’an dan Sunnah.

Kesimpulan

Demokrasi dalam Islam berakar pada prinsip musyawarah, keadilan, dan persamaan hak. Nilai-nilai ini selaras dengan ajaran Al-Qur’an dan hadis, meskipun implementasinya harus senantiasa berada dalam koridor syariat. Demokrasi dalam konteks Islam bukan sekadar adopsi sistem Barat, melainkan merupakan aktualisasi nilai-nilai Islam dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan demikian, demokrasi tetap relevan dan dapat dijalankan sesuai dengan tuntunan agama.

Mureks