Teknologi

Agentic AI Diproyeksikan Jadi Infrastruktur Krusial Perusahaan pada 2026, Ubah Interaksi Pelanggan

Advertisement

Tahun 2026 diproyeksikan menjadi periode transformatif di mana teknologi agentic AI akan beralih dari sekadar teknologi pendukung menjadi infrastruktur krusial dan strategis yang menopang kinerja utama perusahaan. Pergeseran ini diperkirakan tidak hanya berdampak pada pengalaman interaksi pelanggan, tetapi juga pada cara karyawan berkolaborasi dan bekerja.

Lucas Lu, Head of Asia Zoom, telah merangkum sejumlah tren utama agentic AI yang patut dicermati pada tahun 2026.

Simak artikel informatif lainnya hanya di mureks.co.id.

Agentic AI Menjadi Infrastruktur Utama

Agentic AI, dengan empat kemampuan utamanya—berpikir secara mandiri, mengingat dan memahami konteks, mengeksekusi pekerjaan, serta mengoordinasikan proses kerja—akan semakin mengubah cara karyawan bekerja. Teknologi ini mampu mengubah hasil percakapan dan diskusi menjadi format yang mudah ditindaklanjuti.

Berbeda dengan asisten konvensional, agentic AI dapat mengambil tindakan, mengkoordinasikan tugas, dan menjalankan alur kerja secara mandiri tanpa perintah langsung. Dalam skenario kompleks, pengguna bahkan dapat memanfaatkan sistem “AI chain-of-command” ketika agen-agen AI saling berkomunikasi untuk menghemat waktu kolaborasi manual. Kehadiran AI ini menjadi lapisan penting yang terintegrasi dalam alur pengalaman pelanggan dan kolaborasi karyawan sehari-hari.

Berdasarkan survei terbaru Zoom, 98% responden di Indonesia telah menyatakan penggunaan AI di lingkungan kerja mereka pada tahun ini.

Agen Virtual Berevolusi Menjadi “Anggota Tim” yang Andal

Manfaat AI bagi pengalaman pelanggan akan melampaui otomatisasi pekerjaan berulang dan menjawab pertanyaan dasar. Ke depan, AI akan mampu menentukan kapan agen virtual perlu terlibat, jenis agen yang tepat digunakan (scripted bot, model agentic, atau asisten suara), serta kapan percakapan pelanggan harus dialihkan ke agen manusia.

Advertisement

Proses pengalihan ini akan mempertimbangkan faktor-faktor seperti biaya, dampak, dan kualitas pengalaman pelanggan untuk memastikan keseimbangan optimal antara manusia dan AI. Hal ini sangat relevan di Indonesia. Riset Zoom terhadap AI natives (pekerja berusia 18 hingga 24 tahun) menunjukkan bahwa 68% dari mereka mengharapkan agen manusia telah memahami konteks permasalahan secara menyeluruh tanpa pengulangan.

Bahkan, 78% AI natives mengharapkan layanan AI yang lebih cepat dan efisien, menjadikannya yang tertinggi di kawasan Asia-Pasifik. Agen virtual pun diperkirakan akan berkembang menjadi anggota tim strategis yang dapat dievaluasi berdasarkan metrik kinerja, biaya, dan kualitas pengalaman, layaknya karyawan manusia.

Agentic AI Membebaskan Karyawan dari Pekerjaan Manual

Integrasi agentic AI ke dalam alur kerja sehari-hari akan memberikan lebih banyak waktu bagi karyawan untuk melakukan pekerjaan penting. Saat ini, AI telah mendukung tim dengan menangani tugas manual dan repetitif, seperti merangkum diskusi, menjadwalkan rapat, dan memperbarui status proyek.

Pada tahun 2026, agentic AI diharapkan membawa peningkatan dengan kemampuannya untuk menyelesaikan pekerjaan lebih cepat. Misalnya, agen cerdas dapat memberikan rekomendasi rapat yang bisa dilewatkan atau perintah proaktif untuk memahami agenda rapat sebelum dimulai. Dengan demikian, karyawan dapat memusatkan energi mereka pada kreativitas, strategi, dan hubungan antarmanusia.

Tantangan utama saat ini adalah kualitas AI. Lucas Lu menjelaskan bahwa “frustrasi terbesar bagi 42% kelompok AI natives di Indonesia adalah keterbatasan pemahaman konteks pada sistem AI.” Untuk mengatasi hal ini, banyak perusahaan diprediksi akan mengadopsi pendekatan federated terhadap AI, memanfaatkan berbagai model AI untuk mencapai akurasi, fleksibilitas, dan efisiensi biaya yang lebih tinggi.

Advertisement
Mureks