Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Psikologi (FaPsi) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) menyelenggarakan Psilet #2 2025 pada Sabtu, 13 Desember 2025. Bertempat di Aula Tarjih Kampus 4 UAD, kegiatan ini mengusung tema “Garis Merah Tubuhku: Mengukir Batasan, Menuntut Pertanggungjawaban” dengan tujuan meningkatkan kesadaran mahasiswa dan masyarakat umum terhadap isu kekerasan berbasis gender yang masih marak terjadi di lingkungan kampus.
Psilet #2 2025 digelar sebagai respons atas keresahan terhadap tingginya kasus kekerasan dan pelecehan seksual, baik secara verbal maupun nonverbal. Selain itu, minimnya pemahaman gender yang kerap dianggap tabu, khususnya di kalangan mahasiswa, turut menjadi perhatian. Banyak pelanggaran batasan tubuh yang terjadi tanpa disadari dan seringkali dibenarkan dengan dalih “bercanda”. Kondisi ini menunjukkan bahwa sikap diam bukanlah solusi, sehingga peningkatan kesadaran dinilai sebagai langkah awal yang krusial untuk pencegahan.
Simak artikel informatif lainnya hanya di mureks.co.id.
Pentingnya Batasan Tubuh dan Perspektif Psikologis-Sosial
Kegiatan ini menghadirkan dua narasumber ahli, yakni Dessy Pranungsari, S.Psi., M.Psi., seorang Psikolog, dan Khusnul Hidayah, S.E., S.Ag., M.Si. Keduanya memaparkan materi terkait pentingnya pemahaman batasan tubuh serta kekerasan berbasis gender dari perspektif psikologis dan sosial.
Dessy Pranungsari menjelaskan bahwa batasan tubuh merupakan hak fundamental setiap individu atas tubuhnya sendiri. “Setiap orang berhak mengatakan “ya” atau “tidak” terhadap perlakuan apa pun, dan hak tersebut tidak dapat dipaksakan oleh siapa pun. Pemahaman ini dinilai penting agar individu mampu melindungi diri sekaligus menghormati batasan orang lain,” tegasnya.
Mengenali Berbagai Bentuk Kekerasan Berbasis Gender dan Seksual
Dalam pemaparannya, narasumber menguraikan beragam bentuk kekerasan berbasis gender, meliputi kekerasan verbal dan nonverbal, kekerasan fisik dan seksual, serta kekerasan berbasis relasi kuasa. Peserta juga dibekali pemahaman mendalam mengenai bentuk kekerasan seksual berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 55 Tahun 2024.
Bentuk kekerasan seksual yang dijelaskan mencakup ujaran yang melecehkan atau mendiskriminasi kondisi tubuh dan identitas gender korban, seperti rayuan, lelucon, atau siulan bernuansa seksual. Selain itu, tatapan yang bernuansa seksual, pengiriman konten seksual tanpa persetujuan atau consent, pengambilan dan penyebaran konten pribadi bernuansa seksual, hingga tindakan fisik seperti menyentuh, memeluk, mencium, membuka pakaian tanpa persetujuan, percobaan perkosaan, perkosaan, pemaksaan aborsi atau kehamilan, serta pembiaran terjadinya kekerasan seksual juga termasuk dalam kategori ini.
Alur Pelaporan dan Pencegahan Kekerasan Seksual di UAD
Narasumber turut memaparkan alur pelaporan kekerasan seksual di lingkungan UAD. Pelaporan dapat dilakukan oleh korban maupun saksi, baik secara formal maupun nonformal, serta dapat disertai pendampingan dalam pengawalan laporan. Setiap laporan akan ditangani oleh Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS).
Apabila bukti atau petunjuk belum lengkap, Satgas tetap melakukan penanganan aduan melalui tahapan investigasi dan pencarian fakta. Hasil investigasi kemudian disusun dalam bentuk laporan dan rekomendasi. Jika kekerasan seksual terbukti, maka akan dilakukan pemberian sanksi kepada pelaku serta pemulihan terhadap korban. Sebaliknya, apabila laporan tidak terbukti, maka dilakukan pemulihan nama baik pihak yang dilaporkan.
Selain mekanisme penanganan, peserta juga dibekali langkah-langkah pencegahan kekerasan seksual. Ini meliputi menjaga jarak aman, berperilaku sesuai tempat dan situasi, bersikap asertif, serta menunjukkan keberdayaan diri. Narasumber menekankan pentingnya literasi terhadap aturan dan mekanisme pelaporan, keberanian untuk tidak diam, serta pemanfaatan gawai untuk mendokumentasikan bukti berupa foto, video, rekaman suara, atau tangkapan layar.
Materi juga menekankan pentingnya menormalisasi pencarian bantuan melalui berbagai layanan pendampingan, seperti Satgas PPKS atau Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Perguruan Tinggi (PPKPT), konseling sebaya, Layanan Psikologi Terpadu (LPT), serta puskesmas.
Psilet #2 2025 menyasar masyarakat umum dan diselenggarakan melalui kolaborasi antara Departemen Kajian Strategis BEM FaPsi UAD dan Fakultas Agama Islam (FAI) UAD. Kegiatan ini diharapkan mampu meningkatkan kesadaran kolektif untuk memahami batasan tubuh, saling menjaga, serta berani bersuara terhadap segala bentuk kekerasan berbasis gender.





