Direktur Utama Perum Bulog Ahmad Rizal Ramdhani secara resmi mengusulkan kenaikan margin fee atau keuntungan bagi Bulog menjadi 10% kepada pemerintah. Usulan ini diajukan sebagai langkah dukungan atas beban penugasan publik yang terus meningkat kepada Bulog dalam menjaga stabilisasi harga pangan nasional.
Margin Bulog yang Tak Berubah Belasan Tahun
Rizal Ramdhani menjelaskan bahwa margin Bulog sebesar Rp 50 per kilogram (kg) telah berlangsung belasan tahun tanpa perubahan. Padahal, Bulog memegang peran krusial dalam mengendalikan harga beras di seluruh Indonesia.
Dapatkan berita menarik lainnya di mureks.co.id.
“Masa sekian tahun dari 2014 sampai 2025, berarti 11 tahun tidak pernah ada perubahan. Ini malah minus, hampir Rp 900 miliar. Nah itu, makanya kita masih minus Rp 900 miliar, Bayangkan. Ya makanya supaya tidak minus itu, kita minta marginnya dinaikkan,” kata Rizal di Kantor Bulog, Jakarta Selatan, Selasa (30/12/2025).
Usulan penyesuaian margin fee ini mengacu pada asas kesetaraan, merujuk pada skema penugasan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) strategis lainnya seperti PT PLN (Persero) dan PT Pertamina (Persero) yang memperoleh margin fee sebesar 10% dalam menjalankan penugasan pemerintah.
“Nah saya nggak minta penghargaan yang lain-lain, saya cuma minta rewardnya supaya Bulog itu menjadi lebih bagus. Dan saya lihat di BUMN lain itu juga ada rewardnya ada sama, kayak PLN, bahkan Pertamina itu marginnya sampai 10%. Nah saya mengajukan itu margin itu. Kemarin saya udah mengajukan ke Pak Mentan, Pak Mentan sudah setuju, tapi diminta dirapatkan di rakortas (rapat koodinasi terbatas),” tambahnya.
Pemerintah Akui Margin Bulog Terlalu Kecil
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan atau Zulhas juga mengakui bahwa margin yang didapat Bulog dari pengadaan beras selama ini hanya Rp 50/kg. Zulhas menyebut rencana menaikkan margin Perum Bulog ini akan menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi pemerintah.
“Yang masih menjadi PR, Bulog ini yang jadi anadalan kita, terbukti berhasil. Harga gabah sekarang sudah Rp 6.500/kg. Itu berhasil. Penyaluran SPHP juga Bulog, penyerap gabah juga Bulog. Tapi Bulog itu hanya dikasih margin Rp 50. Kalau Rp 50/kg kali Rp 3 juta (ton beras) berapa itu? Rp 150 miliar. Bagaimana dia bisa mengirim ke Papua, ke Maluku, ya kan nggak mungkin,” jelas Zulhas.
Pemerintah berencana melakukan rapat koordinasi khusus untuk membahas kenaikan margin tersebut. Zulhas juga akan menyampaikan rencana ini kepada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
“Nah ini nanti kita akan bicarakan dengan BPKP. Kita akan hitung agar nanti beras ini bisa satu harga di seluruh Indonesia. Jangan sampai nanti seluruh seluruh kita jarak 3T, tertinggal, terluar, terdepan itu. Tertinggal, terluar, termiskin, tapi membayar. Nah nanti kita akan rapat berikutnya tahun 2026,” ujarnya.
Proyeksi Keuntungan dan Pemanfaatan
Rizal memproyeksikan, apabila usulan kenaikan margin 10% disetujui, margin dari Perum Bulog dapat mencapai Rp 2,1 triliun. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan margin Rp 150 miliar yang didapat saat ini dengan kerugian yang diproyeksi mencapai Rp 900 miliar.
Kenaikan margin ini, lanjut Rizal, akan dimanfaatkan untuk menjaga keberlanjutan Perum Bulog dalam melaksanakan penugasan negara. Pemanfaatannya diarahkan pada:
- Revitalisasi aset
- Pembaruan infrastruktur pascapanen
- Penguatan sistem logistik pangan nasional untuk mendukung Asta Cita Presiden Republik Indonesia
“Nah dengan harapan, dengan naik margin 10% itu bisa sampai Rp 2,1 triliun keuntungannya. Nah Rp 2,1 triliun itu harapannya, pertama bisa untuk beras satu harga dari Sabang sampai Merauke, kedua untuk kemandirian finansial. Karena selama ini mau bangun gudang, atau mau rehab, itu harus ada bantuan dari pemerintah,” jelasnya.
Mekanisme Margin Bulog dan Potensi Kerugian
Margin yang didapat Bulog merupakan pembayaran dari pemerintah atas penugasan penyaluran beras, baik untuk operasi pasar, bantuan pangan, hingga bantuan bencana menggunakan Cadangan Beras Pemerintah (CBP).
Sebelum menyalurkan CBP, Bulog melakukan pengadaan beras dari petani sesuai Harga Pembelian Pemerintah (HPP) dengan meminjam modal dari bank-bank BUMN. Proses penyaluran kemudian dilakukan melalui berbagai program pemerintah.
Namun, pembayaran margin dari pemerintah ini seringkali dilakukan belakangan setelah penugasan Bulog selesai. Kondisi ini, ditambah dengan margin yang kecil, menyebabkan utang serta bunga bank terus menumpuk, sehingga Bulog berpotensi mencatatkan kerugian.






