Teknologi

Coupang Dikecam Publik dan Politisi Usai Tawarkan Kompensasi Voucher Rp25,2 Triliun Akibat Kebocoran Data

Perusahaan raksasa e-commerce asal Korea Selatan, Coupang, tengah menjadi sorotan tajam setelah mengumumkan rencana kompensasi senilai US$1,5 miliar atau setara Rp25,2 triliun. Langkah ini diambil menyusul insiden kebocoran data pribadi yang menimpa 33,7 juta penggunanya pada November lalu.

Menurut informasi yang dilansir KBS pada Rabu (31/12/2025), kompensasi tersebut akan diberikan dalam bentuk kupon senilai US$35 atau sekitar Rp590 ribu per pengguna. Kupon ini terbagi menjadi empat bagian dan hanya dapat digunakan untuk layanan internal Coupang, seperti belanja produk, Coupang Eats, Coupang Travel, dan R.LUX.

Klik mureks.co.id untuk tahu artikel menarik lainnya!

Pengumuman ini datang setelah pendiri Coupang, Bom Kim, menyampaikan permintaan maaf kepada publik dan berjanji akan mempercepat proses kompensasi. Namun, alih-alih meredakan situasi, kebijakan tersebut justru memicu gelombang kritik luas dari masyarakat, politisi, hingga kelompok advokasi konsumen.

Kritik Terhadap Skema Kompensasi Voucher

Banyak pihak menilai bahwa kompensasi berupa voucher bukanlah bentuk ganti rugi yang adil atas kebocoran data pribadi yang serius. Kritik utama menyoroti fakta bahwa voucher tersebut hanya bisa dimanfaatkan dalam ekosistem Coupang, yang secara tidak langsung memaksa pengguna untuk kembali berbelanja di platform yang sebelumnya gagal melindungi data mereka.

Selain itu, beberapa layanan yang termasuk dalam skema voucher dianggap jarang digunakan oleh sebagian besar korban, sehingga nilai kompensasi yang ditawarkan tidak benar-benar setara atau bermanfaat bagi semua pihak terdampak.

Ketidakhadiran Bom Kim di Parlemen Memicu Kontroversi

Masalah semakin meruncing dengan sikap manajemen Coupang. Bom Kim menolak untuk menghadiri sidang parlemen Korea Selatan yang dijadwalkan membahas kasus kebocoran data ini pada awal Desember lalu, dengan alasan memiliki agenda lain. Ketidakhadirannya dipandang sebagai bentuk kurangnya tanggung jawab moral terhadap publik dan pembuat kebijakan.

Sejumlah anggota parlemen bahkan menuding Coupang berupaya mengubah krisis perlindungan data menjadi peluang bisnis. Pemberian voucher, menurut mereka, berpotensi mendorong konsumsi tambahan di platform Coupang, alih-alih benar-benar mengganti kerugian yang dialami pengguna.

Masalah Internal dalam Pelaporan Informasi

Di tengah badai kritik, masalah lain juga terungkap terkait penyajian informasi internal Coupang. Beberapa laporan menunjukkan adanya kesalahan penyebutan tokoh, pengulangan informasi yang berlebihan, serta inkonsistensi angka dan bahasa.

Kesalahan paling serius adalah penyebutan nama Kim Jong-un, yang sama sekali tidak memiliki kaitan dengan Coupang atau insiden kebocoran data tersebut. Hal ini mengindikasikan lemahnya proses verifikasi fakta dalam internal perusahaan.

Mureks