Piala Afrika atau Africa Cup of Nations (AFCON) merupakan turnamen sepak bola antarnegara terbesar di Benua Afrika. Diselenggarakan oleh Konfederasi Sepak Bola Afrika (CAF), ajang ini telah menjadi panggung utama bagi lahirnya kekuatan-kekuatan sepak bola di benua tersebut sejak pertama kali digelar pada 1957.
Dengan format modern yang kini diikuti 24 negara, Piala Afrika kembali bergulir pada 21 Desember 2025 hingga 18 Januari 2026. Timnas Pantai Gading saat ini berstatus sebagai juara bertahan. Bagaimana perjalanan kompetisi elite ini terbentuk dan berkembang hingga era modern?
Klik mureks.co.id untuk tahu artikel menarik lainnya!
Awal Mula Gagasan dan Turnamen Perdana
Gagasan untuk menyelenggarakan Piala Afrika pertama kali muncul pada Juni 1956, bertepatan dengan momen pembentukan CAF dalam kongres FIFA. Setahun kemudian, turnamen perdana akhirnya digelar pada Februari 1957 di Khartoum, Sudan.
Awalnya, kompetisi ini dirancang untuk diikuti oleh empat negara pendiri CAF, yakni Mesir, Sudan, Ethiopia, dan Afrika Selatan. Namun, Afrika Selatan didiskualifikasi karena menolak menurunkan tim multiras akibat kebijakan apartheid yang berlaku saat itu. Akibatnya, Piala Afrika edisi pertama hanya memainkan dua pertandingan, dengan Mesir berhasil keluar sebagai juara perdana.
Evolusi Format dan Era Awal Kompetisi
Seiring berjalannya waktu, Piala Afrika mengalami berbagai perubahan format untuk mengakomodasi pertumbuhan peserta. Pada 1962, jumlah negara peserta mulai bertambah dan sistem kualifikasi mulai diterapkan untuk menentukan tim yang berhak tampil.
Format turnamen kembali berubah pada 1968, di mana delapan tim dibagi ke dalam dua grup. Struktur ini terbukti efektif dan bertahan hingga edisi 1992. Memasuki era 1970-an, AFCON mulai digelar rutin setiap dua tahun sekali dan untuk pertama kalinya disiarkan secara luas melalui televisi, meningkatkan popularitas dan persaingan.
Pada periode ini, sejumlah negara mulai menunjukkan kekuatan mereka, termasuk Ghana, Nigeria, Maroko, Sudan, Kongo-Brazzaville, dan Zaire, yang kini dikenal sebagai Republik Demokratik Kongo.
Dominasi dan Kelahiran Kekuatan Baru di Era 80-an dan 90-an
Era 1980-an menjadi panggung bagi dominasi Kamerun. Tim berjuluk The Indomitable Lions ini berhasil mencapai final sebanyak tiga kali dan meraih gelar juara pada 1984 serta 1988. Di periode yang sama, Nigeria juga mencatatkan namanya sebagai juara pada 1980, sementara Aljazair mengejutkan banyak pihak dengan menjuarai edisi 1990.
Tahun 1992 menjadi tonggak penting lainnya ketika format turnamen diperluas menjadi 12 tim. Pantai Gading berhasil keluar sebagai juara setelah memenangi adu penalti yang dramatis di partai final. Dua tahun berselang, Nigeria kembali mengamankan gelar keduanya usai mengalahkan Zambia.
Era 2000-an: Kamerun dan Mesir Bergantian Berkuasa
Memasuki milenium baru, Piala Afrika semakin kompetitif dengan persaingan yang ketat. Kamerun mencatat prestasi gemilang dengan meraih dua gelar beruntun pada edisi 2000 dan 2002, menegaskan status mereka sebagai salah satu kekuatan utama.
Namun setelah itu, giliran Mesir yang mengambil alih dominasi. Tim berjuluk The Pharaohs ini mencetak sejarah dengan meraih tiga gelar berturut-turut pada 2006, 2008, dan 2010. Rekor tiga kali juara beruntun ini belum terpecahkan hingga kini, menjadikan Mesir sebagai tim paling sukses di era tersebut.
Perubahan Besar dan Tantangan di Era Modern
Pada era 2010-an, CAF melakukan perubahan signifikan terhadap jadwal turnamen. Piala Afrika dipindahkan ke tahun ganjil agar tidak berbenturan dengan jadwal Piala Dunia FIFA. Selain itu, format kompetisi juga diperluas dari 16 menjadi 24 tim, membuat turnamen semakin panjang dan kompetitif.
Dengan format baru ini, Aljazair berhasil keluar sebagai juara pada AFCON 2019, disusul oleh Senegal yang meraih gelar perdana mereka di edisi 2021. Di era modern ini, Piala Afrika menghadapi sejumlah tantangan, mulai dari benturan kalender internasional, kondisi cuaca ekstrem di negara tuan rumah, hingga dampak dari format baru Piala Dunia Antarklub.
Meskipun demikian, AFCON tetap menjadi panggung utama bagi pemain-pemain Afrika untuk bersinar, menunjukkan bakat mereka, dan mengukuhkan identitas sepak bola benua tersebut di kancah global.






