Lifestyle

Ulama Jelaskan: Sholat Malam Tanpa Tidur, Apakah Masih Terhitung Tahajud?

Advertisement

Sholat malam merupakan salah satu ibadah sunnah yang sangat dianjurkan dalam Islam, dilaksanakan pada rentang waktu setelah sholat Isya hingga terbit fajar. Ibadah ini mencakup berbagai bentuk, seperti sholat Witir, sholat Tahajud, dan sholat sunnah mutlak malam, yang masing-masing memiliki ketentuan pelaksanaannya sendiri.

Namun, pertanyaan seputar syarat tidur sebelum melaksanakan sholat malam kerap muncul, khususnya terkait dengan sholat Tahajud. Apakah sholat malam yang dikerjakan tanpa tidur terlebih dahulu tetap dapat disebut sebagai Tahajud?

Pantau terus artikel terbaru dan terupdate hanya di mureks.co.id!

Memahami Makna dan Syarat Sholat Tahajud

Secara etimologi, istilah Tahajud berasal dari kata “tahajjada” yang berarti bangun atau terjaga dari tidur. Makna ini juga berkaitan dengan “istaiqadza”, yaitu kondisi seseorang yang sengaja terbangun atau tidak dalam keadaan tidur. Berdasarkan pengertian bahasa ini, sholat Tahajud dipahami sebagai sholat sunnah yang dikerjakan pada malam hari setelah seseorang tidur, meskipun hanya sebentar.

Dalam sejarah awal Islam, sholat Tahajud tercatat sebagai salah satu ibadah mahdhah pertama yang diperintahkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW, bahkan sebelum ibadah-ibadah lain diwajibkan. Keutamaan sholat ini secara khusus disebutkan dalam Al-Qur’an, sebagaimana firman Allah SWT dalam Surah Al-Isra ayat 79:

وَمِنَ الَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهٖ نَافِلَةً لَّكَۖ عَسٰٓى اَنْ يَّبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَّحْمُوْدًا

Latin: Wa minal-laili fa tahajjad bihī nāfilatal lak(a), ‘asā ay yab’aṡaka rabbaka maqāmam maḥmūdā(n).

Artinya: Pada sebagian malam lakukanlah salat tahajud sebagai (suatu ibadah) tambahan bagimu, mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji. (Al-Isrā’: 79)

Ayat ini menjadi dasar utama bagi para ulama dalam membahas definisi dan syarat sholat Tahajud.

Perbedaan Pandangan Ulama dan Praktik Sahabat

Perbedaan pemahaman mengenai syarat tidur sebelum sholat malam inilah yang kemudian memunculkan diskusi di kalangan ulama. Dalam buku Psikoterapi Profetik: Tujuh Sunnah Harian dari Rasulullah karya Cintami Farmawati, dijelaskan bahwa Tahajud memiliki ciri khusus, yaitu dikerjakan setelah tidur atau istirahat, meskipun tidur tersebut hanya sebentar.

Sejarah mencatat perbedaan kebiasaan di antara para sahabat Nabi SAW dalam melaksanakan sholat malam. Sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq dikenal terbiasa melaksanakan sholat malam setelah sholat Isya, sebelum tidur. Sementara itu, Sahabat Umar bin Al-Khattab memilih untuk melaksanakan sholat malam pada pertengahan malam, setelah tidur terlebih dahulu dan sebelum terbit fajar.

Rasulullah SAW menanggapi perbedaan praktik kedua sahabat tersebut dengan sabdanya, Adapun Abu Bakar Siddiq dia adalah orang yang berhati-hati, sedangkan Umar Bin Khattab adalah merupakan tipe orang yang kuat. Penjelasan Nabi ini menunjukkan bahwa kedua cara tersebut sama-sama bernilai ibadah dan tidak saling menafikan, mencerminkan keluasan waktu pelaksanaan sholat malam.

Hal ini juga sejalan dengan hadits riwayat At-Thabrani yang menyatakan, Dan shalat yang dilakukan sesudah shalat isya itu sudah termasuk shalat tahajud. Dengan demikian, praktik Abu Bakar dan Umar menunjukkan bahwa sholat malam dapat dikerjakan sejak setelah sholat Isya hingga sebelum terbit fajar, baik sebelum maupun sesudah tidur.

Advertisement

Sholat Malam Tanpa Tidur: Tahajud atau Sholat Sunnah Biasa?

Namun, pandangan yang berbeda disampaikan dalam buku Mukjizat Sholat Malam For Teens: Meraih Spiritualitas Rasulullah karya Sallamah Muhammad Abu Al-Kamal. Dalam buku tersebut, sholat Tahajud secara tegas didefinisikan sebagai sholat sunnah yang dikerjakan pada malam hari setelah tidur terlebih dahulu, sesuai dengan makna Tahajud itu sendiri, yaitu bangun pada malam hari. Oleh karena itu, pelaksanaan sholat Tahajud lebih utama dilakukan pada sepertiga malam terakhir, yakni sekitar pukul 01.00 hingga menjelang masuk waktu sholat Subuh.

Pandangan ini didasarkan pada hadits Nabi Muhammad SAW yang menyebutkan, Perintah Allah turun ke langit pada waktu tinggal sepertiga yang akhir dari waktu malam, lalu berseru, adakah orang-orang yang memohon (berdoa) pasti akan kukabulkan, adakah orang yang meminta, pasti akan kuberikan dan adakah yang meng-harap ampunan, pasti akan kuampuni baginya sampai tiba waktu subuh. Hadits ini menjadi dasar kuat bahwa waktu utama sholat Tahajud berada pada sepertiga malam terakhir, sebagaimana diamalkan oleh Rasulullah SAW dan para ulama.

Meskipun demikian, terdapat keterangan yang membolehkan sholat Tahajud dilaksanakan setelah sholat Isya bagi mereka yang khawatir tidak mampu bangun pada sepertiga malam terakhir. Kebolehan ini merupakan bentuk kehati-hatian agar tidak kehilangan kesempatan beribadah sholat malam sama sekali.

Akan tetapi, perlu dipahami bahwa pelaksanaan sholat Tahajud setelah sholat Isya dan sebelum tidur tidak sepenuhnya sejalan dengan pengertian Tahajud sebagai sholat yang dikerjakan setelah bangun malam. Oleh karena itu, dalam banyak penjelasan disebutkan bahwa salah satu keutamaan sholat Tahajud justru terletak pada usaha bangun dari tidur di malam hari, yang disertai dengan berbagai keistimewaan seperti terbukanya pintu taubat dan dikabulkannya doa.

Dengan demikian, bila sholat malam dilaksanakan di awal malam sebelum tidur, ibadah tersebut tetap bernilai sebagai sholat malam dan meraih keutamaan sholat sunnah. Namun, secara spesifik tidak dapat disebut sebagai sholat Tahajud karena tidak memenuhi persyaratan tidur terlebih dahulu.

Keutamaan dan Waktu Terbaik Sholat Tahajud

Keutamaan sholat Tahajud digambarkan sebanding dengan pengorbanan yang dilakukan untuk melaksanakannya. Bangun pada sepertiga malam terakhir, saat kebanyakan manusia terlelap, dipandang sebagai perjuangan spiritual yang besar dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Surah Al-Muzammil ayat 6:

اِنَّ نَاشِئَةَ الَّيْلِ هِيَ اَشَدُّ وَطْـًٔا وَّاَقْوَمُ قِيْلًاۗ

Latin: Inna nāsyi’atal-laili hiya asyaddu waṭ’aw wa aqwamu qīlā(n).

Artinya: Sesungguhnya bangun malam itu lebih kuat (pengaruhnya terhadap jiwa) dan lebih mantap ucapannya. (Al-Muzzammil: 6)

Ayat ini menegaskan bahwa waktu malam, khususnya sepertiga malam terakhir, adalah waktu paling utama untuk beribadah dan bermunajat. Sholat Tahajud dapat dikerjakan paling sedikit dua rakaat dan diakhiri dengan sholat Witir. Dianjurkan untuk memulainya dengan dua rakaat yang ringan sebelum melanjutkan rakaat berikutnya.

Advertisement
Mureks